Mongabay.co.id

Data Citra Satelit Menunjukkan Deforestasi di TN Tesso Nillo Amat Parah

 

Taman Nasional Tesso Nilo di Indonesia yang merupakan rumah bagi satwa ikonik dan terancam punah serta keanekaragaman hayati yang luar biasa, terus mengalami kerusakan.

Data dan citra satelit menunjukkan deforestasi kembali melonjak pada tahun 2022 – dan tahun 2023 diperkirakan akan menjadi tahun saat hutan besar terakhir  tersisa di taman nasional ini terfragmentasi menjadi dua.

Taman Nasional Tesso Nilo, di provinsi Riau, adalah rumah hidup bagi sekitar 4.000 spesies tumbuhan, yang menjadikan kawasan ini salah satu yang memiliki tingkat keanekaragaman tumbuhan dataran rendah tertinggi. Berdasarkan data World Wildlife Fund – Indonesia, Hutan Tesso Nilo menjadi habitat bagi sekitar 3% spesies mamalia di bumi, termasuk harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) spesies endemik yang terancam punah.

Namun hutan Tesso Nilo dengan cepat menghilang. Taman nasional ini telah kehilangan 87% tutupan hutan primer diantara tahun 2002 dan 2022, menurut data satelit dari platform pemantauan Global Forest Watch (GFW).

 

Foto satelit menunjukkan pembukaan areal di TN Tesso Nilo. Foto diambil di area yang sama pada bulan Januari 2023 dan September 2023. Sumber: Planet Labs

 

Menurut data citra GFW secara total, 58.300 hektar hutan hujan primer telah hilang dari Tesso Nilo dalam dua dekade tersebut. Dari jumlah tersebut, sebagian besar, yaitu 48.000 hektar hilang setelah tahun 2009, – tahun dimana pemerintah Indonesia memperluas perbatasan Tesso Nilo dalam upaya melindungi habitat yang tersisa di wilayah tersebut dari pembukaan lahan, khususnya perkebunan sawit.

Seperti disampaikan oleh Direktur Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo, Yuliantony  peningkatan deforestasi di Tesso Nilo masif sejak tahun 2021, dimana sebagian besar terjadi saat pandemi COVID-19, yang mengurangi aktivitas konservasi dan monitoring di taman tersebut.

“Pada saat sama harga minyak sawit melonjak, hal ini jadi daya tarik untuk membuka lahan untuk penanaman sawit, terutama saat kondisi pekerjaan sulit,” kata Yuliantony kepada Mongabay di tahun 2022.

Harga pasar minyak sawit sempat mencapai rekor tertinggi pada bulan April 2022 sebelum turun pada bulan Juli 2022. Sejak saat itu, sebagian besar harga minyak sawit berada pada tingkat yang melampaui sebagian besar harga sebelum tahun 2021.

 

 

Data awal dari GFW dan citra satelit menunjukkan tahun 2023 merupakan tahun yang sangat buruk bagi sisa habitat taman nasional. Citra satelit yang diambil bulan Desember 2022 oleh Planet Labs menunjukkan satu-satunya hutan hujan luas yang tersisa di taman ini sebagian besar masih belum terfragmentasi. Namun, pembukaan lahan mulai meluas ke wilayah tersebut dari barat dan selatan pada bulan Maret dan hampir sepenuhnya memotong pertengahan wilayah tersebut pada bulan September.

 

Pembukaan lahan untuk perkebunan sawit di Taman Nasional Tesso Nilo. Foto Rony Muharram/Mongabay Indonesia.

Baca juga: Kala Taman Nasional Tesso Nilo Belum Aman dari Perambahan

 

Selain hilangnya habitat, pembukaan lahan dan jalan membuka akses kawasan bagi pemburu.

Meski demikian, peneliti menyebut satwa liar yang ada di dalam kawasan masih dapat diselamatkan jika upaya konservasi fokus dalam menjaga habitat tersisa.

“Hilangnya Tesso Nilo, keanekaragaman hayati endemik, dan satwa liar yang memiliki kepentingan global seperti gajah dan harimau sumatera, dapat mengakibatkan berkurangnya penyebaran satwa liar di seluruh wilayah Riau, dan peningkatan peluang isolasi dan kepunahan dalam waktu dekat,” jelas laporan studi tahun 2019 yang diterbitkan di PLOS ONE.

Namun upaya untuk melestarikan Tesso Nilo harus terus berlanjut, karena masih terdapat bukti bahwa satwa liar dapat memanfaatkan sebagian kecil hutan di dalam dan sekitar Tesso Nilo yang tetrsisa.

Tulisan asli: Indonesia’s besieged Tesso Nilo National Park hit hard by yet more deforestation, satellites show.Artikel ini diterjahkan oleh Ridzki R. Sigit

 

***

Foto utama: TN Tesso Nilo merupakan hutan hujan tropika daratan rendah di Pulau Sumatera. Dok: TNTN

 

 

 

Exit mobile version