Mongabay.co.id

Gajah Afrika Bisa Kenali Kerabat Meski Lama Berpisah

 

Satu lagi temuan terbaru yang menunjukkan keistimewaan gajah Afrika. Mamalia terbesar yang berjalan di darat ini bisa mengenali kerabat lewat penciumannya yang tajam, meski telah berpisah satu hingga dua belas tahun. Temuan ini memperbaiki angka sebelumnya yang mencatat ingatan penciuman gajah Afrika hanya berjarak satu tahun.

Mengenali kerabatnya sendiri melalui penciuman sebenarnya lazim di dunia mamalia. Kemampuan itu penting dimiliki guna menjaga ikatan kekeluargaan di antara mereka. Selain itu berfungsi untuk membedakan keluarga inti dengan kawanan lain, memisahkan individu yang dikenal dengan yang tidak dikenal.

Hasil penelitian di Jerman yang dilaporkan awal tahun 2023 itu juga mengungkap munculnya kegembiraan saat individu gajah Afrika mengenali aroma kerabatnya. Hal ini menunjukkan adanya ikatan batin yang kuat di antara kerabat gajah Afrika. Terutama ikatan antara induk betina dengan anaknya.

“Selama pengujian, gajah mengungkapkan semua perilaku kegembiraan dan perubahan mental ketika diberikan sampel aroma dari kerabatnya yang tidak hadir. Namun, mereka tidak menunjukkan ketertarikan khusus pada aroma individu yang bukan kerabat,” tulis Franziska Hoener dalam laporan yang dimuat jurnal Animals itu mewakili timnya.

Untuk sampai pada kesimpulannya, para peneliti mengamati dua pasangan induk betina dan anak gajah Afrika yang dipisahkan selama 2 dan 12 tahun di sebuah kebun binatang. Individu gajah yang bukan kerabat juga disiapkan. Dalam penelitian itu mereka menggunakan aroma kotoran sebagai medianya.

Seluruh reaksi direkam melalui video, dicatat, dan dianalisa. Hasilnya gajah lebih lama bersama kotoran kerabatnya dibanding yang bukan. Mereka juga menunjukkan perilaku gembira, misalnya dengan mengepakkan telinga dan mengeluarkan suara tertentu.

baca : Gajah Afrika Ternyata hanya Tidur Dua Jam Sehari

 

Induk betina gajah Arika (Loxodonta africana) bersama anaknya di Erongo, Namibia. Foto : wikimedia commons

 

Peneliti dari Jurusan Zoologi, Universitas Wuppertal, Jerman ini juga menyebutkan dalam laporan itu, induk gajah lebih menunjukkan antusiasme dan kegembiraan dibanding saudara betinanya ketika diberikan aroma kerabatnya.

Ikatan di antara kawanan gajah termasuk yang terkuat pada mamalia. Terutama hubungan antara induk betina dan anak betinanya, yang merupakan ikatan keluarga yang paling lama, paling dekat, dan paling intens.

Kemampuan gajah mengenali sanak saudara yang telah lama tidak bertemu bahkan yang sudah mati diduga merupakan hasil dari kemampuan penciuman mereka yang kompleks.

Dalam penelitian lain, kemampuan mumpuni gajah dalam hal penciuman ini bisa menyelamatkan mereka dari bahaya ledakan ranjau darat. Penelitian pada 2015 lalu di Angola menyebutkan, kemampuan gajah mendeteksi lewat penciuman mengenai keberadaan ranjau darat yang menggunakan TNT bahkan dinilai lebih baik dibanding anjing.

Mungkin karena gajah memiliki reseptor penciuman lebih banyak dibanding anjing sehingga berpotensi memiliki daya penciuman yang lebih unggul.

Di Angola, perang saudara lebih dari dua dekade menyisakan ranjau darat yang tersebar di banyak tempat. Selain meminta korban manusia, ranjau darat itu memang sengaja ditujukan untuk membunuh gajah guna diambil gadingnya.

baca juga : Membunuh Gajah, Menghancurkan Jejak Peradaban Bangsa Indonesia

 

Induk betina gajah Afrika (Loxodonta africana) di TN Kafue, Zambia. Foto : wikimedia commons

 

Penelitian lainnya yang dipublikasikan pada 2022 oleh peneliti dari Afrika Selatan dan Prancis membuktikan bahwa gajah Afrika mampu menemukan lokasi air dengan penciumannya. Para peneliti menggunakan air suling sebagai kontrol. Ternyata gajah berhasil mendeteksi air yang berasal dari sumber air berbeda. Mereka mengenalinya dari aroma uniknya. Sedangkan air suling mereka lewatkan begitu saja.

Saat ini ada tiga spesies gajah yang tersisa di dunia, yaitu gajah Afrika yang terdiri dari gajah hutan Afrika (Loxodonta cyclotis) dan gajah savana Afrika (Loxodonta africana), serta gajah Asia (Elephas maximus). Tiga subspesies gajah Asia adalah gajah India (E. m. indicus), gajah Sri Lanka (E. m. maximus), dan gajah Sumatra (E. m. sumatranus).

Gajah diketahui memiliki indera penciuman dan pendengaran yang tajam. Selain digunakan sebagai alat untuk mencari makan, minum, dan navigasi, kedua indera tersebut juga digunakan untuk berkomunikasi dan membangun relasi antar individu gajah.

Di habitat alaminya, gajah Afrika mengonsumsi lebih dari 250 kg tumbuhan segar dalam sehari, sementara gajah Asia 150 kg sehari. Aktivitas manusia yang mulai jauh masuk ke dalam habitat gajah yang potensial dengan makanan menjadi gangguan utama.

Saat pembukaan hutan, polusi suara dari gergaji mesin dan kendaraan bermotor mengacaukan sensor gajah. Begitupun bahan-bahan kimia yang ditinggalkan di hutan. Habitat yang makin menyempit dan terfragmentasi memaksa kawanan gajah menghampiri wilayah pertanian dan hunian manusia. Konflik pun tak terhindarkan.(***)

 

Exit mobile version