Mongabay.co.id

Pemilu 2024: Orang Muda Desak Komitmen dan Aksi Nyata untuk Iklim

 

Suhu udara yang meningkat, musim hujan dan kemarau yang kian tidak menentu, polusi udara, masifnya industri ekstraktif, sampah, sampai pengabaian hak masyarakat adat menjadi kegelisahan yang disuarakan orang muda dalam aksi Power Up: Transisi untuk Solusi di Kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, awal November 2023. Mereka menuntut ketiga pasangan calon presiden dan wakil  untuk mendeklarasikan komitmen iklim dan penanganan krisis iklim yang lebih konkret. 

“Karena aku tinggal di Ciputat, Tangerang Selatan, polusi udara jadi masalah yang paling terasa,” ujar Anggita Raissa, mahasiswa UIN Jakarta saat ditemui Mongabay dalam aksi Power Up. 

Muhammad Junior Zain dan Rinanjani Rindu Rachmania, mahasiswa Universitas Indonesia juga merasakan kegelisahan yang sama. “Polusi udara makin parah dan suhu udara yang terus meningkat,” kata Riri, panggilan akrab Rinanjani. 

Mereka adalah bagian dari 52% atau 106 juta jiwa pemilih muda dalam Pemilu 2024. Generasi muda mendesak pasangan calon dan wakil presiden segera mendeklarasikan komitmen kuat dalam menangani krisis iklim apabila terpilih dalam pemilu nanti. 

Aksi Power Up ini diikuti 62 organisasi masyarakat sipil, mahasiswa dan komunitas orang muda di Indonesia. Mereka berjalan kaki dari Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) hingga kantor KPU. Mereka bernyanyi, berorasi dan menyuarakan dampak iklim yang kian terasa. 

Sebuah survei menunjukkan bahwa generasi muda Indonesia menyebutkan 81% masyarakat Indonesia setuju bahwa pemerintah perlu mendeklarasikan kondisi darurat iklim. Bahkan 89% pemilih berusia muda menginginkan adanya percepatan penutupan PLTU batubara. Foto: Niko Dwi Wicaksana/Mongabay Indonesia

Ginanjar Aryasuta, Pengampanye krisis iklim dari 350.org, mengatakan,  krisis iklim menyebabkan krisis multidimensi. Mulai dari aspek  lingkungan, kesehatan, hingga ekonomi. Salah satunya disebabkan pelepasan emisi dari bahan bakar fosil dan kegiatan industri ekstraktif. 

Dalam aksi Power Up ini, mereka menuntut calon dan wakil presiden 2024 untuk mendeklarasikan komitmen kuat menangani krisis iklim dan transisi energi yang berkeadilan. 

“Untuk menekan kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius. Ini sangat penting karena dalam sejarah belum ada calon presiden membahas mengenai krisis iklim dan transisi energi,” katanya. 

Ginanjar pun muak dengan tingkah laku elit yang bicara tentang kepentingan mereka sendiri tanpa tahu persoalan dari rakyat. “Terkait itulah, orang muda merencanakan aksi serentak di berbagai kota di Indonesia.” 

Pasalnya, tidak ada calon presiden yang memiliki komitmen terhadap krisis iklim dan transisi energi yang konkret.”

Melki Sedek Huang, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia, menegaskan, Pemilu 2024 sering menjual suara orang muda menjadi komoditas politik. Kenyataannya, mereka tidak pernah memikirkan secara holistik apa yang dibutuhkan generasi muda.  

“Menjelang Pemilu 2024, generasi muda jangan sering termakan janji-janji rancangan program yang tidak nyata dari aktor-aktor politik,” ujarnya.

Dia bilang, orang-orang yang terdampak krisis iklim yang patut bicara kondisi sekarang dan menuntut para calon pemimpin muda. 

Sebanyak 62 organisasi masyarakat sipil dan komunitas muda menuntut agar ada transparansi terkait dana kampanye dalam Pemilu 2024. Sebuah survei menunjukkan bahwa generasi muda Indonesia menyebutkan 81% masyarakat Indonesia setuju bahwa pemerintah perlu mendeklarasikan kondisi darurat iklim. Foto: Lusia Arumingtyas/Mongabay Indonesia

Melki mengingatkan, agar generasi muda tetap ramai membicarakan  kebijakan publik. “Perubahan iklim, lingkungan dan pembangunan berkelanjutan jangan jadi sekadar isu elitis, apalagi bagi anak muda.” 

 Baginya, kebijakan saat ini dalam upaya pembukaan lapangan pekerjaan, atau penegakan hak asasi manusia akan sia-sia jika hidup di lingkungan yang buruk atau susah bernapas dalam puluhan tahun ke depan.

Andhyta Firselly Utam, Co-Inisiator Bijak Memilih, mengatakan,  pentingnya membentuk massa kritis meminta perangkat-perangkat partai atau calon presiden dapat memberikan kebijakan yang baik. 

“Melalui platform Bijak Memilih, kami mengharapkan dalam hal ini adalah harus memperhatikan siapa calon presiden yang mampu menunjuk menteri-menteri berbasis ekstraktif, dan pendanaan,” ujar Afu, panggilan akrab Andhyta. 

Politisi akan berusaha kabur untuk tidak memenuhi janji-janjinya ketika tidak dipantau secara seksama. Dia berharap agar masyarakat, khusus pemilih muda dengan persentase suara terbanyak, dapat membuat pilihan berdasarkan oleh kerangka berpikir yang tepat dan informasi yang berkualitas, bukan hanya sekedar viralitas.

Transparansi Dana Kampanye

Tuntutan aksi Power Up juga mendesak ketiga pasangan calon dan wakil presiden tidak menerima dana kampanye dan tak memiliki pengurus tim pemenangan dari pelaku industri batubara  maupun minyak bumi. “Komitmen masing-masing paslonmasih belum serius dalam upaya konkret krisis iklim. Ketidakpastian dalam penanganan krisis iklim dan transisi energi ini semakin kuat menjelang Pemilu 2024,” ujar Ginanjar dalam aksi di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta

Tak hanya desakan komitmen iklim dalam visi misi pasangan calon, mereka juga mendesak KPU agar transparan membuka aliran dana kampanye dari ketiga paslon kepada publik. 

“Saat ini,  generasi muda memegang kekuatan demokrasi sehingga kitalah yang harus menyetir narasi. Calon presiden harus melihat perspektif atau kepentingan anak muda yang rentan terhadap dampak krisis iklim sampai ke cucunya,” ujarnya dalam diskusi gerakan orang muda menagih komitmen calon presiden, Oktober lalu. 

Reizha Ananda (22) ikut dalam aksi Power Up: Transisi untuk Solusi di Komisi Pemilihan Umum Jakarta. Dia menuntut agar para calon kandidat dalam Pemilu 2024 memiliki visi dan misi terkait lingkungan yang konkret. Foto: Lusia Arumingtyas/Mongabay Indonesia.

Dalam diskusi yang sama, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan konflik kepentingan memang seringkali menghambat dalam kebijakan transisi energi. 

“Awalnya memang berasal dari belum transparannya dana kampanye para kandidat pemilu. Padahal banyak pemilih muda berharap pemimpin bisa menciptakan lingkungan yang lebih baik.”

Hasil studi Celios 2023 berjudul Menuju Transisi Energi: Pesan Rakyat Untuk Presiden Masa Depan menyebutkan, 81% masyarakat Indonesia setuju bahwa pemerintah perlu mendeklarasikan kondisi darurat iklim. 

“Bahkan 89% pemilih berusia muda menginginkan adanya percepatan penutupan PLTU batubara dan sebanyak 60% menginginkan agar energi terbarukan semakin mendominasi dalam bauran energi nasional,” ujar Bhima. 

Sayangnya, desakan dari generasi muda seringkali diabaikan, kalah dengan kepentingan pelaku usaha di sektor fosil yang mendanai para kandidat pemilu. “Dana-dana gelap energi kotor sebagian sulit dilacak. Alhasil,pemilih muda seringkali hanya jadi target suara, sementara tidak diakomodir aspirasinya dalam bentuk program aksi yang nyata oleh para kandidat elektoral. Kampanye terkait transisi energi, misal, hanya senyap terdengar dalam berbagai kesempatan penampilan para capres dan caleg di publik.” 

Anggota Komisi Pemilihan Umum Mochammad Afifuddin menyebutkan, isu lingkungan akan jadi salah satu isu prioritas  sebagai tema debat calon presiden (capres).

 “Saya tadi sudah berkomunikasi dengan teman-teman di KPU. Kita belum ambil keputusan, tapi 99,9% isu lingkungan hidup akan masuk menjadi isu yang diprioritaskan menjadi pokok bahasan dalam salah satu tema debat,” katanya. 

Ke depan, kata Afif, akan ada tim yang merumuskan soal dan permasalahan seputar isu lingkungan hidup. Termasuk,  soal aliran dana kampanye yang ada dalam Peraturan KPU Nomor 18/2023 tentang Dana Kampanye Pemilihan Umum berkomitmen transparan dan bisa diakses publik melalui website KPU. 

Sebanyak 62 organisasi masyarakat sipil dan komunitas muda menuntut agar ada transparansi terkait dana kampanye dalam Pemilu 2024. Foto: Niko Dwi Wicaksana/Mongabay Indonesia

 

*Indah Khaira Azahra adalah mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta yang sedang magang di Mongabay.co.id.

Exit mobile version