Mongabay.co.id

Mengenal Gajah Sumatera di Taman Safari Prigen

 

 

Taman Safari Indonesia [TSI] 2 Prigen, Pasuruan, merupakan lembaga konservasi satwa di Jawa Timur yang memiliki koleksi gajah sumatera [Elephas maximus sumatrensis]. Sudah 8 individu gajah lahir di sini dalam 25 tahun terakhir.

Ebi merupakan anak gajah betina yang lahir pada 14 Juli 2020. Ia melengkapi koleksi gajah sumatera di sini, sebanyak 23 individu, yakni 5 jantan dan 18 betina.

“Bukan hal mudah untuk merawat, apalagi membiakkan mamalia besar ini,” jelas Muhammad Nanang Tejolaksono, dokter hewan di TSI Prigen.

Gajah sumatera di TSI Prigen didatangkan dari Taman Safari Indonesia 1 [TSI] Bogor, pada 1997. Kedatangannya bergelombang, diawali 6 individu dan langsung dikarantina, untuk memastikan kondisinya baik secara fisik dan lainnya.

Mahout dari Bogor ikut serta ke Prigen hingga gajah mampu beradaptasi dengan baik. Sedangkan, mahout di Prigen dipersiapkan untuk merawat gajah-gajah tersebut.

“Jadi, gajah tetap merasa nyaman dan mudah beradaptasi dengan kelompoknya. Kami sebagai dokter juga lebih aman merawat,” lanjutnya.

Baca: Kesehatan dan Perluasan Kandang, Prioritas Gajah Sumatera di Kebun Binatang Surabaya

 

Yudha, keeper gajah di TSI Prigen, coba berkomunikasi dengan gajah betina bernaa Siska, dengan menyuruh membuka mulut untuk memeriksa giginya. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Tentu saja, penanganan khusus diperlukan untuk melakukan breeding gajah sumatera, terlebih untuk mendapatkan keturunan yang sehat.

Harus diketahui rekam medis keseluruhan, serta detil tanda-tanda gajah betina birahi atau siap kawin. Petugas kandang atau keeper wajib melakukan pencatatan kondisi gajah yang akan dikawinkan, termasuk tanggal saat gajah jantan mengawini betina.

Kesehatan gajah jantan juga perlu dipantau, seperti pemeriksaan semen atau sperma.

“Kalau tidak bagus, berarti perlu tambahan nutrisi khusus,” terang Nanang kepada Mongabay akhir Agustus 2023.

Tim medis dan keeper berikutnya melepaskan beberapa gajah betina yang akan dikawinkan ke kandang jantan. Gajah jantan yang akan mendeteksi gajah betina mana yang sedang birahi.

“Atau bisa dilakukan sebaliknya, gajah jantan dibawa ke kandang betina.”

Baca: Masa Depan Gajah Sumatera di Lampung: Permanenkan Tanggul Batas TNWK

 

Gajah sumatera betina bernama Reti mencoba berinteraksi dengan pengunjung di TSI Prigen, menggunakan belalainya. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Pengaturan kawin jantan dan betina harus memperhatikan faktor genetik serta kualitas gajah jantan terbaik. Pengaturan ini juga memperhatikan masa kebuntingan gajah yang mencapai 2 tahun, atau antara 18 sampai 24 bulan kehamilan.

“Kalau di alam, baru bisa hamil atau kawin lagi setelah 12-15 tahun. Di lembaga konservasi, karena campur tangan manusia bisa sekitar 4 tahun, atau setelah anaknya disapih dan bisa makan sendiri.”

Gajah betina yang bunting akan disiapkan kamar atau kandang khusus, dengan pengawasan CCTV serta petugas atau keeper.

Anak gajah yang baru lahir biasanya ditarik plasentanya oleh induknya menggunakan belalai, dilanjutkan dengan menggoyang-goyangkan dengan kaki. Tujuannya, agar segera bergerak.

Keeper juga memantau proses bayi gajah belajar minum susu ke induknya. Berapa kali minum dan berapa lama, buang kotoran pertama jam berapa, tidur sehari berapa jam, dicatat semua. Ini semua  sangat membantu, terutama tindakan antisipasi bila sakit,” jelasnya.

Baca: Jakabaring, Dulunya Koridor Gajah Sumatera

 

Area adventure gajah sumatera di TSI Prigen. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Kesehatan gajah

Gajah juga berpotensi sakit. Umumnya, mengalami gangguan pencernaan seperti kembung, dipicu makanan yang dikonsumsinya.

“Makan rumput terlalu muda bisa menjadi penyebab. Kami bisa mengantisipasi dari awal jika tahu pakan kesukaan gajah. Begitu pula penyakit lain,” ungkap Nanang.

Faktor usia juga berpengaruh, seperti fungsi organ tubuh dan gangguan persendian yang dapat memperlambat pergerakan. Sementara faktor lingkungan dipengaruhi suhu udara.

Pemeriksaan kaki termasuk telapak, dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya luka. Secara umum, tubuh gajah diperiksa untuk mengantisipasi kutu yang dapat mengganggu tumbuh kembangnya.

Medical check-up atau pemeriksaan menyeluruh dilakukan tiga bulan sekali, meliputi penimbangan berat badan dan pengambilan sampel darah. Setiap bulan sekali juga dilakukan pengambilan sampel feses atau kotoran, guna mengetahui ada tidaknya infeksi parasit atau telur cacing. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan obat cacing setiap tiga bulan sekali.

Virus elephant endotheliotropic herpes virus [EEHV], biasa disebut herpes gajah, juga diantisipasi dengan screening dan pengambilan sampel darah di seluruh grup Taman Safari Indonesia.

“Hasilnya semua negatif ,” ujar Nanang.

Antisipasi terhadap penyebaran penyakit melalui virus maupun bakteri, juga dilakukan dengan melakukan pengecekan menyeluruh pada orang yang sering kontak dengan gajah, terutama keeper.

“Gajah juga rawan tertular penyakit yang dibawa manusia,” jelasnya.

Baca juga: Berbagi Durian dengan Gajah Sumatera

 

Gajah sumatera di TSI Prigen. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Perilaku

Meskipun berada di lembaga konservasi, perilaku liar gajah tetap diasah. Pelatihan juga diberikan kepada para staf dan keeper, untuk membekali mereka merawat gajah.

“Ada training basic, advance, dan specific,” lanjut Nanang.

Salah satu pelatihan adalah mengetahui perubahan perilaku gajah.

“Misal, tadi malam gajah terlihat gelisah dan tidak tidur. Nafsu makan berkurang, menyendiri, ada perubahan posisi dari duduk rebah dan bangun lagi, juga lainnya.”

 

Reti, pimpinan gajah betina di TSI Prigen, mencoba mendekati pengunjung yang datang di area adventure gajah sumatera. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Yudha, mahout gajah sumatera TSI 2 Prigen, mengatakan bila ada gajah yang bertingkah mengganggu, segera dipisahkan. Tujuannya, agar tidak ada yang terluka.

“Dalam satu kawanan, yang kami keluarkan giliran. Diatur yang akan dipindahkan ke kandang adventure,” ujarnya.

Tanda lain yang harus diperhatikan ketika gajah sulit dikendalikan adalah dari titik sekitar pelipis. Bila mengeluarkan semacam minyak, harus diwaspadai dan baiknya dimasukkan di kandang tersendiri.

Untuk gajah muda membutuhkan waktu antara 1-2 minggu, sedangkan gajah tua bisa sampai 1 bulan. Sejak usia 17 tahun, gajah biasanya mulai mendapatkan siklus musth.

“Keluarnya dari kelenjar temporaril, yang disebut fenomena musth. Itu siklus normal saja,” jelasnya.

Menurut Nanang, idealnya setiap satu individu gajah dijaga dan diawasi seorang keeper. Tugas keeper benar-benar mengawasi pergerakan individu gajah saat mengekspresikan perilakunya.

Untuk itu, manajemen menerapkan five domain dalam memenuhi kesejahteraan satwa, yaitu domain nutrisi, lingkungan, kesehatan, perilaku, dan psikologis. Tidak hanya dari sisi satwa, namun juga dari sisi perawat yang memberikan kesempatan pada satwa untuk berperilaku normal.

“Semua ini, dilakukan sebagai bentuk upaya lembaga konservasi melestarikan gajah sumatera. Dan semoga, seluruh gajah sumatera yang ada di alam liar tetap terjaga,” paparnya.

 

Exit mobile version