Mongabay.co.id

Mencari Jejak DNA Gajah Sumatera di Tesso Nilo [Bagian 2]

 

 

Baca sebelumnya: Mencari Jejak DNA Gajah Sumatera di Tesso Nilo [Bagian 1]

**

 

Sudah 11 tahun berlalu survei fekal DNA gajah dilakukan di Taman Nasional Tesso Nilo. Bagaimana kondisi gajah sumatera hari ini?

Yuliantoni, Direktur Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo [YTNTN], menuturkan populasi gajah sumatera di Tesso Nilo masih terjaga keberadaannya. Namun, belum bisa dipastikan apakah jumlahnya masih sama, menurun, atau meningkat.

“Yang jelas, temuan kelahiran berupa keberadaan anak gajah dalam satu kelompok masih dilaporkan oleh masyarakat maupun petugas terkait. Begitu pula kematian yang tercatat di beberapa lokasi, yang diyakini masih bagian dari populasi gajah sumatera di kawasan Tesso Nilo,” paparnya, 18 Mei 2022 lalu.

Toni menyebut, ada 2 metapopulasi gajah di kawasan Tesso Nilo yaitu metapopulasi Tesso bagian utara dan Tesso bagian tenggara. Metapopulasi merupakan kumpulan kelompok gajah yang sewaktu-waktu dapat saling berinteraksi secara fisik di satu lokasi yang sama.

Dia mengatakan, terkait kematian di kawasan taman nasional dan sekitarnya sejak 2012 hingga saat ini, terdapat 64 kasus. Di antaranya 4 individu anak gajah captive mati di penangkaran akibat sakit. Sisanya gajah liar, ada yang mati akibat sakit, tidak diketahui, ataupun kegiatan ilegal.

Pada rentang 2017-2020 dalam pengamatan tim patroli terhadap temuan gajah secara langsung, terdapat 13 individu bayi gajah baru yang lahir di alam. Juga, 4 individu gajah captive yang lahir di penangkaran dari dua metapopulasi tersebut sejak 2017 hingga September 2023.

“Kami membagi penyebab kematian gajah di Tesso Nilo menjadi 3 faktor. Pertama, alamiah karena sakit dan tua. Kedua, kegiatan ilegal karena konflik, racun, serta perburuan, termasuk penembakan dan jerat. Ketiga, hal yang tidak diketahui, biasanya yang ditemukan hanya tulang,” paparnya lagi.

 

Induk gajah sumatera bersama anaknya berada di Tesso Nilo. Foto: Rahmi Carolina/Mongabay Indonesia

 

Sunarto, ekolog satwa liar yang memiliki banyak pengalaman di Taman Nasional Tesso Nilo menjelaskan, kawasan ini kaya keanekaragaman hayati, namun juga sangat terancam dan sudah rusak.

Kekayaan Tesso Nilo sudah banyak dibuktikan melalui berbagai riset. Salah satunya penelitian vegetasi yang dilakukan Andrew Gillison dari Queensland, Australia tahun 2001, juga banyak kajian serupa di banyak negara.

Sunarto memaparkan, ketika dirinya bertemu kembali dengan Andrew Gillison, dikatakan bahwa Tesso Nilo tempat yang sangat kaya dalam hal kekayaan jenis tumbuhan.

“Namun sedihnya, saat saya berbicara dengan teman-teman tentang plotnya Andrew Gillison di Tesso Nilo kondisinya seperti apa, mereka mengatakan sejumlah plot vegetasinya sudah habis, menjadi sawit. Ini sebuah kekalahan kita dalam konteks mempertahankan kawasan Tesso Nilo sebagai satu tempat yang kaya,” terang Sunarto, pada 15 Agustus 2022, melalui telepon.

Tapi di lain sisi, ujarnya, bila dibandingkan dengan baseline waktu itu, di akhir 90-an diprediksi hutan Sumatera akan habis tahun 2005. Faktanya, masih ada Tesso Nilo hingga sekarang. Ini  sebuah indikasi bahwa masih ada harapan, sekaligus upaya kita untuk mempertahankannya sebagian tempat yang diprediksi akan punah.

Termasuk gajah itu sendiri, maupun harimau, yang sebetulnya di sana juga kekerabatannya sangat tinggi.

“Mereka sangat terancam, karena habitatnya jadi semacam pulau kecil yang dikelilingi sawit, akasia, dan lainnya. Harapan kita bersama, Tesso Nilo dipulihkan lagi habitatnya, serta keterhubungannya dengan landskap sekitar,” tuturnya.

 

Perjalanan survei untuk mencari DNA gajah sumatera di Tesso Nilo. Foto: Tugiyo/WWF Indonesia

 

Kondisi terkini

Kabar gembira datang dari Taman Nasional Tesso Nilo. Pada 31 Agustus 2023 sekitar subuh, induk gajah jinak bernama Lisa melahirkan seekor anak gajah betina. Kelahiran ini di camp Elephant Flying Squad, di Desa Lubuk Kembang Bungo, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.

Gajah Lisa diperkirakan telah berusia 41 tahun dan telah melahirkan lima kali. Kelahiran ini hasil breeding dengan gajah liar. Sebelumnya, pada Desember 2020, gajah Lisa melahirkan anak gajah jantan yang diberi nama Ryu. Namun, akhir Februari 2023, Ryu dikabarkan mendadak mati.

Menurut Balai Taman Nasional Tesso Nilo, kematiannya diduga akibat virus herpes gajah atau dikenal dengan EEHV yang hingga saat ini belum ditemukan obatnya. Begitu pula dengan vaksin yang belum tersedia.

“Dalam rentang waktu 6 tahun terakhir, Elephant Flying Squad Taman Nasional Tesso Nilo sudah mengalami 4 kali kelahiran anak gajah dari dua individu gajah jinak, yakni Lisa dan Ria,” jelas Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Heru Sutmantoro, beberapa waktu lalu.

Dia menambahkan, kelahiran-kelahiran anak gajah sumatera di Elephant Flying Squad merupakan penguatan fakta bahwa kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo merupakan habitat penting yang berkontribusi dalam peningkatan populasi gajah sumatera.

 

Kotoran gajah ini diambil sabagai sampel untuk diteliti. Foto: Tugiyo/WWF Indonesia

 

Bagaimana dengan ancaman? Mengutip liputan6.com, pada 1 September 2023, petugas patroli membakar 6 pondok yang ditemukan di dalam kawan TNTN. Bangunan semi permanen itu merupakan tempat peristirahatan pembalak liar dan perambah yang mengubah kawasan hutan menjadi kebun.

Terkait kondisi tersebut, Heru menjelaskan, lokasi pondok itu berbeda-beda. Petugas menemukannya setelah mendapatkan informasi adanya kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang terbakar. Keberadaan pondok perambah merusak keberadaan hutan alam serta mengancam kehidupan populasi gajah, harimau, tapir, macam dahan, dan satwa penting lain.

“Balai Taman Nasional Tesso Nilo akan terus melakukan upaya maksimal untuk menghentikan segala aktivitas yang merusak kawasan taman nasional. Ini merupakan aset daerah, nasional, dan internasional,” tegasnya.

Dikutip dari laman Instagram resmi Balai Taman Nasional Tesso Nilo, pada 30 September 2023 lalu, tim gabungan pemadaman karhutla baik tim udara maupun tim darat, berhasil memadamkan kebakaran yang kembali terjadi di kawasan ini. Tim penegak hukum pun menyelidiki, siapa yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

 

Inilah kotoran gajah segar yang akan diteliti. Foto: Zulfahmi/WWF Indonesia

 

Taman nasional

Taman Nasional Tesso Nilo diresmikan pada 19 Juli 2004. Sebelum menjadi taman nasional, kawasan ini merupakan kawasan bekas hak pengusahaan hutan [HPH] yang sebagian besar terletak di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Hingga saat ini Taman Nasional Tesso Nilo dikelilingi konsesi dan permukiman.

Berdasarkan penelitian Handoyo dalam Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan tahun 2015, tentang Resolusi Konflik di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau Indonesia: Tinjauan Relasi Pemangku Kepentingan, dijelaskan bahwa dulunya Kesultanan Pelalawan yang terletak di Kabupaten Pelalawan saat ini, merupakan bagian dari Kesultanan Siak sampai awal abad ke-19.

Pada 1791, Sharif Abdul Rahman, saudara Sultan Ali dari Siak mengalahkan Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah dari Johor. Beliau lalu mengambil alih kendali Pelalawan, menjadi penguasa dan diakui oleh saudaranya Sultan Siak maupun pemerintah Hindia Belanda pada 1811.

Sekitar tahun 1792 kerajaan mengangkat Batin atau kepala adat untuk memangku dan mengelola wilayah-wilayah di dalam Kerajaan Pelalawan. Para Batin, sanak saudara dan penduduk kerajaan menyebar ke seluruh wilayah Kerajaan Pelalawan untuk mengelola tanah atau lahan.

Raja Pelalawan terakhir, Sharif Harun Abdurrahman naik tahta di bawah perwalian pada tahun 1930. Hingga akhirnya pada 1946, ia menyerahkan kekuasaannya di Pelalawan pada Republik Indonesia yang baru berdiri. Namun, para Batin dan pengikutnya serta masyarakat yang mengelola tanah atau lahan di seluruh wilayah kerajaan, tetap meneruskan aktivitasnya bahkan hingga saat ini.

 

Rute perjalanan yang harus dilalui untuk mendapatkan kotoran gajah segar. Foto: Tugiyo/WWF Indonesia

 

Hutan Tesso Nilo dikenal juga dengan hutan Langgam, berasal dari sebuah nama kecamatan di Kabupaten Pelalawan. Sebagian masyarakat menganggap bahwa kawasan hutan Tesso Nilo masuk tanah hak ulayat. Tanah ulayat ini mencakup aturan penguasaan hutan dan pemanfaatannya oleh masyarakat adat.

Pada 1980, permasalahan gajah timbul akibat dibukanya kawasan hutan Tesso Nilo untuk permukiman transmigrasi. Sejak itu, gajah mendatangi kampung dan merusak tanaman masyarakat. Konflik pun bermunculan. Satu ekor gajah betina ditemukan mati tahun 1983 di daerah Segati-Langgam.

 

Hutan Tesso Nilo yang merupakan habitat gajah sumatera dan satwa liar lainnya harus dijaga kelestariannya. Foto: Tugiyo/WWF Indonesia

 

Isu keberadaan gajah di hutan Tesso Nilo berkembang di masyarakat. Desas-desus yang beredar itu dibuktikan melalui riset yang dilakukan berbagai pihak. Sebut saja, BKSDA Riau dalam Survei Penilaian Potensi dan Identifikasi Kawasan Hutan Tesso Nilo [1998] dan Tim Universitas Queensland dalam Vegetation Survey and Habitat Assessment of the Tesso Nilo Forest Complex [2001]. Hasilnya, selain merupakan habitat gajah, kawasan hutan Tesso Nilo juga diketahui memiliki keanekaragam hayati yang tinggi.

Selain itu, berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [sekarang BRIN] dalam Survei Keanekaragaman Hayati di kawasan Tesso Nilo tahun 2003, ditemukan berbagai jenis satwa seperti gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus], harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae], tapir [Tapirus indicus], owa ungko [Hylobates agilis], beruang madu [Helarctos malayanus], burung rangkong, babi hutan [Sus sp.], dan beragam satwa lain. [Selesai]

 

Referensi:

Andrew N. Gillison [2001]. Vegetation Survey and Habitat Assessment of the Tesso Nilo Forest Complex. Report prepared for WWF-US.

Beno Fariza Syahri, dkk [2014]. Analisis Mikrosatelit pada Sampel Fese Gajah Sumatera [Elephas maximus sumatranus] di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau. Jurnal Online Mahasiswa FMIPA, Universitas Riau [2015].

Eijkman International Conference: Non-Invasive Genetic Assessment of Sumatran Elephant Population in Way Kambas and Tesso Nilo National Park. August 2017.

Handoyo [2015]. Resolusi Konflik di Taman Nasional Tesso Nilo Riau, Indonesia: Tinjauan Relasi Pemangku Kepentingan [Conflicts Resolution in Tesso Nilo National Park Riau, Indonesia: Study of Stakeholder Relationships]. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim; Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor, Indonesia.

Sejarah dan Potensi Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo [pdf]. Skripsi M Firdaus, Univeritas Riau.

Taman Nasional Tesso Nilo https://tntessonilo.menlhk.go.id/?page_id=160

 

Exit mobile version