Mongabay.co.id

Video: Para Penjaga Hutan Mangrove Batam

 

 

 

 

 

 

Rembulan Boru Ginting, sedang membersihkan area pembibitan mangrove di Tanjung Piayu, Kota Batam, Kepulauan Riau, hari itu. Perempuan ini aktif membantu Akar Bhumi Indonesia mengkonservasi mangrove dekat rumahnya.

Sudah banyak mangrove ditanam Ginting. Dia tak ingat lagi berapa jumlah bibit mangrove tumbuh. “Pernah saya ikut menanam 25.000 batang bibit mangrove,” kata Ginting kepada Mongabay, belum lama ini.

Dulu, katanya, banyak warga Tanjung Piayu, ikut bersama Akar Bhumi menanam mangrove. Belakangan sudah berkurang, salah satu alasan karena tantangan saat menanam.

“Tantangan banyak, mulai dari lumpur, bau limbah, kadang-kadang ada ular juga ketika kita menanam,” katanya.

Bagi Ginting,  mangrove bukan tanaman biasa. Ia merupakan benteng pesisir Pulau Batam. “Kalau tidak ada mangrove, sudah banjir semua ini Batam,” kata Ginting dalam logat Batak.

Serupa dikatakan Gary D Semet, pengelola desa wisata Pandang Tak Jemu, Nongsa, Kota Batam. Bersama warga Gary mengubah perkampungan di pesisir yang dulu kumuh jadi desa wisata.

 

Rembulan Boru Ginting mengisi tempat pembibitan mangrove. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

Tak hanya jadikan destinasi, mangrove yang sudah hidup ratusan tahun di kawasan ini juga tetap mereka jaga. Upaya itu kemudian mendapat perhatian pemerintah pusat hingga desa wisata Pandang Tak Jemu Bakau Serip ini mendapatkan anugerah Desa Wisata dari Kementerian Pariwisata.

Bersama warga, Gary menjaga ekosistem mangrove dengan jadikan sebagai destinasi wisata hutan mangrove. Di sana juga ada program edukasi dan konservasi. “Ini upaya  melindungi mangrove di kampung kami,” katanya.

Di desa wisata yang dikelola Gary juga kerap acara seremonial penanaman mangrove oleh pemerintah atau swasta. “Setidaknya ada tujuh hektar hutan mangrove di kawasan ini,” kata Gary.

Upaya konservasi hutan mangrove semakin kuat dilaksanakan oleh warga Kampung Tua Bakau Serip. Apalagi krisis iklim seperti gelombang ombak besar, badai, cuaca yang tidak menentu menerpa kampung mereka. “Mangrove pelindung bagi kampung kami,” kata Gary.

 

 

 

Begitu juga upaya yang dilakukan Ahmad Kotim. Pria 35 tahun ini menanam mangrove di sisi selatan Pulau Batam. Ribuan bibit sudah mereka tanam secara sukarela. Dia juga jadi mitra Akar Bhumi untuk penanaman mangrove dari program pemerintah atau swasta.

Kotim menemukan kenyaman tersendiri ketika bekerja menjaga mangrove. Awalnya, dia karyawan swasta.

Sedari kecil orang tua Kotim menanamkan rasa peduli lingkungan. Dia sering diajak membersihkan lingkungan oleh orangtuanya, seperti ikut gotong royong. “Sejak itu,  sudah tertarik pada lingkungan,” katanya.

Dia memahami perlu upaya manusia untuk menyelamatkan lingkungan, salah satunya dengan upaya menanam mangrove. Tidak sekadar menjadi benteng pulau, mangrove bagi Kotim juga membuat daerah sekitar sejuk. “Maka saya berharap semua menanam mangrove, satu saja nggak papa, yang penting ikhlas.”

Gary, Ginting dan Kotim memahami pentingnya mangrove, apalagi pulau-pulau kecil. Namun mereka terus khawatir akan amcaman kerusakan hutan mangrove untuk alasan ‘pembangunan’.

“Di sini kita menanam, di tempat lain mangrove ditimbun, disitu sulitnya sekarang,” kata Gary.

 

Truk menimbun hutan mangrove di pesisir Pulau Batam. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

Kotim pun was-was. Lokasi dia tanam mangrove di pesisir selatan Batam jadi target penimbunan. Bahkan kasus penimbunan sempat ramai belum lama ini.  Setelah advokasi dari Akar Bhumi, penimbunan mangrove untuk bangun sekolah ini dihentikan.

“Miris memang, kalau bisa mereka yang tidak bertanggung jawab itu ditangkap saja. Kita sudah berupaya menanam, tetapi dengan melanggar aturan mereka seenaknya menimbun.”

Dalam liputan Mongabay sebelumnya, hasil pemantauan satelit hutan mangrove di pulau utama Batam terus berkurang. Tahun 1990,  hutan mangrove di Batam hampir 6.000 hektar. Saat ini,  tersisa 2.000 hektar lebih.

Dari data Nusantara Atlas dijelaskan beberapa faktor penyebab tutupan hutan mangrove hilang di sana, mulai deforestasi, reklamasi, hingga pembangunan waduk.

Data itu sejalan dengan temuan Akar Bhumi Indonesia. Dua tahun belakang,  tim advokasi mereka melaporkan 22 kerusakan lingkungan di Kota Batam. Sebagian besar kerusakan itu berada di hutan mangrove.

“Jadi,  ancaman kerusakan mangrove banyak, mulai reklamasi, pembangunan, tambak udang, dan lain-lain,” kata Hendrik Gunawan, pendiri Akar Bhumi Indonesia, belum lama ini.

 

******

 

Exit mobile version