Mongabay.co.id

Belajar dari Kasus Bromo, Kebakaran Gara-gara Urusan Foto ‘Prewedding’

 

 

 

 

 

Suara bergetar, tatapan lurus ke orang-orang yang duduk di hadapannya. Perlahan Hendra Purnama,  menyampaikan permohonan maaf kepada tokoh sesepuh Tengger, hari itu.

“Saya mewakili rombongan yang melakukan sesi pemotretan prewedding sekaligus penyebab kebakaran kawasan konservasi Gunung Bromo meminta maaf. Kami tidak bermaksud serta merta membakar kawasan, kami mengaku lalai ketika itu,” katanya, 15 September lalu.

Hendra Purnama, adalah calon mempelai pria yang ambil foto prewedding di Bukit Teletubbies, Bromo. Gara-gara flare saat foto prewedding 6 September lalu lalu itu, padang savana di Lembah Watangan (Bukit Teletubbies) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) terbakar parah. Total, ada 504 hektar lebih lahan ludes terlalap api.

Hendra bilang, sempat berusaha memadamkan api dengan air mineral yang dia bawa tetapi tak berhasil. Api membesar hingga tak bisa dikendalikan.

Upaya pemadaman baru membuahkan hasil setelah helikopter super puma Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) lakukan water bombing setelah empat hari, plus hujan sempat turun.

Saat meminta maaf kepada para sesepuh Tengger, Hendra tak sendirian. Calon istrinya, Pratiwi Mandala Putri beserta tiga kru wedding organizer yang ikut sesi pemotretan juga turut serta. Mereka didampingi penasihat hukum, Mustaji–mantan polisi–dan Hasmoko.

 

Bekas kebakaran Gunung Bromo, yang dipicu pengambilan foto prewedding. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Menyesal

Kepada para sesepuh Tengger, Hendra mengaku lalai dan menyesal telah menyebabkan karhutla di TNBTS. Pasangan ini kendati turut berperan memicu kebakaran masih bebas, tanpa harus merasakan pengapnya dinding sel.

Polres Probolinggo yang menyidik kasus ini hanya mengenakan wajib lapor seminggu dua kali karena status hanya saksi.

Nasib berbeda dialami Andre Wibowo, sang manajer WO. Oleh penyidik, dia ditetapkan sebagai tersangka, tak lama setelah menjalani pemeriksaan di Mapolres. Andre pun satu-satunya orang yang menyandang status tersangka dalam kasus ini.

“Setelah kami pendalaman, satu saksi kami naikkan status sebagai tersangka, yakni AW (Andre Wibowo) selalu manajer WO,” kata AKBP Wisnu Wardhana,  Kapolres Probolinggo, kepada awak media, awal September lalu.

Andre,  dinilai sebagai pihak paling bertanggung jawab atas insiden yang menghabiskan ratusan hektar lahan di kawasan konservasi itu. Namun, lanjut Kapolres, tidak menutup kemungkinan tersangka bertambah. “Semua masih didalami.”

Saat jumpa pers awal September, kepolisian sempat menunjukkan Andre kepada awak media. Tak banyak bicara, Andre yang mengenakan seragam tahanan warna orange terlihat lesu. Wajah terus menunduk, seolah berusaha menghindari jepretan kamera wartawan.

 

Andre Wibowo, sang manajer WO. Foto: Polres Probolinggo

 

Jadi pelajaran

Kasus berawal dari pengambilan foto prewedding di sekitar Bukit Teletubbies, Bromo, 6 September lalu. Andre, warga Kelurahan Tompokersan, itu datang bersama lima orang, termasuk calon mempelai.

Semula, pemotretan berlangsung lancar hingga sampai pada sesi penggunaan flare sebagai propertinya. Empat flare berhasil menyala normal tetapi tidak dengan satu flare tersisa. Properti terakhir itu meletup hingga memicu kebakaran di Bukit Teletubbies, Bromo.

“Mereka bawa lima flare. Empat berhasil menyala, satu gagal dan meletup,” kata Wisnu, pekan lalu.

Menurut dia, letupan itulah yang menimbulkan percikan api dan menyambar rumput kering di Bukit Teletubbies.

Detik-detik awal ketika api mulai membakar padang savana di Bukit Teletubbies itu pun sempat terekam kamera sejumlah warga yang ada di sekitar lautan pasir itu.

Dalam video yang beredar di media sosial, mereka terlihat santai, seolah tak peduli pada api di belakang yang mulai membesar.

Petugas TNBTS yang mendapat kabar itu kemudian melapor ke Polsek Sukapura. Selanjutnya, tersangka dan rekan-rekannya diamankan. Atas perbuatan itu,  Andre terancam hukuman lima tahun, denda Rp1,5 miliar. Kini kasus kebakaran Bromo ditangani Polda Jatim.

Dalam pemeriksaan terungkap bila rombongan prewedding ini hanya mengantongi tiket masuk, tak memiliki izin masuk ke kawasan konservasi (Simaksi). Padahal, pengambilan gambar oleh profesional memerlukan izin itu.

Wahyu Eka Setiawan,  Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur mendesak polisi pendalaman guna mencari aktor lain yang dinilai turut bertanggung jawab atas kasus ini.

“Polisi harus memperdalam lagi untuk mencari pelaku lain yang turut bertanggung jawab. Jelas masalah ini seharusnya memberikan efek jera, jangan sampai ini jadi preseden buruk, orang makin mengabaikan persoalan,” katanya.

Dia juga kritik TNBTS. Insiden ini, katanya, harus bisa jadi pelajaran bagi pengelola TNBTS untuk lebih memaksimalkan pencegahan dan pengawasan, serta edukasi kepada masyarakat dan wisatawan.

Selain itu, berkaca dari kejadian ini, TNBTS juga dinilai perlu segera membuat early warning system (sistem peringatan dini) partisipatif dengan melibatkan semua pihak.

Setiap orang, katanya, termasuk wisatawan dapat melaporkan kejadian atau memberikan tanda kepada otoritas terkait secara cepat.

Wahyu bilang, early warning system (EWS) sangat penting guna mencegah kejadian terulang. Sebab, dampak dari karhutla sangat besar, secara ekonomi, ekologis, bahkan kesehatan.

“Keseimbangan ekosistem pasti terganggu. Dampaknya multidimensi.”

Pernyataan sama juga datang dari Forum Sahabat Gunung (FSG). Humas FSG, Anshori menyinggung, penetapan tersangka yang hanya pada manajer WO. Penggunaan flare saat pengambilan foto, katanya, tidak mungkin terjadi tanpa persetujuan pemilik hajat.

“Sebelumnya, pasti ada perbincangan, kesepakatan-kesepakatan bagaimana konsep serta properti yang digunakan.”

Sebagai kawasan konservasi, Bromo juga destinasi wisata dengan konsep turis massa.

“Masalah Bromo tidak hanya pada ancaman kebakaran juga sampah. Ini perlu perhatian semua.”

 

Bekas kebakaran di Bromo, yang dipicu pengambilan foto prewedding. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Kerugian

Berdasar catatan Mongabay, kebakaran di TNBTS setidaknya sudah tiga kali terjadi tiga sepanjang tahun ini. Pertama kali, kebakaran terjadi di Blok Bantengan, termasuk Kabupaten Lumajang pada 3 September. Kendati api berhasil dipadamkan, peristiwa serupa kembali terjadi dua hari kemudian. Kali inj di area Penanjakan, Pasuruan.

Vegetasi di sana hangus hingga memaksa TNBTS menutup area yang menjadi spot utama menikmati sunrise itu. Lalu, pada 6 September dipicu flare prewedding, sekaligus menjadikan insiden paling parah dari rangkaian kebakaran di TNBTS yang pernah terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Sisi lain, upaya restorasi mengembalikan wilayah di sekitar Gunung Bromo memerlukan waktu tak sebentar karena kebakaran cukup parah.

“Untuk pohon-pohon asli di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru seperti cemara gunung, kesek, tutup, pasang, yang terdampak kebakaran, itu kurang lebih diperkirakan membutuhkan waktu tiga sampai lima tahun,” kata Hendro Widjanarko, Kepala TNBTS seperti dikutip Antara.

Pada 21 September lalu, Hendro berkesempatan melihat langsung dampak kebakaran di Bromo..Salah satu lokasi yang sempat dikunjungi adalah Bukit Teletubbies alias Lembah Watangan.

Sejauh mata memandang, hanya tampak hamparan lahan menghitam, nyaris tanpa jeda.

Hendro telah menyiapkan tiga skenario untuk merestorasi wilayah konservasi rusak itu, secara alami, pada zona Padang Savana. Lalu, rehabilitasi dengan penanaman kembali dan restorasi guna mengembalikan unsur hayati lahan.

Kebakaran Bromo ini, katanya, mengakibatkan kerugian tak sedikit. Secara material, total kerugian diperkirakan capai Rp5,4 miliar.

Kerugian itu mencakup biaya pemadaman darat, hilangnya flora dan fauna, biaya pemulihan ekosistem serta potensi kehilangan pendapatan dari pelaku wisata. Belum termasuk,  biaya pemadaman via udara dan kerusakan jaringan pipa air warga.

“Itu dari pendekatan biaya pemadaman, nanti kerugian kehilangan habitat satwa dengan pendekatan biaya pemulihan ekosistem. Kemudian juga akibat hilangnya jasa rekreasi,” katanya, mengutip IDXChannel.

 

Pasangan yang sedang ambil foto prewedding dengan flare di Bromo, yang memicu karhutla. Foto: Istimewa

 

Ekosistem terganggu

Luthfiralda,  dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia mengatakan, ada banyak dampak turunan bakal terjadi karena kebakaran ini. Misal, ekosistem terganggu, termasuk tanaman, mikroba, jamur, dan organisme lain yang mendiami kawasan.

“Banyak ahli mengadakan penelitian mengenai pemulihan kembali lahan akibat kebakaran. Mereka berpendapat butuh waktu cukup lama sampai puluhan tahun untuk mengembalikan lingkungan ke kondisi sedia kala,” katanya, dikutip dari TrenAsia.

TNBTS, katanya,  punya ekosistem unik, seperti gurun, lautan pasir, dan padang savana. TNBTS juga dihuni pohon-pohon besar yang berusia ratusan tahun, seperti cemara gunung, tumbuhan konifer jamuju, edelweis, serta berbagai jenis anggrek dan rumput langka.

TNBTS juga rumah bagi berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar dilindungi. Setidaknya,  ada 38 jenis satwa liar tercatat di kawasan ini, termasuk 24 spesies burung, 11 spesies mamalia, satu spesies reptil, dan dua spesies serangga.

“Untuk mengembalikan fungsi lahan pasca kebakaran, perlu diambil langkah-langkah konkret. Salah satunya, mendata vegetasi yang terdampak kebakaran dan memahami biologi spesies tumbuhan.”

Kebakaran Bromo meludeskan ratusan hektar lahan. Kemarau panjang memicu kekeringan hingga mudah karhutla yang kini terjadi di berbagai daerah.

“Keterlibatan semua pihak perlu ditingkatkan agar kejadian serupa [kasus Bromo] tak terulang,” kata Anshori.

 

 

******

Exit mobile version