Mongabay.co.id

Oknum Anggota Perbakin Berburu di Baluran, Satwa Taman Nasional Terus Terancam?

 

 

 

 

Patroli polisi hutan Balai Taman Nasional (TN) Baluran, menggiring satu mobil Toyota Kijang Nomor Polisi N 1907 EY pada 15 Oktober,  sore. Di dalam mobil ada bangkai seekor rusa timor (Cervus timorensis) jantan dan merak hijau jantan (Pavo muticus). Mobil dikendarai Suharno, berpenumpang Imam dan Lukman.

Dari tangan Suharno disita 60 butir amunisi kaliber 5.56 milimeter, dan sebilah pisau. Lukman,  memiliki 18 butir amunisi kaliber 5.56 milimeter, 50 butir amunisi jenis cis kaliber 2,2 milimeter.

Turut disita sebagai barang bukti satu senjata api rakitan jenis 5-TJ kaliber 5,56 milimeter, 54 butir amunisi kaliber 5.56 milimeter, empat selongsong amunisi, semua milik Imam.

Johan Setiawan,  Kepala Balai Taman Nasional Baluran, mendapat informasi intelijen dan laporan masyarakat ada perburuan di dalam taman nasional. Polisi hutan yang berpatroli menjumpai mobil pelaku terparkir di rumah penduduk Blok Merak, Air Karang berinisal M tetapi rumah kosong.

“Kami curiga sejak pagi sampai sore, petugas menyisir  Blok Sirondo sampai Lempuyang, tetapi tidak menjumpai pelaku,” katanya.

Informasi intelijen, katanya, menyebutkan pelaku tiga orang membawa senjata api menginap di rumah M. Lantas, petugas Balai TN Baluran menghadang mobil yang dikendarai para pelaku. “Mobil berpenumpang empat orang, salah satunya melarikan diri. Identitas sudah diketahui, sekarang masuk DPO (daftar pencarian orang),” kata Johan.

Warga berinisial M sebagai pemandu masuk ke hutan konservasi itu. Johan bilang, kesulitan memeriksa setiap orang yang masuk kawasan, lantaran ada perkampungan di dalam taman nasional. Sejauh ini,  perburuan di taman nasional menurun dibandingkan tahun lalu.

“Tahun ini, ditemukan tiga bangkai kerbau liar, ditinggalkan pemburu. Tahun lalu, lebih banyak,” katanya.

Untuk itu, petugas melakukan sejumlah langkah untuk menangkal dan menggagalkan perburuan satwa liar di dalam taman nasional. Petugas pun menghalau pemburu. Petugas juga sosialisasi kepada warga sekitar hutan atas larangan perburuan satwa liar.

“Perburuan tidak sesering dulu,” katanya.

Kini, ketiga pelaku telah diserahkan ke Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor (Satreskrim Polres) Situbondo.

 

Bangkai rusa dan merak hijau yang disita dari pelaku perburuan satwa liar di TN Baluran, Situbondo. Foto:: dokumentasi Balai TN Baluran.

 

Senjata api rakitan

Ajun Komisaris Momon Suwito Pratomo, Kepala Satreskrim Polres Situbondo, mengatakan, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka.  Mereka, katanya, memiliki peran berbeda, ada yang mengantarkan, memandu dan jadi eksekutor. Imam sebagai eksekutor, menembak satwa sasaran. Dia tercatat sebagai anggota Persatuan Menembak Indonesia (Perbakin) Kabupaten Malang.

“Senjata rakitan pemberian seseorang, yang memberi senjata sudah meninggal,” katanya.

Kepada penyidik, mereka mengaku, baru pertama kali berburu di taman nasional lantaran pemandu bilang, aman, tidak masalah. Pelaku dijerat UU Darurat Nomor 12/1951 atas kepemilikan senjata api dan UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman pidana penjara paling lama lima tahun, denda maksimal Rp100 juta.

Omar M. Ba’abdullah,  Ketua Perbakin Kabupaten Malang  mengatakan, Perbakin menjatuhkan sanksi kepada Imam lantaran Imam dianggap melanggar anggaran dasar/ anggaran rumah tangga organisasi. “Dicabut keanggotaannya. Ini pelanggaran berat. Sanksi tegas, Perbakin tidak mentolerir anggotanya melanggar hukum,” katanya.

Selama ini, katanya,  Imam dikenal sebagai anggota yang tidak pernah berulah. Bahkan, sempat jadi pengurus Perbakin Kabupaten Malang. Selama menjadi pengurus, dia dikenal aktif dan kerap membantu anggota. Pelanggaran hukum Imam, katanya,  menjadi tanggungjawab pribadi.

Mengenai senjata api rakitan yang dimiliki Imam, Omar tidak tahu menahu. Senjata rakitan atau ilegal, katanya, di luar kendali Perbakin dan risiko ditanggungjawab pribadi.

Sedangkan, aktivitas perburuan Perbakin dibatasi khusus berburu babi hutan (Sus scrofa L.). Perburuan babi hutan melalui mekanisme dan aturan ketat. Perburuan babi hutan, katanya, hanya di luar hutan lindung.  Selain itu, harus mengantongi izin dan rekomendasi dari bupati, Balai Koservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan kepolisian.

“BKSDA mengeluarkan kuota perburuan babi hutan, setahun pernah 350-750 ekor.”

Sementara izin berburu dikeluarkan polisi yang berlaku selama 10 hari. Jenis senjata untuk berburu meliputi kaliber 5,56 milimeter, kaliber 308 dan 306. Senjata yang digunakan mengantongi izin dan teregistrasi di kepolisian. Polisi pula yang mengeluarkan izin angkut, berburu, dan izin latihan menembak. “Setelah digunakan, senjata digudangkan di Polres, atau Polda,” katanya.

 

Senjata api rakitan dan amunisi yang disita dari tangan ketiga pelaku perburuan satwa liar di Taman Nasional Baluran, Situbondo, Foto: dokumentasi Balai TN Baluran.

 

Setop perburuan satwa liar

Rosek Nursahid,  Ketua ProFauna Indonesia, mengatakan, fenomena perburuan satwa liar di dalam kawasan hutan lindung dan konservasi berlangsung lama. Sedangkan pengawasan lemah dan petugas terbatas. “Padahal,  taman nasional merupakan benteng terakhir perlindungan satwa,” katanya.

Perburuan di taman nasional jadi tamparan keras bagi pemerintah. Rosek berharap,  kejadian ini menjadi momentum refleksi dan evaluasi pengelola kawasan konservasi tentang manajemen pengawasan hutan lindung.

Dia contohkan, perburuan satwa liar di Taman Nasional Bali Barat,  pelaku menembak mati 11 kijang (Muntiacus muntjak), tiga babi hutan dan satu rusa. Meski perburuan dibatasi, namun masih terjadi pelanggaran.

Di lapangan, katanya, ada modifikasi senjata dengan peluru yang lebih mematikan. Beredar pula senjata api rakitan secara ilegal.

Dia menyinggung,  Peraturan Kapolri Nomor 8/2012 tentang Perizinan, Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI/Polri untuk Kepentingan Olahraga. Pada Pasal 41 disebutkan senjata api untuk kepentingan olahraga dilarang digunakan atau menembakkan di luar lokasi latihan, pertandingan dan berburu. “Perlu pengawasan dan penegakan hukum. Tersangka, harus dijerat pasal berlapis.”

Rosek menduga,  perburuan satwa liar melibatkan jaringan. Untuk itu, aparat penegak hukum harus membongkar penampung, distributor dan konsumen. Satwa itu dimanfaatkan daging, kulit, organ, tanduk dan sebagainya.

“Jika hobi cukup satu ekor, ini belasan,” katanya.

Dia menyebut,  sejumlah kawasan konservasi di Jawa Timur,  rawan terjadi perburuan satwa, seperti, TN Meru Betiri, Alsa Purwo, dan Cagar Alam Kawah Ijen.

“Kawah Ijen setiap pekan banyak aktivitas perburuan burung. Mereka menangkap burung dengan jaring. Harus waspada,” kata Rosek.

ProFauna Indonesia mendorong pengelola kawasan konservasi menyusun strategi dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan turut menjaga hutan. Lantaran masyarakat yang kerap beraktivitas di hutan dan sebagian menggantungkan hidup dari hutan.  Ekowisata menjadi salah satu fungsi taman nasional, yang bisa melibatkan masyarakat sekitar.

“Masyarakat diuntungkan jika dilibatkan menjadi pemandu wisata, menyediakan home stay,  dan menjual cinderamata. Hingga mereka akan dirugikan jika ada perburuan, mereka akan ikut menjaga hutan,” ujar Rosek.

Pola sama diterapkan ProFauna Indonesia di hutan lidung Gunung Arjuna dan Gunung Kawi. Warga Desa Sumantoro, Ngantang, Kabupaten Malang mendapat bibit tanaman buah. Mereka pun turut menjaga kawasan dan terlibat aktif mencegah perusakan, pembalakan maupun perburuan.

 

 

Satwa liar dan tumbuhan yang hidup di Taman Nasional Baluran. Foto: Dok. Taman Nasional Baluran

 

********

 

Exit mobile version