Mongabay.co.id

Jawa Timur Bersiap Antisipasi Banjir saat Musim Hujan Datang

 

 

 

 

Saat kemarau, kekeringan melanda Jawa Timur, hingga memicu kebakaran hutan dan lahan di beberapa titik antara lain di Gunung Arjuno dan Bromo. Ketika musim penghujan datang, bencana banjir dan longsor pun menghantui provinsi di ujung Jawa ini. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi hujan di Jawa Timur mulai terjadi pekan kedua November 2023 dengan  intensitas diprediksi cukup deras.  Pemerintah Jawa Timur pun mengimbau bupati, walikota maupun masyarakat bersama mengantisipasi bencana.

“Semua bupati, wali kota, cek dam dan rumah pompa. Semaksimal mungkin normalisasi sungai melalui anggaran masing-masing kabupaten, kota,” kata Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur di hadapan para relawan dan bupati, wali kota di Jawa Timur, saat apel siaga El-Nino dan banjir penghujung September lalu.

Rumah pompa, katanya, signifikan mengalirkan air banjir. Warga diminta bergotong royong dan kerja bakti mencegah dampak buruk banjir. Berapa kasus banjir bandang, katanya, lantaran sebagian besar ada tumpukan sampah menutup dam. Mulai gelondongan kayu, kasur, kulkas dan sampah yang menutup aliran air.

“Seperti di Jombang, Ponorogo, Nganjuk dan Pasuruan, air melampaui jalan raya dan menggerus rumah,” katanya.

Tumpukan sampah yang menggunung, ujar Khofifah, menyebabkan debit air tinggi masuk ke permukiman hingga menyebabkan kerugian material bahkan jiwa. Dari pengalaman, katanya, banjir bisa dikendalikan kalau mampu mengatasi tumpukan sampah di dam.

 

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memeriksa ekskavator yang disiagakan dalam apel kesiapsiagaan dampak El Nino dan banjir di waduk Selorejo, Dau, Kabupaten Malang, 27 September 2023. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Para relawan juga diminta meningkatkan kegotong-royongan. Sedangkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Badan SAR Nasional (Basarnas), dan TNI/Polri bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KPUPR), Badan Pengelola Wilayah Sungai (BPWS) Brantas, dan Perum Jasa Tirta 1 untuk meningkatkan koordinasi.

“Tingatkan mitigasi, antisipasi cegah bencana sejak dini,” katanya.

BNPB mencatat,  sebanyak 38 desa  atau kelurahan dari total 8.567 di Jawa Timur kategori kelas bahaya tinggi banjir, tersebar di Kabupaten Ponorogo, Bangkalan, dan Kota Surabaya.  Sedangkan 6.493 desa atau kelurahan kelas bahaya sedang  meliputi Pacitan, Ponorogo, Trenggalek Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Kota Malang, Lumajang, dan Jember. Juga, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Ngawi, Magetan, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.

Stasiun Klimatologi, BMKG Jawa Timur memperkirakan, musim hujan mulai November 2023. Wilayah memasuki musim hujan paling awal meliputi Trenggalek, Tulungagung, Ponorogo, Kediri, Malang, Blitar dan Situbondo. Puncak musim hujan 2023 diprakirakan dominan terjadi pada Februari 2024.

“Curah hujan diprakirakan berkisar antara 501–2.000 milimeter,” tulis Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Jawa Timur, Anung Suprayitno dalam siaran pers.

Kekeringan meteorologis berdampak pada kekeringan hidrologis, pertanian, dan sosial. Pemerintah dan masyarakat diimbau mewaspadai kebakaran hutan, lahan, semak, krisis air bersih, dan penurunan lahan tanam pertanian sampai awal musim hujan.

“Waspadai cuaca ekstrem yang berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi pada masa peralihan dan selama musim hujan,” tulis Anung.

 

Kapal keruk dikerahkan untuk mengeruh sedimentasi yang menutupi separuh waduk Selorejo, Dau, Kabupaten Malang. Foto: Eko Widianto/ Monghabay Indonesia

 

Mitigasi  banjir

Perusahaan Umum Jasa Tirta 1 mengantisipasi potensi banjir dengan mengeruk sedimen di Waduk Selorejo. Sejak dibangun 1971, terjadi sedimentasi hingga separuh kapasitas tampungan air. Sesuai master plan total waduk Selorejo menampung air 62,3 juta meter kubik. Pada 2022, dengan elevasi 621 meter daya tampung tersisa 27,65 juta meter kublik.

“Tampungan air berkurang karena sedimen dari kawasan hulu DAS Konto dan DAS Wayangan yang memasok air di Selorejo,” kata Fahmi Hidayat,  Direktur Utama Perum Jasa Tirta 1.

Sebanyak tiga kapal keruk  beroperasi mengeruk sedimentasi. Kapal keruk berpacu dengan tingkat sedimentasi. Sedimen masuk lebih besar dibandingkan yang dikeruk. Sedimen di waduk dikeruk untuk menjaga tampungan efektif agar waduk berfungsi maksimal mengendalikan banjir, memasok air irigasi, bahan baku air minum dan pembangkit listrik.

Hulu Selorejo, mencakup DAS Konto dan DAS Pewayangan. Sedimentasi di kawasan hulu, katanya, karena perubahan tata ruang. Kawasan hulu di DAS Konto mulai Pujon, dan Ngantang sebagai daerah tangkapan air terjadi degradasi karena penebangan hutan secara liar sejak 1998. Hingga erosi permukaan yang membawa sedimen dan partikel tanah.

Kondisi sama juga terjadi di Waduk Sengguruh, Pagak, Kabupaten Malang. Waduk alami sedimen karena pertanian intensif di hulu DAS Brantas. Pertanian holtikultura masif menyebabkan sedimentasi. Lahan pertanian dengan tanaman semusim, seperti sayuran, wortel dan kentang membuat lahan terbuka hingga erosi saat hujan deras.

“Kondisi Waduk Selorejo masih lebih baik dibandingkan Waduk Sengguruh,” katanya.

Untuk itu, perlu mitigasi, dengan berbagai kegiatan konservasi. Dengan mengembalikan hutan yang terbuka dengan menanam aneka tanaman rimba, katanya, juga didukung sipil teknis, dengan mengendalikan sedimentasi, dan mengecek dam.

“Penghijauan, menanam vegetasi di daerah hulu. Tangkapan air hujan untuk menahan laju erosi,” katanya.

Selain itu, juga bangun alat peringatan dini di sejumlah titik untuk memberikan peringatan dini dan mencegah korban jiwa.

 

Banjir di Pasuruan pada Januari 2022. Foto: A. Asnawi/Mongabay Indonesia

*****

 

Exit mobile version