Mongabay.co.id

Debu Resahkan Warga Parak Laweh, Akhirnya Tim Gabungan Setop Operasi Stockpile Batubara

 

 

 

 

 

 

Debu dari angkutan dan tempat penyimpanan (stockpile) batubara menggangu warga Parak Laweh,  Kota Padang, Sumatera Barat,  sejak bulan lalu.   Mereka sulit beraktivitas sehari-hari, debu  masuk ke rumah dan mulai ganggu kesehatan. Warga pun mengadu ke Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Barat dan Komnas HAM perwakilan provinsi itu 4 Oktober lalu.  Sebelumnya, warga sudah lapor ke Dinas Lingkungan Hidup Padang pada 19 Agustus lalu.

Pada 12 Oktober 2023, pemerintah daerah baru bertindak.  Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang bersama tim gabungan mendatangi empat stockpile batubara di Kota Padang dan memasang pengumuman penghentian usaha dan pengangkutan batubara di lokasi itu.

Edi Hasymi, plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Jambi mengatakan, pemerintah mengambil langkah tegas menanggapi keluhan warga ini terdampak kegiatan stockpile batubara.

Empat stockpile itu milik PT Semesta Andalan Energi (SAE/ CV Alva Elang (AE), dan PT Andalas Trans Nusantara (ATN) di lahan PT Pelindo Regional II Teluk Bayur. Lalu, PT Eka Mineral Indonesia (EMI)/ PT Chandra Pilar Bumi (CPB)/ PT Citra Perdana Coal (CPC) dan PT Semesta Andalan Energi (SAE) di lahan gudang persada / PT Bumi Anyar Wisesa.

Penghentian kegiatan empat stockpile di Kecamatan Lubuk Begalung ini, katanya, dilakukan oleh tim gabungan antara lain dari Dinas Lingkungan Kota Padang,  Polres Padang, Kodim 0312 Padang,  Kejati, dan PN Kelas IA Kota Padang.

Kemudian, Dinas ESDM Sumatera Barat, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sumatera Barat, Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Barat, dan lain-lain. Ada juga  akademisi yang merupakan ahli hukum, ahli pengendalian pencemaran air, ahli pengendalian pencemaran udara dan ahli pengendalian pencemaran tanah.

“Tindakan proaktif ini untuk mencegah dampak lebih lanjut terkait polusi udara, kontaminasi air permukaan, dan pencemaran air tanah yang bersumber  dari kegiatan stockpile batubara,” katanya dalam rilis kepada media.

“Tindakan ini sebagai tindaklanjut dari keputusan rapat koordinasi antar instansi terknis teknis dengan Tim Gabungan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Kota Padang,” katanya.

Edi menyebutkan,  dasar penghentian stockpile juga karena mereka beroperasi tanpa perizinan berusaha. Perusahaan-perusahaan ini gagal memenuhi syarat manajemen lingkungan yang berpotensi menyebabkan ancaman sangat serius dan berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.

“Termasuk gangguan kualitas udara dan kontaminasi udara, air permukaan dan air tanah.”

Pemerintah Kota Padang,  mengimbau masyarakat mendukung dan memahami tindakan ini sebagai upaya menjaga keberlanjutan lingkungan dan kesehatan.

Tommy Adam,  Kepala Divisi Advokasi Lingkungan Hidup Walhi Sumbar heran karena dalam berita acara pertemuan warga dengan DLH Kota Padang sebelumnya tercantum bahwa salah satu perusahaan memiliki izin dengan NIB 0296010230426.

“Sekarang pemerintah kota mengatakan stockpile itu tidak memiliki izin,” katanya.

 

Kedai warga yang penuh debu batubara. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

Laporan warga

Sebelum penghentian kegiatan stockpile batubara itu, lebih dua pekan warga merasakan debu batubara memenuhi lingkungan mereka. Debu masuk rumah hingga membuat perempuan dan anak-anak sakit demam disertai batuk pilek.

“Kami hanya ingin mendapat udara bersih seperti sebelum ada debu ini. Kami ini mendapatkan rezeki seperti jualan kami sebelumnya. Nggak neko-neko permintaan kami. Cuma itu,” kata Listawati  pada Mongabay, 9 Oktober lalu.

Dia mengatakan,  stockpile itu baru dua bulan ini berjalan dan membuat debu batubara masuk ke kamar hingga tokonya.

Serupa dikatakan warga lain, Gusnidar. Dia punya kedai kecil terganggu sekali dengan debu batubara itu.  Dia ingin udara bersih agar barang dagangan tidak kotor, badan tidak demam, tanaman tidak mati dan pelanggan juga tak sakit.

Dia mulai batuk dan minum obat demam.

Gusnidar menyiram jalan yang hanya berjarak satu meter dari kedainya itu. Debu sangat tebal saat itu.

Mongabay juga menemukan beberapa anak sakit karena polusi udara ini.

Sebelum lapor ke Dinas Lingkungan Hidup provinsi, warga lapor ke Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang pada 19 Agustus 2023. Itu terlihat dalam  catatan berita acara Dinas Lingkungan  Sumatera Barat.

Warga diterima Auwilla Putri,  Kepala Bidang Penataan dan Penegakan Hukum LIngkungan DLH Kota Padang dan Fuad Syukri,  selaku fungsional Pengawas Lingkungan Hidup Ahli Muda DLH Kota Padang.

Mereka mencatat pengaduan masyarakat soal dugaan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup ini.

Mereka mencatat ada polusi udara atau debu atau partikulat di Jalan By Pass KM 2, Kelurahan Parak Laweh Nan XX, Kecamatan Lubuk Begalung dengan sumber diduga dari kegiatan usaha stockpile batubara PT Eka Mineral Idonesia atau PT Chandra Pilar Bumi.

Dalam berita acara itu mereka melakukan observasi di mini market Listawati, Ketua RT 05 juga pelapor pada 23 Juni 2023  dan observasi di dua perusahaan itu.

Melalui verifikasi itu mereka mencatat dua perusahaan ini yang beroperasi di lahan seluas 1,6 hektar dengan pemanfaatan lahan untuk penumpukan batubara, kantor, jembatan timbangan dan jalan.

Stockpile batubara EMI baru beroperasi kembali pada 7 Agustus setelah berhenti beroperasi sekitar tujuh bulan. Selain itu, ada sistem drainase terhubung dengan lima kolam sedimentasi dalam ondisi tidak terawat dan ada tempat pencucian roda kendaraan saat keluar masuk lokasi.

Menurut DLH,  sudah penyiraman dan penyapuan jalan untuk mencegah debu tanah atau batubara yang terbawa ke jalan raya secara rutin.

 

Obat-obatan yang salah satu anak minum setelah debu penuhi rumah dan sekitarnya. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

DLH kemudian mencatat lima rencana tindak lanjut. Pertama EMI atau CPB wajib menyampaikan standar operasi prosedur dalam pengelolaan lingkungan.

Kedua, EMI wajib pengendalian cemaran air dengan membersihkan drainase dan kolam sedimentasi dari gulma dan endapan batubara atau tanah secara rutin dan intensif paling sedikit dua kali dalam satu bulan atau menyesuaikan frekuensi hujan.

Selain itu juga pembersihan material yang terbawa ban alat angkut pada jalan keluar masuk lokasi kegiatan secara rutin paling sedikit setiap keluar masuk kendaraan. Selanjutnya,  melakukan tindakan untuk memastikan pencegahan resapan air lindi batubara ke dalam tanah yang berpotensi mencemari air tanah.

Ketiga, EMI atau CPB wajib pengendalian pencemaran udara dengan dua poin. Yakni, melakukan penanaman dan pemeliharaan pohon pelindung hingga sebagai penyaring debu yang berterbangan ke luar lokasi kegiatan. Juga melakukan upaya teknis terkait pengendalian pencemaran udara.

Keempat, kedua perusahaan melaksanakan program tanggung jawab social pada masyarakat kalau terbukti terkena dampak dari stockpile batubara dengan dampingan kelurahan setempat. Kelima,  perusahaan wajib melaporkan pelaksanaan kewajiban melalui WhatsApp atau pun surat.

“Kami masih terdampak debu-debu batubara yang menebal,” kata Listawati. Dia ragu perusahaan jalankan kelima hal itu.

Dia pun tak bisa menahan lagi polusi debu ini. Pada 5 Oktober Listawati melapor ke DLH Sumatera Barat dan Komnas HAM perwakilan provinsi ini bersama PBHI, Walhi Sumbar dan LBH Padang.

Firdaus dari Komnas HAM perwakilan Sumatera Barat kala itu mengatakan,  sedang meminta keterangan Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Barat soal masalah ini.

Berdasarkan pengaduan masyarakat, katanya,  kasus ini pernah mereka mediasi bersama DLH dan sudah ada kesepakatan antara perusahaan dan masyarakat.

“Yang dipersoalkan masyarakat (sebagai) pengadu adalah hasil kesepakatan tidak dijalankan perusahaan,” katanya.

Firdaus bilang, kasus ini berkaitan dengan tanggung jawab negara.  Dia meminta tindak lanjut DLH.

Diki Rafiqi, Kepala Bidang Sumber Daya Alam LBH Padang mengatakan,  persoalan ini mendesak diselesaikan.  Udara sehat, katanya, merupakan hak warga negara.

Dia bilang, ada kerugian materiil dan imateriil diderita warga, mulai dari kegiatan ekonomi tersendat dan kesehatan paru-paru terancam. Dia katakana, banyak contoh dampak buruk debu batubara seperti kanker paru dan peradangan pernapasan.

“Makin lama pemerintah bertindak maka makin cepat kerusakan paru-paru warga dipertaruhkan,” katanya.

 

 

 

Tommy mengatakan,  tim Walhi Sumbar sudah meninjau ke lapangan untuk memastikan laporan ini. Mereka menemukan debu hitam batubara menumpuk di halaman rumah, teras bahkan, lantai dalam rumah.

“Sudah terkena asap. Sekarang masyarakat dipaksa menghirup polusi debu batubara.”

Sotckpile, katanya, menyebabkan lingkungan sekitar  tempat penyimpanan batubara itu tercemar.

Dari peta terlihat,  lokasi stockpile dengan  pemukiman masyarakat hanya beberapa puluh meter. Dia heran izin lingkungan berupa surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL) bisa keluar dari pemerintah.

“Bila pemerintah hanya datang dan berdiskusi itu tidak akan menyelesaikan masalah. Tiap detik adalah penyakit yang selalu dihirup masyarakat di sana.”

Saat mencoba konfirmasi ke kantor yang satu lokasi dengan stockpile Mongabay tak berhasil menemui manajemen perusahaan. Satpam yang menjaga awalnya menelpon seseorang tapi tak ada respon.

Dia mengatakan,  bisa kembali lain waktu. Stockpile kebetulan tidak memiliki plang nama perusahaan. “Mungkin lain waktu.”

 

 

Abu tebal ketika warga meletakkan tangan di lantai maupun perabot di dalam rumah. Foto: Parak Laweh

 

*******

 

Exit mobile version