Mongabay.co.id

Buka-Tutup Kawasan Tangkap Gurita di Makassar Sukses. Bagaimana Keberlanjutannya?

 

Upaya buka-tutup sementara perairan kawasan penangkapan yang dilaksanakan oleh nelayan gurita di Pulau Langkai dan Lanjukang di Kota Makassar, Sulawesi Selatan menunjukkan perkembangan yang signifikan. Terumbu karang semakin membaik, yang kemudian berdampak pada meningkatnya hasil tangkapan ikan dan gurita di wilayah tersebut.

“Ini sudah tiga kali dilakukan dan selalu meningkat hasilnya setelah dilakukan buka-tutup, yang berarti program ini berjalan baik sesuai harapan bersama. Kami berharap program ini bisa tetap dilanjutkan,” ungkap Erwin, nelayan dari Pulau Langkai, pada talkshow yang diselenggarakan oleh Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, di Hotel Aston Makassar, Rabu (16/8/2023).

Buka-tutup kawasan untuk perikanan kecil gurita ini adalah bagian dari program penguatan ekonomi dan konservasi gurita berbasis masyarakat (Proteksi Gama) yang dilaksanakan oleh YKL Indonesia atas dukungan Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dan Burung Indonesia.

Menurut Erwin meski berjalan dengan baik, namun tetap saja terdapat kendala di lapangan, misalnya perbedaan pendapat antarnelayan tentang lokasi dan luasan wilayah buka-tutup, serta keberadaan penyelam malam dari daerah lain, yang susah dikontrol aktivitasnya dan tak terjangkau pengawasan.

 

Pulihnya Ekosistem Terumbu Karang

Menurut Nirwan Dessibali, Direktur YKL Indonesia, salah satu dampak pelaksanaan sistem buka-tutup ini adalah terjadinya pemulihan ekosistem terumbu karang dengan tutupan 5-10% karang hidup.

“Secara ekonomi juga berdampak pada harga jual gurita yang lebih baik karena gurita hasil tangkapan jauh lebih besar,” ungkapnya.

baca : Sistem Buka-Tutup Diharapkan Perbaiki Ekosistem Laut yang Rusak Akibat Destructive Fishing

 

Pemasangan batas wilayah buka-tutup penangkapan gurita oleh nelayan Pulau Langkai dan Lanjukang Makassar selama 3 bulan. Setelah 3 kali dilakukan buka-tutup ditemukan hasil yang bagus melampaui ekspektasi. Foto : YKL Indonesia.

 

Tidak hanya itu, program ini juga mengurangi ancaman enam spesies yang terancam punah secara global, yaitu hiu paus (Rhincodon typus), hiu tikus (Alopias sp.), hiu mako sirip pendek (Isurus oxyrinchus), hiu karang blacktip (Carcharhinus sp.), penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas).

Dampak lebih jauh, masyarakat melindungi 375,28 hektar perairan laut, peningkatan kapasitas melibatkan 113 masyarakat/nelayan, lalu terdapat 31 orang champion mampu menerapkan penangkapan yang berkelanjutan.

Capaian lainnya adalah melahirkan insiatif bagi dua nelayan melakukan upaya konservasi dua spesies penyu, fasilitasi 68 e-Kusuka, tujuh KUB, dua pokmaswas, dua poklahsar dan satu kompak.

Program ini juga dinilai memberi sejumlah pembelajaran, seperti terbangunnya kesadaran nelayan akan perikanan keberlanjutan di mana mereka kemudian mampu membuat kesepakatan lokal terkait lokasi dan waktu penangkapan gurita.

“Dengan adanya sistem buka-tutup ini, membuat gurita dan ikan kakap-kerapu semakin banyak dan memberikan proses pemulihan bagi ekosistem, menekan tingkat eksploitasi dan ancaman destructive fishing.

Tidak hanya itu, sistem buka-tutup telah memberikan pemahaman dan pengalaman kepada nelayan bahwa ada kaitan musim penangkapan dengan lokasi yang ditutup, termasuk masa bertelur dan perkembangan gurita

“Tak kalah pentingnya, upaya peningkatan kapasitas mengenai biota penting dan terancam punah melahirkan insiatif konservasi penyu, identifikasi dan penanganan tangkapan sampingan.”

baca juga : Lewat Program Buka-Tutup Laut, Produktivitas Tangkapan Gurita Nelayan Selayar pun Meningkat

 

Talkshow yang diselenggarakan oleh Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, di Hotel Aston Makassar, Rabu (16/8/2023), dihadiri berbagai pihak membahas keberlanjutan program. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Program ini juga memiliki tantangan tersendiri. Seperti lokasi fishing ground juga merupakan wilayah prioritas bagi banyak nelayan pulau lain, sehingga terlalu banyak nelayan yang memanfaatkan sumberdaya di area yang telah dikelola masyarakat Langkai dan Lanjukang.

Selain itu, beberapa nelayan dari pulau lain melakukan penangkapan di area buka-tutup saat ditutup sementara waktu.

“Terkait pengawasan, sulit dilakukan pada wilayah sistem buka tutup, sehingga terjadi  beberapa kali pelanggaran dilakukan oleh berbagai nelayan,” kata Erwin.

Tantangan lain mengenai kesepakatan masyarakat belum kuat secara regulasi. Hal ini cukup berbeda dengan best practice dari tempat lain yang menjadikan desa dan adat sebagai cara untuk penguatan regulasi di tingkat lokal.

 

Harapan Keberlanjutan

Program Proteksi Gama akan segera berakhir pada bulan Oktober 2023 mendatang, sehingga timbul pertanyaan bagaimana keberlanjutan program buka-tutup ini tanpa adanya pendampingan.

Menurut Dr. Muhammad Rijal Idrus, ahli kelautan dari Unhas, tantangan terbesar dari sejumlah program konservasi memang pada keberlanjutan program. Dalam banyak kasus, ketika sebuah program selesai, semangat masyarakatnya pun turun karena manfaat program selesai dan ketiadaan anggaran.

Salah satu kunci keberlanjutan program adalah dengan memasukkan prinsip-prinsip ekonomi ke dalam aspek itu. “Harus ada yang mewarisi hubungan yang baik antara nelayan dengan aspek pengelolaan gurita ini, salah satu yang menerima benefit-nya adalah teman-teman pengusaha.”

Bagi Rijal, tanpa adanya pendekatan ekonomi maka dengan cepat sebuah inisiatif akan hambar dan tak ada motivasi untuk melanjutkan, pada akhirnya akan mati secara cepat.

baca juga : Gurita, Spesies Berumur Pendek Bernilai Ekonomi Tinggi

 

Ilustrasi. Hasil tangkapan gurita seorang nelayan dari masyarakat adat Darawa dari kawasan tangkap yang diberlakukan buka tutup kawasan sementara selama tiga bulan. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Permana Yudiarso, Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar, melihat pentingnya kolaborasi untuk mendukung upaya buka-tutup kawasan sebagai bagian dari konservasi.

“Kolaborasi ini harus diperkuat. Kami jujur dari unit kami tidak cukup bisa memberikan solusi, tapi kami coba komunikasikan dengan rekan kami di Kementerian Kelautan supaya perikanan gurita di Pulau Langkai dan Lanjukang ini bisa direplikasi di lokasi lain, baik tata kelola maupun cara penangkapannya.”

Yudiarso mengkhawatirkan isu legality, traceability dan sustainability, jika tak diatur secara ketat oleh pembeli global, maka eksportir akan terganggu. Dicontohkan ketika komoditas ini dikaitkan dengan CITES, maka akan pembatasan seperti halnya pada komoditas teripang, napoleon, hiu dan pari.

“Kita jaga sama-sama agar sumber daya ini, gurita dan lainnya bisa tetap ada dan bermanfaat kepada masyarakat. Kami siap membantu.”

Dari pihak nelayan sendiri berharap akan adanya penguatan kelompok yang dilakukan pemerintah, termasuk dukungan aparat kepolisian dalam rangka pengawasan.

“Jika kami melanjutkan program ini diharapkan dukungan pemerintah dari segi regulasi dan pengawasan agar program ini tidak berakhir sia-sia. Kalau upaya ini dilakukan oleh nelayan saja maka tidak akan kuat. Harus ada dukungan yang kuat di belakangnya, seperti pemerintah dan aparat,” kata Erwin.

 

 

Exit mobile version