Mongabay.co.id

Anggrek Tien, Tumbuhan Dilindungi Endemik Sumatera Utara

 

 

Ilmuwan Indonesia Rusdi E. Nasution bersama J.B Comber menemukan Anggrek Ibu Tien atau dikenal dengan nama latin Cymbidium hartinahianum, tahun 1976. Istilah latin ‘hartinahianum’ adalah bentuk penghargaan terhadap Raden Ayu Siti Hartinah, istri Presiden RI Ke-2, yang telah mendedikasikan dirinya pada budidaya bunga anggrek.

Cymbidium hartinahianum merupakan tumbuhan endemik Sumatera Utara yang ditemukan di kawasan Danau Toba. Tepatnya, di Desa Baniara, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Ia merupakan jenis anggrek tanah [terestrial] yang tumbuh seperti rumput. Hidup di tempat terbuka pada ketinggian 1.700-2.700 mdpl.

Ciri-ciri daun anggrek Ibu Tien berbentuk pita dengan ujung runcing. Panjang rata-rata 50 hingga 60 cm. Bunganya membentuk bintang dan bertekstur tebal, ukuran kelopak dan mahkotanya hampir sama besar.

Baca: Mengapa Jenis Ini Dijuluki Anggrek Macan?

 

Anggrek Ibu Tien yang endemik Sumatera Utara. Foto: J B Comber/The Swiss Orchid Foundation/http://www.orchidspecies.com/

 

Pada 2010, Kebun Raya Samosir hendak mengambil sampel anggrek ini di Desa Partukko Naginjang, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. Selama pencarian beberapa hari, hanya ditemukan satu anakan anggrek dilindungi itu, di antara ladang warga yang ditanami sayuran.

“Kami minta izin ke kepala desa, mereka bahkan tidak tahu soal anggrek itu. Dua tahun berikutnya, ketika saya kembali lagi ke lokasi, sudah tidak ada lagi anggreknya,” kata Emerzon Siadari, staff lapangan Kebun Raya Samosir kepada Mongabay, baru-baru ini.

Anggrek yang ditemukan itu, telah pindahkan bersama media tanahnya ke pot. Kini usia tanamannya mencapai 7 tahun, jelasnya, namun belum berbunga hingga sekarang.

Baca: Kebun Botani Atok Man dan Misi Pelestarian Anggrek Bangka Belitung

 

Anggrek Ibu Tien berusia 7 tahun dari anakan ditemukan di Desa Baneara yang dibudidayakan di Kebun Raya Samosir. Foto: Barita News Lumbanbatu/Mongabay Indonesia

 

 Sulit ditemukan

Dr. Richa Kusuma Wati, Peneliti Pusat Riset Biosistemik dan Evolusi, BRIN [Badan Riset dan Inovasi Nasional] mengatakan, anggrek tien sulit ditemukan di habitat aslinya. Juga, rentan hilang.

“Tumbuh di antara rumput-rumput dan di ruang terbuka. Banyak orang menganggapnya rumput biasa, sehingga tidak dipedulikan. Hanya tumbuh di pegunungan sekitar Sumatera Utara dan Aceh,” jelas lulusan doktoral Leiden University tersebut.

 

Peneliti mengambil sampel biji ke dalam botol di laboratorium. Foto: Dok. Elizabeth Handini

 

Sampel buah atau biji anggrek ini dibawa ke laboratorium Kebun Raya Bogor untuk disemai di botol-botol, ditunggu selama 3-4 tahun sampai menghasilkan kultur jaringan. Lalu, diperbanyak sebelum dikembalikan ke lokasi atau habitat aslinya [reintroduksi].

Katanya ‘reintroduksi’ atau pengembalian ke habitat memerlukan rencana yang sangat matang. Agar bisa bertahan hidup, kondisi tanah mesti sesuai dengan habitat asli. Selain itu, salah satunya faktor penting bagi masa depan sang anggrek adalah domestifikasi oleh penduduk lokal.

“Sayangnya, masyarakat tidak terlalu antusias terhadap keberadaan anggrek langka ini. Masyarakat merasa tidak dapat apa-apa atau tak berdampak langsung terhadap ekonomi mereka. Khawatirnya bila reintroduksi dilakukan, anggrek tidak terurus dan rentan hilang. Kalau mau aman ya harus di lahan pemerintah,” jelas Richa.

 

Kultur Jaringan C. hartinahianum. Foto: Dok. Elizabeth Handini

 

Salah satu komunitas adat di lokasi ditemukan anggrek tien, Desa Partukko Naginjang, Pomparan Ompu Raja Baneara Sinaga mengaku belum pernah tahu informasi soal anggrek endemik tersebut.

Padahal, berdasarkan data AMAN Tano Batak wilayah adat mereka luasnya 7.702 ha, di dalamnya hutan lindung [4.664 hektar], hutan produksi [3.091 ha], dan area penggunaan lain [18 ha].

“Saat ini warga mengalami konflik lahan dengan TPL [PT. Toba Pulp Lestari], luas konsesinya 6.846 hektar,” kata Hengky Manalu, AMAN Tano Batak.

 

Wilayah Adat Partukkot Naginjang, Desa Baniara, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Peta: AMAN Tano Batak

 

Habitat alami

Richa dan timnya mencoba untuk menyesuaikan kehidupan tanaman anggrek tien di Kebun Raya Bogor dan Cibodas, sebagaimana di habitat alaminya. Ini bukan reintroduksi, melainkan aklimatisasi atau upaya menyesuaikan tanaman di lingkungan luar dari botol tempat ia dibudidayakan.

Sayangnya, percobaan ini tidak berhasil. Tanaman-tanaman tersebut tidak bisa bertahan.

“Anggrek ini membutuhkan kondisi seperti yang ada di habitat aslinya. Mungkin juga, memerlukan jenis mikoriza khusus yang hanya ada di habitat alaminya,” jelas Richa.

 

Pertumbuhan biji anggrek Tien (dalam botol. Foto: Dok. Elizabeth Handini

 

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun 2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, anggrek Ibu Tien merupakan jenis tumbuhan dilindungi [nomor 861].

Namun, di habitat aslinya Desa Baniara, kondisinya terancam akibat alih fungsi hutan menjadi peruntukan lain.

 

Exit mobile version