Mongabay.co.id

Tidak Hanya di Papua, Habitat Cendrawasih Juga Ada di Pulau Kobror, Aru

 

“Kuk kuk, kuk kuk, kuk kuk, kuk kuk,” terdengar suara dari arah atas dahan pohon tinggi. Awalnya hanya sepasang burung yang terlihat, kemudian ada beberapa lagi yang datang bergabung di dahan yang berbeda.

Secara perlahan, -seperti di orkestrasi, mereka mulai menari nan gemulai, mengepakkan sayap dan ekor indahnya. Mereka saling berbalas siulan di sekitar pepohonan.

Siulan merdu si jantan rupanya untuk menarik perhatian sang betina untuk kawin. Jantannya memiliki keunikan ekor bulu yang panjang berwarna kuning keemasan, bulu hitam mengkilap di bagian dada dan kepala, ukuran tubuhnya sekitar 60-70 centimeter. Sebaliknya si betina berukuran lebih kecil dan tak seindah pasangannya.

Itulah sekilas gambaran dari keunikan burung cendrawasih (Paradisea apoda). Banyak yang tidak tahu, bahwa cendrawasih tidak hanya ada di Pulau Papua. Jenis-jenisnya tersebar di pulau-pulau sekitarnya, termasuk Kepulauan Aru, Maluku Tenggara.

Burung yang kami amati berada di Hutan Kokoyarjurem yang berada di Pulau Kobror, Aru Tengah. Lokasi ini dapat dicapai dengan menempuh perjalanan berjarak sekitar 1 jam dari Desa Lorang, dengan menggunakan boat bermotor.

Pulau Kobror memiliki vegetasi mangrove lebat di pinggir pantai, yang berpadu pepohonan hutan alam tinggi di dalamnya. Hutannya masih lestari dan menjadi habitat ragam satwa endemik, salah satunya cenderawasih.

“Jantan biasanya menari dulu, betina lebih dari tiga lalu hampiri si jantan,” kata Mika Ganobal, warga asli Desa Lorang. Sejak masih remaja dia sering masuk hutan dan mengamati burung-burung ini.

 

Cendrawasih jantan yang sedang menarik perhatian betina. Ia bertengger di dahan pohon ketinggian sekitar 30 meter dari permukaan tanah. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

Baca juga: Bidadari Halmahera, Burung Cendrawasih di Luar Papua

 

Mika bilang burung-burung ini bermain satu jam sebelum matahari terbit dan satu jam sebelum matahari terbenan.

“Bulan Juni sampai Agustus biasanya musim kawin. Setiap hari yang jantan panggil pasangannya untuk kawin di atas pohon, tiap pagi dan sore,” sambungnya.

Pulau Kobror katanya mungkin jadi hutan terakhir yang mereka anggap nyaman. Sebelumnya Pulau Trangan, -salah satu pulau terbesar di Kepulauan Aru, adalah rumah bagi cendrawasih. Namun akibat dari perdagangan ilegal, populasinya makin berkurang.

“Perburuan untuk penjualan, lalu penebangan pohon secara liar. Padahal di situ banyak satwa endemik, termasuk burung cendrawasih ini.”

***

 

Cendrawasih atau bird of paradise, -biasa ia sering disebut, masuk dalam famili Paradisaedae dan Ordo Passeriformes. Famili ini memiliki ciri khas, dimana jantan memiliki bulu yang memanjang dan rumit yang tumbuh dari paruh, sayap, atau kepala.

Jenis cendrawasih terdiri dari 14 genus dan 43 spesies yang tersebar di pulau-pulau Papua (Papua dan PNG), sebagian Maluku, dan kepulauan Torres, Australia. Sebanyak 30 spesies didapati di Indonesia, dimana 28 spesies dijumpai di Papua dan dua spesies di Maluku (Aru dan Halmahera).

Masyarakat Papua percaya bahwa cendrawasih merupakan titisan dari surga. Hal tersebut wajar karena keanggunan burung ini dan keindahan bulunya membuat siapa saja terkesima. Secara etimologi, kata cendrawasih berasal dari kata “cendra” yang berarti dewa-dewi bulan dan “wasih” yang berarti utusan.

 

Cendrawasih jantan, mengembangkan sayap dan ekornya untuk menarik perhatian betina untuk kawin. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Lesly Latupapua, bersama rekannya, C.K. Pattinasarany dan L. Kasanaborbi (2006), pakar konservasi hutan asal Universitas Pattimura, Ambon dalam penelitiannya tentang habitat dan populasi cenderawasih menyebut satwa ini tinggal dan hidup di dataran rendah yang tersebar di Papua dan Maluku.

Latupapua menyebut, di luar Papua hanya di Kepulauan Aru saja, jenis cendrawasih P. apoda dapat ditemukan. Di pulau-pulau Maluku lainnya, jenis ini tidak dijumpai.

Aktivitas cendrawasih banyak dihabiskan pada pohon-pohon hutan yang besar dan tinggi. Beberapa diantaranya kenari hutan (Canarium vulgare), tomi-tomi hutan (Flacourtia inermis Roxb), pala hutan (Myristica fatua), pala hutan (Myristica fragrans), dan tawang (Pometia pinnata). Semuanya jenis pohon yang memiliki ketinggian hingga 30 meter dari permukaan tanah dan berdiameter lebih dari 50 centimeter.

Pohon-pohon tinggi itu dipilih cendrawasih untuk membangun sarang, bertengger, kawin dan mencari makan (Burnei, 1992; Ngamel 1998).

Habitat tempat tinggal cendrawasih adalah tipe hutan primer. Namun, di bagian selatan Aru dimana ada beberapa kelompok hutan yang bersebelahan tidak jauh dengan padang savana (kusu-kusu/alang-alang), cendrawasih dilaporkan mengggunakan lokasi ini untuk bermain.

Cendrawasih termasuk spesies yang peka akan gangguan. Ia bisa pergi meninggalkan lingkungan tempat tinggalnya, jika terusik dengan berbagai aktivitas suara manusia.

Untuk pakan, cendrawasih mengkonsumsi berbagai macam buah, dari yang berukuran kecil hingga sedang (Buntu, 2002). Tidak saja buah, cendrawasih juga memakan beberapa jenis serangga.

 

Bentang hutan mangrove di Aru Tengah.  Kepulauan Aru terdiri dari ratusan pulau-pulau kecil yang masih terselimuti oleh hutan-hutan alam. Foto: Chris Belseran/Mongabay Indonesia

 

Menjaga Kelestarian Cendrawasih

Di Kepulauan Aru, cendrawasih banyak dijumpai di bagian utara dan selatan karena kondisi habitat yang belum mengalami kerusakan, baik karena sebab penggunaan lahan hutan maupun perburuan.

Karena tutupan hutannya, Pulau Kobror dan Baun di Kecamatan Aru Tengah adalah pulau-pulau yang masih ideal untuk hidup satwa ini. Berdasarkan Perda Kabupaten Kepulauan Aru, Nomor 3 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kepulauan Aru 2012-2032, kawasan ini ditetapkan sebagai bagian dari suaka margasatwa yang luasnya sekitar  66.288 hektar di Kobror, dan 13.000 hektar di Baun.

Selain itu, sebagian pulau Pulau Kobror juga masuk dalam kawasan Cagar Alam Bekau Huhun seluas 61.675,75 hektar yang merupakan kawasan lindung nasional.

Pulau Kobror, pernah masuk dalam peta rencana kawasan perkebunan tebu yang diinisiasi oleh Menara Group. Pengecekan data tutupan hutan yang dilakukan Forest Watch Indonesia (FWI) saat itu menemukan bahwa terdapat 76% lahan dari 28 perusahaan yang bernaung di bawah PT Menara Grup yang status kawasannya masih hutan alam.

Jenis cendrawasih (Paradisaea apoda) telah dilindungi oleh pemerintah lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106 /MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018, karena populasinya yang terus turun, ancaman deforestasi dan perburuan liar.

 

Banir pohon besar masih banyak dijumpai di Pulau Kobror yang masih alami. Foto: Chris Belseran/Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version