Mongabay.co.id

Petani Kopi Arabika Gayo Ungkap Kekhawatiran Dampak Perluasan Pertambangan Emas Linge

 

Para petani di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, Provinsi Aceh khawatir tambang emas yang akan melakukan proses produksi di Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah akan mengancam produksi kopi mereka.

Pada 23 September 2023, PT Linge Mineral Resources (PT LMR) mengumumkan tambahan rencana studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) kegiatan penambangan dan pengolahan bijih emas dan mineral pengikut untuk proyek Abong. Luas proyek ini mencapai 428 hektar, berada di Desa Lumut, Ise-Ise, Owag, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah.

Dalam pengumuman itu, PT LMR menyebutkan, Amdal tersebut dibuat untuk meningkatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP), dari eksplorasi menjadi IUP produksi.

“Luas perizinan yang akan dilakukan studi Amdal di Blok Abong mencapai 428 hektar, dengan kapasitas produksi bijih maksimal 357.652 ton setiap tahun,” sebut PT LMR dalam pengumuman itu.

Perusahaan juga mengumumkan, akan terdapat perubahan proses pengelolaan tailing yang sebelumnya berupa wet tailing dan ditampung di Tailing Storage Facility (TSF) menjadi dry tailing atau tailing kering yang ditampung pada Dry Tailing Storage Facilities (DTSF).

Tailing sendiri merupakan limbah batuan atau tanah halus sisa dari pemisahan dan penggerusan tembaga, emas, dan perak.

 

Kopi arabika yang diusahakan oleh masyarakat di bawah tegakan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Baca juga: Sempat Dicabut, Izin Perusahaan Tambang emas di Aceh Tengah Diberlakukan Kembali

 

Sejumlah masyarakat Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah yang hidup menggantungkan ekonomi dari perkebunan kopi mengaku khawatir, jika kegiatan pertambangan emas di Linge ditingkatkan ke usaha produksi.

“Kopi arabika termasuk arabika gayo sangat tergantung dari hutan. Kopi ini butuh tempat yang dingin, kalau suhu naik, kualitas kopi akan terancam,” jelas Sri Wahyuni salah seorang petani kopi di Kabupaten Aceh Tengah (10/10/2023).

Kehilangan tutupan hutan di Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues untuk dijadikan lahan perkebunan dan pertanian, membuat kopi mulai terancam. Apalagi kalau sampai hutan rusak karena kegiatan pertambangan emas.

“Hama ulat sebelumnya hanya menyerang kopi di bawah 800 mdpl. Saat ini tanaman kopi di ketinggian 1.200 mdpl juga mulai diserang. Kami tidak bisa bayangkan apa yang akan terjadi kalau perusahaan emas itu beroperasi,” ujar Sri.

Sungai Linge sendiri mengalir di Kabupaten Aceh Tengah, juga melewati Kabupaten Bener Meriah, Aceh Utara, dan Aceh Timur.

“Bayangkan apa yang akan terjadi jika sungai ini tercemar, padahal di empat kabupaten itu banyak masyarakat yang hidup dari sungai ini, sumber air digunakan untuk lahan pertanian, hingga sebagai tempat mencari ikan,” katanya.

Sri yang juga pegiat lingkungan khawatir, kalau kualitas kopi arabika Gayo hancur, maka bertambah pula puluhan ribu orang warga Aceh yang hidup miskin.

“Kopi arabika gayo ini yang menafkahi keluarga, termasuk menyekolahkan anak-anak kami,” sambungnya.

Rahman, warga Lumut, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, pun turut khawatir. Dia merasa pencemaran lingkungan pasti akan terjadi.

“Kami khawatir selain mencemari air, kegiatan mereka juga akan merusak dan mencemari tanah, sehingga mengganggu kesehatan masyarakat,” ujarnya (10/10/2023).

 

Warga khawatirkan dampak perluasan tambang emas dan perubahan bentang lahan akan berpengaruh kepada produksi kopi mereka. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Izin Pernah Dibatalkan

Sebelumnya Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mencabut IUP PT LMR dengan surat bernomor: 20220405-01-92695, tertanggal 05 April 2022. Surat itu bertahan empat bulan, yang kemudian dibatalkan.

Pada 30 Agustus 2022, Menteri Investasi/Kepala BKPM mengeluarkan surat pembatalan pencabutan IUP PT LMR berdasarkan surat Nomor: 20220829-08-01-0043.

“Pembatalan pencabutan dilakukan karena keberatan yang diajukan pelaku usaha. Setelah dilakukan klarifikasi penilaian teknis oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan BKPM, PT Linge Mineral Resources memenuhi syarat dan dinyatakan IUP tersebut sah dan berkekuatan hukum,” sebut Bahlil saat itu.

Salah seorang warga Kabupaten Aceh Tengah, Sutrisno sebelumnya melaporkan PT LMR ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dia menilai perusahaan itu akan merugikan masyarakat.

“Saya melaporkan PT LMR ke KLHK karena saya menduga perusahaan tersebut belum mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan lokasi pertambangan. Mereka berada di dalam hutan yang jadi koridor satwa langka terancam punah, seperti harimau sumatera, dan satwa lainnya,” kata Sutrisno (10/10/2023).

“Tidak kalah penting, di kawasan pertambangan PT LMR itu ada cagar budaya masyarakat Gayo, seperti makam dan situs Kerajaan Linge,” sambungnya.

Dia bilang, alasan lainnya bahwa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT LMR tumpang tindih dengan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan lain. Penyusunan Amdal perusahaan pun tidak melibatkan sebagian besar unsur masyarakat pada tahap konsultasi publik. Bahkan pada saat proses konsultasi, ada masyarakat yang menolak kehadiran perusahaan.

Pada 12 September 2022, Direktur Pengaduan Pengawasan dan Sanksi Administrasi Dirjen Gakkum KLHK dalam surat bernomor S.1467/PPSALHK/PDW/GKM.0/9/2022 meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menindaklanjuti pengaduan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PT LMR sendiri merupakan perseroan penanaman modal asing, pemegang IUP Eksplorasi mineral logam yang dikeluarkan Kepala BKPM bernomor: 21/1/IUP/PMA/2017 tentang persetujuan penyesuaian izin usaha pertambangan eksplorasi untuk komoditas emas.

Merujuk data WALHI Aceh, di tahun 2006 PT LMR Resource mendapatkan izin Kontrak Karya dari Bupati Aceh Tengah. Di tahun 2009, izin untuk perusahaan ini disesuaikan ke Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Perusahaan yang saat ini sahamnya dimiliki PT Bumi Resources Minerals Tbk mendapatkan IUP Eksplorasi pada tahun 2009 dengan luas areal 98.143 ha, melalui Keputusan Bupati Aceh Tengah Nomor 530/2296/IUP-EKSPLORASI/2009 tentang Peningkatan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi.

 

Exit mobile version