Mongabay.co.id

Ular Langka Endemik Bromo Ini Ditemukan Kembali

 

 

Pada dua gunung aktif [Gunung Bromo dan Gunung Semeru] yang memiliki suhu relatif dingin; ada jenis ular langka yang kemunculannya jarang ditemukan. Orang setempat memanggilnya Ular Bhumi Tengger [Tetralepis fruhstorferi] atau dikenal sebagai Bluebelly Java snake maupun  Fruhstorfer’s Mountain Snake.

“Ularnya unik, hanya bisa ditemukan di Pegunungan Bromo Tengger Semeru,” terang Luhur Septiadi, peneliti ular endemik Bromo tersebut kepada Mongabay Indonesia akhir September 2023.

Secara ekologi, ular ini memiliki karakteristik khusus, tidak seperti jenis lainnya lainnya. Sebut saja, hidup pada hutan submontana, sebarannya di wilayah relatif tinggi, serta mampu beradaptasi pada suhu dingin. Misalnya, di Gunung Semeru yang merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa, terletak di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur [3.676 m dpl] dengan kisaran suhu 3 – 20°C.

“Jarang sekali ada ular yang memiliki habitat seperti ini.”

Baca: Bisakah Kita Hidup “Bertetangga” dengan Ular?

 

Ular Bhumi Tengger [Tetralepis fruhstorferi] atau dikenal sebagai Bluebelly Java snake, ditemukan kembali tahun 2019. Foto: Luhur Septiadi/Bromo Tengger Semeru Herpetofauna Conservation [BTSHC]

 

Ular ini pertama kali dideskripsikan oleh herpetolog Jerman, Oskar Boettger, tahun 1892 silam, dan tercatat ditemukan kembali pada 1978 oleh peneliti Indonesia. Namun setelah itu, tak ada catatan temuan terbaru.

Luhur menjelaskan, tidak banyak orang yang tahu tentang ular misterius ini. Dengan sebarannya yang kecil dan jarang dijumpai, menjadi tantangan tersendiri dalam menguak informasinya.

Pencarian ular endemik langka ini dilakukan tim Bromo Tengger Semeru Herpetofauna Conservation [BTSHC] dengan langsung menelusuri hasil eksplorasi sebelumnya, di Ranu Darungan, Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Senduro yang dilakukan tim dari UIN Sunan Ampel Surabaya. Awal 2019, ular ini ditemukan, namun salah identifikasi.

Tim BTSHC pun melakukan pencarian lebih luas. Hasilnya, tim berhasil mengonfirmasi keberadaan dan menemukan ular ini pada area lainnya di sekitar Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru [TNBTS].

Tim ini kolaborasi antara staf TNBTS, peneliti dari Universitas Brawijaya, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Universitas Negeri Malang, BRIN, dan Chulalongkorn University, Thailand.

“Tahun 2019, secara tidak sengaja ular ini ditemukan kembali, yang berarti 41 tahun menghilang,” kata Luhur.

Baca: Bukan Ular, Tapi Hati-hati dengan Racun Binatang Ini

 

Ular Bhumi Tengger yang jarang diketahui keberadaannya. Luhur Septiadi/Bromo Tengger Semeru Herpetofauna Conservation [BTSHC]

 

Penemuan

Penemuan ini telah dipublikasikan di jurnal internasional Russian Journal of Herpetology Vol. 30, No. 4, 2023, pp 249-254. Dalam penelitian tersebut, Luhur Septiadi, Ahmad Nauval Arroyyan dan kolega menuliskan spesies ular langka itu ditemukan pada zona enclave atau daerah khusus berukuran kecil, komunitas pedesaan penduduk telah menetap, sebelum pendirian resmi taman nasional, khususnya sekitar Danau Ranu Pani.

Ular Bhumi Tengger memiliki ciri morfologi seperti kepala tidak jelas dari leher, mata kecil, dan tubuh bulat. Begitu juga pada perutnya tampak lebih bulat.

“Sedangkan warna pada punggungnya tampak cokelat kemerahan tua, dengan garis tulang belakang gelap,” tulis jurnal tersebut.

Dari catatan penelitian itu, sebagian besar spesimen yang dikumpulkan berasal dari barat sisi gunung seperti di Tosari, Nongkojajar, Cemoro Lawang, Gunung Bromo dekat aliran sungai.

“Berdasarkan catatan koleksi, spesies ini—sementara mungkin tidak semi-akuatik, mungkin bergantung pada perairan [danau dan sungai].”

Dari catatan tempat penemuan, spesies ini berasal dari tingkat ketinggian 1.200 – 2.600 m dpl, tetapi mengingat kurangnya spesimen yang diamati dan dikumpulkan, hal ini tidak menutup kemungkinan adanya populasi sampai ke tepi hutan Gunung Semeru, seperti di Kalimati [2.500 m dpl].

“Namun dari laporan penduduk setempat, ular ini sering ditemukan di kawasan Danau Ranu Pani.”

Spesies diduga merupakan hewan terestrial [hewan darat] atau semi-fossorial karena tidak ada pohon yang tinggi atau tebing diamati di sekitar danau, hanya dikelilingi rerumputan tinggi dan semak belukar. Dari sejumlah penemuan peneliti, ditemukan individu bertengger di dahan semak, juga bergerak lambat.

“Namun pengamatan kami membuktikan bahwa ia mampu bergerak cepat melintasi medan yang keras,” tulis peneliti.

Baca juga: Ular Kobra Masuk Rumah Warga, Fenomena Apa?

 

Ular Bhumi Tengger yang terakhir kali terlihat tahun 1978. Foto: M. R. Idrus/BTSHC/Russian Journal of Herpetology

 

Dari sejumlah catatan penelitian, Hodges [1993] misalnya, menyebutkan bahwa spesies ini terlihat di siang hari, menunjukkan bahwa ia hidup diurnal. Sebaliknya, dari penelitian Iskandar dkk. [2012], menyatakan bahwa ia ditemukan dan ditangkap awal malam. Ini menunjukkan spesies tersebut sebagai hewan nokturnal. Sedangkan dari penelitian Arroyyan dkk. [2020], spesies ini teramati pagi hari.

“Mengingat laporan-laporan tersebut, spesies ini mungkin juga bersifat kathemeral, aktif dengan pola yang tidak teratur, aktif siang dan malam.”

Namun dari semua temuan, individu tersebut ditemukan di pengujung musim hujan, sehingga diduga lebih menyukai suasana sejuk dan iklim musiman.

Lembaga Konservasi Dunia [IUCN] telah memasukkan ular endemik Bromo ini dalam kategori Vulnerable [VU] atau Rentan.

Luhur menjelaskan, kebakaran yang terjadi di savana dan vegetasi kaldera Bromo, menjadi ancaman keberadaan ular ini. Selain itu aktivitas pendakian, wisata, pertanian, serta kurangnya literasi dan kesadaran terhadap pentingnya spesies ini menjadi ancaman lainnya.

“Kita sedang berpacu dengan ancaman kepunahan satwa yang nyata, tetapi masih banyak hal yang masih belum kita ketahui,” pungkasnya.

 

Exit mobile version