Mongabay.co.id

Peka Isu Lingkungan Hidup bagi Para Caleg dan Pemilih

 

 

 

 

 

Isu  lingkungan hidup termasuk perubahan iklim penting jadi perhatian  jurnalis atau media, terlebih menjelang tahun politik ini.   Persoalan lingkungan mesti jadi hal yang menjadi konsern dari para calon legislatif (caleg) juga jadi isu yang dipertimbangkan pemilih dari para caleg.

Bernard Uadan, Principal Officer at the U.S. Consulate in Medan Indonesia, mengatakan, perubahan iklim merupakan salah satu masalah paling mendesak hingga penting bagi semua untuk menjadikan sebagai topik utama menjelang pemilu 2024.

Jurnalis, katanya,  berperan penting mengangkat isu ini dan menyampaikan secara luas kepada masyarakat tentang bagaimana komitmen calon legislatif membawa isu lingkungan dalam program- program mereka.

Amerika, katanya,  punya program kemitraan jangka panjang yang dirancang untuk menciptakan transisi energi ramah lingkungan, salah satunya sektor ketenagalistrikan yang ambisius dan berkeadilan di Indonesia

“Perubahan iklim merupakan masalah dan harus prioritas diatasi. Isu lingkungan hidup perlu dipertanyakan kepada masing-masing kandidat calon legislatif yang maju 2024,” katanya dalam workshop jurnalis bertema ‘Memperkuat Narasi Lingkungan di Tahun Politik’ usungan Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) di Medan akhir Agustus lalu.

Para caleg inilah, katanya, yang berperan sebagai pembuat kebijakan dan peraturan perundang-undangan serta jurnalis berperan penting angkat isu ini.

Senada disampaikan Jessica Chesbro, Vice Consul for Public Diplomacy di Medan mengatakan, isu-isu lingkungan mempengaruhi hajat hidup orang banyak seperti kualitas udara, kualitas air dan lain-lain. Hal ini, katanya,  banyak tak disadari dipengaruhi kebijakan-kebijakan langsung maupun tak langsung dari para pejabat berwenang.

Hingga sangat penting bagi para pemilih pemilu 2024, katanya,  tahu rekam jejak orang-orang yang akan mereka pilih. Para jurnalis, katanya,  bisa jadi perpanjangan tangan kepada masyarakat untuk memberikan informasi lengkap tentang caleg.

“Apakah mereka membawa konsep keberpihakan terhadap lingkungan hidup atau tidak? Topik lingkungan hidup ini bisa diangkat secara luas hingga jadi perbincangan arus utama.  Kepentingannya,  untuk keberlangsungan hidup di masa akan datang.”

Joni Atmira Putra, Ketua Umum Society Indonesian Environmental Journalist (SIEJ) mengatakan, pencemaran udara, banjir dan longsor serta bencana alam tidak terlepas dari bagaimana pengelolaan lingkungan hidup yang buruk.

Namun, katanya,  semua itu tidak lepas dari kebijakan pemerintah terkait lingkungan hidup yang belum maksimal. Untuk menekan perubahan iklim dan efek rumah kaca karena penggunaan batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap, misal,  pemerintah berkomitmen mempensiunkan dini sedikitnya 40 PLTU.

Namun, katanya,  di waktu bersamaan malah dibangun pula PLTU batubara demi memenuhi target proyek 35.000 megawatt.

 

 

Sampai dengan saat ini konsep pembangunan dan penggunaan energi terbarukan masih penuh dinamika. Demi menekan pencemaran udara dan meningkatnya polutan maka gencar kendaraan listrik, tetapi timbul masalah di hulu seperti di Sulawesi terjadi kerusakan masif dampak pengerukan nikel dan pabrik untuk itu.

“Semua kebijakan terkait lingkungan masih belum maksimal. Hingga di momen politik ini perlu mencari caleg  yang berpihak pada lingkungan hidup. Peran jurnalis untuk menyusun literasi ini jadi penting agar jadi pertimbangan bagi masyarakat memilih calon yang pada 2024.”

The Society Indonesian Environmental Journalist (SIEJ) mendorong hajatan pemilu 2024,  sebagai kesempatan untuk melakukan perbaikan.

Di Surabaya, Jawa Timur, SIEJ juga menggelar rapat dengar pendapat dengan KPU dan Bawaslu Jawa Timur, politisi dan pengamat politik lingkungan 13 September lalu.

Joni mengatakan, perlu pemimpin dengan gagasan kuat untuk perbaikan lingkungan ke depan. Menurut dia, tahun politik merupakan satu cara menggali gagasan para calon pemimpin di lembaga eksekutif maupun legislatif. Pada para calon pemimpin ini, katanya,  bakal menentukan arah pembangunan untuk lima tahun mendatang.

Dia bilang, ragam bencana  di Indonesia memerlukan pemimpin yang kuat dengan gagasan lingkungan ke depan. Bukan hanya di tingkat nasional (presiden) juga kepala daerah.

“Misal, dengan memperkuat isu lingkungan sebagai bahan materi debat calon. Baik calon presiden maupun kepala daerah,” katanya.

Dorongan itu juga sejalan dengan hasil sebuah survei yang menghendaki ada upaya lebih serius oleh para pemimpin dalam menangani berbagai persoalan, seperti kesehatan, lingkungan, serta dampak perubahan iklim.

 

Sungai di Wawonii tercemar ore nikel. Ketika sumber air bersih terganggu, perempuan paling pertama terdampak. Foto: Riza Salman/ Mongabay Indonesia

 

Menurut Joni, penguatan isu lingkungan pada debat calon dirasa sangat penting.  Dengan begitu, publik akan dapat menakar sejauh mana calon pemimpin mereka memiliki kapasitas mumpuni dan kepedulian dalam melakukan perbaikan lingkungan.

Khoirul Anam, Ketua KPU Jawa Timur, sepakat dengan pernyataan Joni. Dia pun menjamin isu lingkungan termasuk dalam materi debat para calon.

“Hanya kisi-kisinya seperti apa, itu bukan domain kami. Ada para ahli yang menyusunnya.”

Tidak hanya itu, katanya, KPU juga menerbitkan Peraturan KPU Nomor 15/2023 tentang Kampanye Pemilu. Di dalamnya,  mengatur larangan bagi para calon untuk menempelkan alat peraga kampanye di pepohonan.

Nur Elya Anggraini,  Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur, mengatakan, persoalan lingkungan belum begitu mendapat ruang dalam penyelenggaraan pemilu. Contoh paling sederhana, sampah dari alat peraga atau bahan kampanye.

“Saya pernah hitung-hitungan kasar soal alat peraga kampanye atau bahan kampanye ini. Jumlahnya jutaan. Itu siapa bertanggung jawab membersihkannya? Kami juga tidak tahu.”

 

Penimbunan mangrove dan pesisir sungai di Nongsa Batam yang diprotes warga. Foto Yogi Eka Sahputra

 

Berbagai isu lingkungan di Sumut

Dalam workshop di Sumut ini, ada beberapa isu lingkungan di Sumatera Utara jadi bahan diskusi seperti pencemaran udara dan laut pada PLTU batubara Pangkalan Susu. Di sana,  terjadi ancaman pada kesehatan masyarakat sekitar.  Ada juga perusakan habitat dan perburuan serta perdagangan satwa terancam punah seperti harimau Sumatera,  orangutan, gajah, badak Sumatera dan satwa satwa langka lainnya.

Di Sumut, ada juga masalah kerusakan hutan mangrove. Hasil penelitian sejumlah lembaga menyebutkan, dalam 10 tahun terakhir terjadi kerusakan hutan mangrove ratusan ribu hektar.  Riset ahli mangrove dari Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara (USU) Onrizal  menyebutkan, perlu ada langkah cepat penyelamatan hutan mangrove di Indonesia termasuk di Sumut.

Bicara tentang hutan mangrove, Onrizal beberapa kali riset sejak 2020, antara lain soal kehidupan biota laut dampak kerusakan hutan mangrove, dan peningkatan ekonomi masyarakat lokal dari sektor ekowisata memanfaatkan hutan mangrove. Juga, mangrove sebagai penyerap dan penyimpan gas karbon serta senyawa metana yang dapat meningkatkan gas rumah kaca.

Onrizal bilang, Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropis dengan pantai sebagian besar ditumbuhi ekosistem mangrove.

Masyarakat Indonesia,  sebagian besar tinggal di pesisir dan kehidupan mereka ketergantungan pada laut. Hasil-hasil riset menunjukkan, berbagai biota di pesisir tergantung pada kondisi hutan mangrove. Contoh,  di Selat Malaka, riset mereka menunjukkan, biota laut seperti perkembangan populasi udang tergantung kondisi hutan mangrove.

“Jadi kalau mangrove rusak, bisa dibayangkan manusia akan kesulitan memenuhi kebutuhan protein dari seafood. Mengapa? Karena 100%. udang di Selat Malaka hidup bergantung hutan mangrove,” ucap Onrizal.

Dari penelitian mereka juga, sekitar 15% biota laut saat kondisi mangrove masih bagus, sudah tidak bisa lagi ditemukan. Faktor terbesarnya, katanya,  karena habitat hancur.

Data global menunjukkan, Indonesia merupakan rumah hampir seperempat dari hutan mangrove dunia. Lebih 50%, hutan mangrove di Asia Tenggara berada di Indonesia.

 

Foto udara penampakan penimbunan mangrove di Tanjungpiayu Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Penimbunan dilakukan di lahan program RHL KLHK RI sampai saat ini masih berlangsung. Foto : Yogi-Eka Syahputra/Mongabay Indonesia

 

Kalau melihat penelitian Hamilton and Casey pada 2016, periode 2000-2014 sekitar 800.000 hektar atau 8.000 km2 hutan mangrove dunia hilang dan Indonesia menyumbang lebih 50%.  Karena dari 8.000 km2 itu,  4.300 km2 atau lebih dari separuh kehilangan mangrove disumbang Indonesia.

“Nah kalau mau dilihat dalam kurun waktu lebih panjang, tahun 1980-2014, kehilangan hutan mangrove Indonesia itu mencapai hampir sama dengan kehilangan hutan mangrove dunia dalam kurun waktu 2000-2014 sebesar 800.000 hektar.”

Dalam diskusi isu juga menyoroti soal energi fosil di Sumatera. Ada 33 PLTU batubara beroperasi di Sumatera berkapasitas 3.566 Megawatt.Llalu target pemerintah dalam rencana usaha pemenuhan tenaga listrik (RUPTL) 2021-2030 akan menambah PLTU batubara 4.000 megawatt.

Saat ini,  di Sumatera ada surplus energi listrik sebesar 40 persen atau sekitar 2.555 megawatt dengan daya mampu netto sebesar 8916 megawatt dan beban puncak 6.361 megawatt.  ini merupakan data dari kelompok organisasi Sumatera Terang Untuk Energi Bersih (STuEB).

Sumiati Surbakti, Direktur Eksekutif Yayasan Srikandi Lestari yang mengadvokasi dan kampanye penolakan PLTU batubara Pangkalan Susu sejak awal 2017 melihat begitu banyak dampak kerugian dan kerusakan akibat pembakaran batubara di sana.

Rakyat, katanya, perlu energi bersih dan berkelanjutan hingga pemerintah layak mempensiunkan PLTU batubara Pangkalan Susu.

Kerusakan lingkungan mempunyai efek domino, salah satu menyebabkan kemiskinan pada masyarakat tingkat tapak yang akhirnya terpaksa masuk dalam lingkaran perbudakan modern.

Yayasan Srikandi Lestari juga riset mengenai dampak pertanian, perikanan, kesehatan dan pencemaran udara atau lingkungan pada 2017 di Kecamatan Pangkalan Susu, Kecamatan Brandan Barat Lubuk Kertang dan Kecamatan Sei Lepan di Sembilan desa.

Korban paling menderita, katanya,  adalah anak dan perempuan, serta nelayan terdampak mengalami kesulitan mencari ikan di sekitar PLTU batubara Pangkalan Susu.

 

 

Riset lanjutan pada 2022 di Pangkalan Susu. Yayasan Srikandi Lestari di lima desa yakni, Desa Pulau Sembilan, Sei Siur, Pintu Air, Kelurahan Beras Basa, Tanjung Pasir dan Lubuk Kertang dan Pangkalan Susu dan Brandan Barat. Dari sana tercatat ada tiga sektor terdampak pembakaran batubara paling merusak kehidupan masyarakat. Antara lain, pertama, sektor perikanan, 659 nelayan menjadi korban mata pencaharian menurun sekitar 70%.

Nelayan memilih menjual sampan atau perahu untuk menutupi utang-utang karena mata pencaharian hilang dan merantau mencari pekerjaan lain.  Bahkan lebih menyedihkan lagi, katanya, mereka jadi pengangguran.

Nelayan tradisional dilarang kerja, diancam, dilempar, diusir saat mencari ikan di sekitar dermaga PLTU batubara Pangkalan Susu. Laut tercemar dari batubara jatuh ke laut dan pembuangan air bahang.

Kedua, sektor pertanian. Ada 316 petani mengelola sawah dengan luas 158,36 hektar menderita gagal panen.  Banyak padi tumbang atau gosong serta terkena hama yang sulit diatasi.

Biaya produksi tinggi membuat petani banyak menjual sawah karena tidak lagi menghasilkan penghidupan.

Sumiati bilang, hingga saat ini korban terus berjatuhan. Pada Maret 2023,  ada lima anak di Desa Sei Siur mengalami sesak napas dan harus memakai alat bantu pernapasan. Bahkan,  kematian beberapa orang dewasa di sekitar ring satu PLTU batubara Pangkalan Susu juga terjadi dengan kondisi paru-paru hancur.

Dalam acara ini hadir juga satu calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ada Abdon Nababan. Dia aktivis HAM, lingkungan hidup dan masyarakat adat yang selama ini aktif di berbagai organisasi salah satu di Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Peraih Ramon Magsaysay Award pada 2017 ini  mengatakan, keikutsertaan dalam kontestasi politik 2024 bertujuan agar apatisme masyarakat terhadap politik bisa ditekan karena akan membahayakan kehidupan bernegara.

“Tidak ada jalan lain untuk memperbaiki negeri ini kalau tidak lewat politik. Karena seluruh keputusan atau kebijakan publik diambil lewat proses politik. Jadi, jangan sampai kita semua apatis,” katanya.

 

*****

 

Exit mobile version