Mongabay.co.id

El Nino, Karhutla dan Darurat Kekeringan di Jawa Timur

 

 

 

 

 

Fenomena El-Nino jadi momok bagi Jawa Timur. Kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan terus menghantui. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat, luas karhutla di Jatim mencapai 18.780,94 hektar.

Antara lain, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di kawasan Gunung Arjuno. Selama dua pekan berlangsung, sekitar 4.750 hektar lahan ludes dimakan si jago merah.

Luasan terbakar itu belum termasuk di area Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).  Area TNBTS yang dilalap api terpicu dari sumber api sepasang calon pengantin, Hendra Purnama dan Pratiwi Mandala Putri. yang ambil foto prewedding gunakan ‘flare’.

“Untuk jumlah luasan yang terbakar, nanti baru akan inventarisasi setelah api bisa dipadamkan,” kata Septi Wardani,  Kepala Bagian Tata Usaha TNBTS.

Adhi Karyono,  Kepala Satgas Karhutla juga Sekretaris Daerah (Sekdaprov) Jatim, mengatakan, sepanjang Januari hingga September ini, 16 kabupaten dan kota di Jatim melaporkan karhutla. Dari belasan daerah itu, lahan terbakar mencapai 5.585,9 hektar.

“Angka itu di luar kebakaran di Tahura R Soerjo (Arjuno),” katanya saat memaparkan progres penanganan kebakaran Arjuno di hadapan Kepala BNPB, Suharyanto, awal September.

Dia bilang, masing-masing daerah mengambil tindakan yang diperlukan untuk atasi kebakaran. Kendati demikian, masih ada beberapa lokasi hingga kini belum padam.

 

Peta titik karhutla Arjuno. Foto: BNPB

 

Ekosistem penting

Adhi mengatakan, Tahura R. Soerjo maupun TNBTS merupakan ekosistem penting. Tahura R. Soerjo di Gunung Arjuno, misal,  rumah bagi sejumlah satwa lindung, seperti elang Jawa, rusa, sampai trenggiling.

Kawasan ini juga berperan penting dalam menyediakan air bagi masyarakat di Jawa Timur. “Ini hulu dari DAS Brantas dan DAS Kedunglarangan,”  katanya.

Pun demikian dengan TNBTS. Selain menjadi habitat satwa, di kawasan itu pula Umbulan, yang merupakan sumber mata air terbesar di Jawa berada. Dengan begitu, kerusakan hutan karena kebakaran, akan mengancam ketersediaan air.

Saat ini, katanya, suplai air bersih ke desa-desa di sekitar Arjuno mulai terganggu karena putus jalur pipa distribusi.

“Identifikasi kami ada 25 desa yang airnya dipasok dari Arjuno. Saat ini masih kami data,” katanya.

Yang pasti, sembari menunggu perbaikan jalur pipa rusak, desa-desa yang pasokan air terganggu akan dipenuhi melalui truk tangki.

 

TN Bromo usai terlalap api. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Sampai November

Kebakaran yang terjadi sejumlah titik di Jatim berhasil dikendalikan, meski begitu Suharyanto meminta para pihak tetap waspada karena fenomena El-Nino diperkirakan berlangsung hingga November, sebagaimana pernyataan Kepala BMKG, Dwi Korinawati.

Suharyanto katakan, dampak El-Nino tak hanya dirasakan Indonesia, berbagai negara di dunia merasakan langsung dampak fenomena ini.

“Ini juga diperparah perubahan iklim hingga jadikan tren bencana terus  meningkat,” katanya.

Mantan Pangdam Brawijaya Jatim ini menyatakan, sampai saat ini,  bencana di Indonesia tercatat mencapai 3.000 kejadian atau kalau dirata-rata  9-10 kejadian setiap hari.

Berdasar telaah BNPB, sebelumnya, penanganan kebakaran fokus di enam provinsi, yakni, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Total ada 50 helikopter water bombing disiapkan.

Sejauh ini, kebakaran di keenam provinsi itu relatif terkendali berkat modifikasi cuaca jauh-jauh hari. Bahkan, di beberapa provinsi masih terjadi hujan. “Untuk di sini, itu sudah tidak bisa modifikasi cuaca,” katanya.

Dalam kunjungan itu, Suharyanto sempat menyerahkan bantuan simbolis kepada Satgas Arjuno, antara lain pompa jinjing (10), pompa kapasitas besar (2), pompa kapasitas sedang (5). Ada juga bantuan operasional Rp750 juta dan insentif untuk para relawan Rp600.000 dan sembako.

 

Gunung Arjuno, Jawa Timur. Lebih 4.000-an hektar lahan dan hutan di kawasan ini ludes dilalap api.Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Darurat kekeringan

Di Jawa Timur, sebanyak 21 dari 37 kabupaten/kota melaporkan alami kekeringa dengan 20 sudah menyatakan status siaga tanggap darurat.

“Status itu sangat penting untuk memudahkan upaya penanganan,”  kata Adhi.

Sebelumnya , mereka telah melakukan upaya antisipasi melalui pembuatan sumur hingga memberikan bantuan pompa. Yang jadi masalah adalah ketersediaan sumber air terbatas.

Menurut Adhi, tidak semua daerah di Jatim memiliki ketersediaan air memadai. Karena itu, mereka menggandeng sejumlah perguruan tinggi untuk eksplorasi sumber-sumber air, seperti ITB dan IPB.  “Salah satunya di Bangkalan. Sudah eksplorasi tapi tidak ada sumber air.”

 

 

Bukti krisis iklim

Wahyu Eka Setiawan,  Direktur Eksekutif Walhi Jatim, mengatakan, karhutla massif di Jatim seolah mengonfirmasi pernyataan Sekjen PBB Antonio Guterres pada 29 Juli 2023. Kala itu, Antonio menyebut,  era pemanasan global telah usai berganti global boiling (pendidihan global).

Menurut Wahyu, pernyataan itu tidak untuk menakut-nakuti tetapi fakta.  Saat ini, katanya,  menunjukkan kondisi demikian. “Bagaimana gelombang panas yang pernah menyapu hampir seluruh wilayah Eropa, dan kebakaran hutan hebat di Amerika.”

Para ilmuwan terutama yang terkoneksi dengan IPCC dalam laporannya juga menyampaikan, pada 2023 ini suhu meningkat mencapai 1.15 derajat celcius, akan terus naik sampai 2 derajat celsius pada 2050.

“Sementara di Indonesia peningkatan temperatur mencapai 1.3-1.4 derajat celcius,” kata Wahyu.

 

Karhutla di TNBTS. Foto: BNPB

 

Hasil pemantauan  Walhi, suhu harian rata-rata juga terus alami peningkatan. Pada kurun 1901-2010, misal, suhu harian tercatat mencapai sekitar 25.62 derajat celcius, meningkat perlahan 2010-2022 sekitar 26 derajat celcius.

Puncak suhu terpanas sejak 2000-2010 sekitar 30-31 derajat celcius meningkat tajam hingga 34-36 derajat celcius pada 2010-2023 ini. “Karhutla dan kekeringan menjadi penanda bahwa kita tengah berada dalam situasi krisis iklim,” katanya.

Sejalan dengan itu, bencana iklim di Jatim dalam 10 tahun terakhir juga meningkat. Pada 2021-2022, banjir dan longsor landa 15 kabupaten/kota di Jatim. Sedangkan pada 2023, 16 kabupaten/kota melaporkan karhutla dan kekeringan.

Walhi menilai, meningkatnya karhutla dan bencana juga dipengaruhi kebijakan yang tidak sensitif iklim, seperti penataan ruang justru memfasilitasi alih fungsi kawasan. Selain itu,  masih ada praktik land clearing dengan metode membakar serta lemahnya pengawasan dan penindakan bagi pelanggaran pemanfaatan kawasan juga turut berperan.

Wahyu mengatakan, mengatasi perubahan iklim dan dampaknya tidak bisa serta merta. Tak cukup tiga atau 10 tahun. Karena itu, sudah seharusnya politik lingkungan menjadi pijakan utama dalam membuat kebijakan.

“Pemerintah perlu penilaian mengenai kawasan mana saja yang mengalami degradasi, apa saja problemnya karena itu akan dipakai sebagai landasan kebijakan yang tepat sasaran.”

Upaya penilaian, katanya, bisa dengan kaji ulang kebijakan tata ruang yang ada dengan memprioritaskan perlindungan kawasan, seperti tidak menerbitkan izin tambang dan peruntukan lain di kawasan hutan.

Pemerintah, katanya,  tidak boleh lagi mengubah kawasan hutan tersisa hanya untuk kepentingan ekonomi. Sebaliknya, kepentingan ekonomi yang harus mengikuti pola tata ruang.

“Kebijakan pro iklim ini sebagai investasi untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim, seperti banjir, longsor hingga karhutla di masa depan,” kata Wahyu.

 

 

 

*******

 

 

 

Exit mobile version