Mongabay.co.id

Riset: Penambangan Pasir Menimbulkan Dampak Serius, Apa Ada Solusi Menguranginya?

 

Baru-baru ini, PBB memperingatkan bahwa industri pengerukan pasir laut, –atau yang dikenal sebagai penambangan “sedimentasi pasir laut”–  mengekstraksi sekitar 6 miliar ton pasir dari lingkungan laut setiap tahun.  Angka ini adalah kira-kira setara dengan daya angkut 1 juta truk sampah.

Penambangan pasir laut tidak hanya membahayakan keanekaragaman hayati dan ekosistem laut, namun juga membuat masyarakat pesisir lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim, termasuk kenaikan permukaan laut.

Data baru pun menunjukkan bahwa ekstraksi pasir dari lingkungan laut terjadi pada tingkat yang tidak berkelanjutan di seluruh dunia. Marine Sand Watch, sebuah platform data global baru yang melacak dan memantau pengerukan pasir, tanah liat, lanau (pasir pecahan kristal kwarsa), kerikil, dan batu di lingkungan laut memvalidasi temuan ini.

Platform baru ini sendiri menggunakan algoritma yang sama dengan platform pemantauan penangkapan ikan Global Fishing Watch, yang mengumpulkan informasi tentang kapal pengerukan melalui sinyal sistem identifikasi otomatis (AIS) dan kecerdasan buatan (AI).

“Penambangan pasir tidak terlihat karena berada di bawah air,” jelas Pascal Peduzzi, Direktur GRID-Geneva Program Lingkungan PBB (UNEP), organisasi yang meluncurkan Marine Sand Watch, menjawab pertanyaan Mongabay.

“Platform ini membuat hal-hal yang tidak terlihat menjadi terlihat, dan kami menyoroti industri ini yang selama ini kurang terperhatikan.”

 

Pengerukan pasir di perairan Sulawesi Selatan. Dok: WALHI.

Baca juga: Benarkah Demi Kesehatan Laut, Pemanfaatan Sedimentasi Laut Dilakukan?

 

Pasir dan sumber daya alam laut lainnya diekstraksi untuk sejumlah tujuan, termasuk pembuatan semen atau beton, bangunan, jalan atau infrastruktur lainnya. Meski penambangan pasir dapat membuat garis pantai lebih rentan terhadap kenaikan permukaan laut, namun sebagian pasir ditambang untuk proyek pengisian pantai-pantai guna melindungi garis pantai dari kenaikan permukaan laut.

Peduzzi menyebut banyak operasi penambangan pasir laut menggunakan peralatan mirip “penyedot debu raksasa” untuk mengeruk pasir dari dasar laut.

“Dalam skala kecil, ini memberikan cukup waktu bagi biota laut untuk pulih, dampaknya dapat dikurangi. Tapi dalam ekstraksi dan skala besar, maka kita akan melihat hilangnya kehidupan [dari laut].”

Menurut Peduzzi, penambangan pasir di lautan dapat menimbulkan berbagai dampak, termasuk rusaknya keanekaragaman hayati dan habitat, polusi air dan perubahan kualitas air serta meningkatnya kerentanan garis pantai terhadap kenaikan permukaan laut.

Data dari platform ini menunjukkan bahwa penambangan pasir laut terjadi di Laut Utara, Asia Tenggara, dan Pantai Timur Amerika Serikat. Namun, terdapat juga perbedaan dalam praktik ekstraksi pasir di berbagai belahan dunia.

“Di Laut Utara, ekstraksi pasir tidak terjadi di dalam sistem pantai dekat pantai yang aktif,” kata Vera Van Lancker, ahli geologi kelautan di Royal Belgian Institute of Natural Sciences kepada Mongabay.

“Misalnya, di Belanda, ekstraksi hanya dapat dilakukan pada kedalaman lebih dari 20 meter. Di Belgia juga, ekstraksi hanya diperbolehkan di zona di mana Anda tidak akan mengalami pertukaran aktif sedimen pasir dengan pantai atau dengan daerah dekat pantai.”

 

Penambangan pasir di Pulau Tern, Safety Bay, Australia Barat. Foto: Calistemon melalui Wikimedia Commons (CC BY-SA 4.0).

Baca juga: Kabar Rencana Penambangan Pasir Laut Khawatirkan Warga Pesisir Demak

 

Penambangan pasir bukanlah praktik yang hanya terjadi di dalam dan sekitar lautan, namun juga terjadi di darat. Laporan yang diterbitkan oleh UNEP di tahun 2022, menemukan industri mengekstraksi sekitar 40-50 miliar metrik ton pasir, kerikil, batu pecah, dan agregat dari lingkungan global, termasuk di dari lingkungan laut.

Laporan tersebut menyatakan bahwa jumlah bahan yang diekstraksi ini telah melebihi tingkat pengisian alami yang ada di planet ini.

Untuk mengurangi dampak yang terjadi, Peduzzi mengatakan ada solusi untuk masalah ini. Industri, sebutnya dapat mencoba meminimalkan pemborosan pasir dan sumber daya lainnya serta mendaur ulang bahan.

Selain itu, perusahaan dapat melakukan pengerukan yang mengurangi dampak lingkungan laut dengan menyisakan pasir setebal 50-60 sentimeter di dasar laut, yang memungkinkan lebih banyak keanekaragaman hayati kembali ke daerah tersebut.

“Fakta sederhananya adalah cara kita menangani sumber daya alam sama sekali tidak berkelanjutan. Untuk itu, kita harus berpikir berbeda. Cerita mengenai pasir ini juga sama dengan penangkapan ikan berlebihan, sama dengan penggundulan hutan, sama dengan masalah yang terkait polusi keragaman hayati dan iklim.”

Tulisan asli:‘Totally unsustainable’ sand mining harms marine environments. New data suggest.  Artikel ini diterjemahkan oleh Ridzki R Sigit.

 

Referensi:

Sand and sustainability: 10 strategic recommendations to avert a crisis. (2022). Retrieved from United Nations Environment Programme website: https://www.unep.org/resources/report/sand-and-sustainability-10-strategic-recommendations-avert-crisis

 

Exit mobile version