Mongabay.co.id

Buku: Nyapu, Nasib Masyarakat dalam Ruang Gelap Mega Proyek IKN

 

 

 

 

 

“Jika ada ada proyek datang mengambil segenap hak milik kalian, bagaimana perasaannya? Kalian pasti menolak,” kata Samsiah, warga Balik, di hadapan ratusan mahasiswa saat peluncuran buku, “Nyapu” di Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, beberapa waktu lalu.

Perempuan berusia 49 tahun ini ceritakan pengalaman sebagai Perempuan Balik yang lahannya berada di zona inti Ibu Kota Baru (IKN) Nusantara.

Nyapu dalam bahasa Balik bermakna hilangnya kehidupan.  Di buku setebal 140 halaman  ini Samsiah  ungkap rahasia lezatnya ikan masak tradisional orang Balik dengan campuran buah bembuyong, lempuson dan sengkuang, yang berasa masam.

“Buah-buahan ini dimasak bersama ikan kuning karena dahulu belum ada asam kandis,” katanya.

Di sungai sekitar mereka mencari ikan untuk masak menu itu. Kini, sungai yang menjadi sumber pangan dan air warga sudah dibendung dan diambil alih proyek intake Sungai Sepaku. Ia untuk kebutuhan air di Ibu Kota Baru.

Buku ini menyajikan tentang kehilangan Masyarakat Balik dan warga lokal lain di IKN. Ia menguraikan kerusakan ekologi, sosial dan ekonomi yang dialami masyakat dan membongkar siapa oligarki ekonomi politik di dalam mega proyek ini.

Buku ini juga beberkan akal-akalan sumber pendanaan yang disebut menambang uang publik untuk proyek ambisius demi mengejar sebutan legacy rezim Presiden Joko Widodo.

Buku berbasis fakta pengalaman ini  diterbitkan bersama Jatam Kaltim dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaltim, Bersihkan Indonesia dan PuSHPA Univeristas Mulawarman. Mereka melakukan riset dengan pendekatan etnografi dan investigasi.

Buku ini juga istimewa dan unik karena terbit di kala para elit kekuasan dan para pengikutnya sibuk otak atik pemilu Presiden 2024. Mereka menampilkan drama dan teka teki politik pencalonan presiden dan wakilnya.

Drama politik yang klise jauh dari kuasa publik dan dan tidak terdapat  perbincangan gagasan untuk mengakhiri derita yang dialami warga.  Membaca buku ini,  pemilu terasa tak lagi relevan menghasilkan pengurus negara yang membicarakan isu rakyat dengan jujur. Malahan pemilu menghasilkan pemimpin yang menyusahkan dan membuat derita warga.

 

Sampul buku ‘Nyapu”

 

Ruang gelap

Awalnya, Pemerintah Indonesia menetapkan luasan mega proyek ambisius IKN 180.000 hektar. Setahun kemudian, pada 2020 bertambah jadi 256.000 hektar, seluas enam kali Jakarta.

Mereka meluaskan delienasi IKN dengan mengambil wilayah administrasi di lima kecamatan di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.

Belum lagi, Undang-undang IKN tak partisifatif  itu banyak dikritik karena dibuat terburu-buru. Kini, belum genap dua tahun UU sudah revisi.

Menarik apa yang dijelaskan dalam buku ini bahwa rencana pembangunan Ibu Kota Baru sudah cacat logika dari alasan pemindahan. Pemerintah menyodorkan alasan mega proyek ini adalah menggeser paradigma dari Jawa sentris menjadi Indonesia sentris.

Selain itu ,Jakarta tak lagi layak karena sesak penduduk, macet dan terus dipenuhi udara kotor. Alasan paling umum adalah Ibu kota baru hadir dan ditempatkan di tengah-tengah wilayah Indonesia dan untuk pemerataan pertumbuhan ekonomi.

Realitasnya,  jauh panggang dari api. Keputusan pemindahan ibu kota itu secara sentralistik datang dari Jakarta. Tiada keterlibatan masyarakat lokal,  tanpa kajian dan tanpa dokumen terbuka yang dapat ditelaah publik.

Pemaksaan  kehendak  adalah penodaan hak paling azasi manusia. Seluruh instrumen demokrasi diabaikan begitu saja. Sumber ekonomi warga direnggut bahkan digusur dan nampaknya warga jadi pengungsi permanen di tanah mereka sendiri. Pindah tak punya kuasa, bertahan berpeluh derita.

Padahal,  pemeretaan ekonomi hanya perlu niat sungguh-sungguh pemerintah untuk memujudkan keadilan ekonomi tanpa perlu IKN persis berada di tangah-tengah kepulauan Indonesia. Ibu Kota di garis tengah juga tak menjamin tercipta keadilan ekonomi kalau pengusaan sumber ekonomi tetap diserahkan kepada oligarki politik dan ekonomi.

Padahal, kata Buku ini bentang alam Kalimantan bagian Timur ini sudah mengalami kerusakan lingkungan akut sebagai dampak eksploitasi ekonomi berlebihan selama 40 tahun terakhir.

Penggurunan hutan primer, pembongkaran batubara, dan pemaksaan tanaman homogen seperti sawit dan eukaliputus tak bisa dibantah memperburuk ekologi dan ekonomi tradisonal.

Ruang hidup warga lokal khusus orang Balik  terdesak. Keragaman hayati, seperti orangutan, bekantan, pesut, dugong dan penyu yang menjadi penanda ekologi di kawasan ini, terjebak dalam ruang sesak dan dipaksa hidup dalam ketidakpastian.

Kondisi beban ekologi dan sosial dan kebudayaan yang krisis dan  terpuruk itu kemudian ditimpa dengan mega proyek ambisius ibu kota baru. Umpama kampung yang usai didera angin puting beliung, bukan ditolong justru dibakar.

Seharusnya,  pemerintah memperhatikan sosial dan ekologi yang sudah rusak.  Menurut buku ini langkah yang perlu diambil pemerintah adalah pemulihan bukan tambah beban, bukan melipatgandakan kerusakan ekologi dan sosial ekonomi.

 

Titik Nol di IKN Nusantara. Foto: Richaldo Hariandja/ Mongabay Indonesia

 

Kubur Orang Balik

Suku Balik, hidup terbiasa dengan kebudayaan sungai, hutan dan ladang.  Sebagian orang Balik hidup di Sepanjang Sungai Sepaku. Disebut Sepaku, karena ketika itu banyak ditumbuhi sayur paku atau pakis. Orang orang kemudian mengenal Sepaku.

Nama-nama tradisonal di wilayah yang kini dicaplok IKN menurut buku ini adalah penamaan orang-orang Balik. Misal, Semoi kini jadi nama proyek bendungan dan mentoyok atau tengin adalah tempat bendungan itu.

Selain bendungan,  Sungai Sepaku juga dibendung dengan alasan untuk kebutuhan air bersih di ibu kota baru. Proyek yang mereka sebut intake Sepaku itu justru mengubur segenap pengharapan dan ruang hidup orang-orang Balik.

Sebagaimana lazimnya masyarakat tradisonal, orang Balik juga memiliki khazana kebudayaan tak kalah pentingnya. Salah satunya, pengetahuan astronomi lokal yang berkaitan dengan pertanian.

Makin hari, pengetahuan itu perlahan redup dan tiada lagi diandalkan lantaran ruang hidup mereka dominan dalam penguasaan perusahaan yang berbasis lahan skala besar.

Sikion, warga Balik di Sepaku bilang, bintang tiga dengan cahaya bederan di langit adalah masa paling tepat untuk memulai menanam. Kalau mau berburu pun mereka mulai dengan ritual.

“Mereka ritus dengan menggunakan telur ayam kampung dengan cara melemparkan di atas jerat hewan buruan yang telah dipasang di dalam hutan sebanyak tiga kali sambil mengucapkan mantra,” katanya.

Tradisi ini,  juga ikut terkubur karena hewan berikut hutan juga rusak.

Orang Balik juga merayakan kebudayaan dengan kesenian, misal, gambus. “ini gambus yang sering kami pakai manggung dulu terbuat dari kulit kancil.”

Kesenian gambus juga menunjukkan, orang Balik mengapresiasi kebudayaan yang datang dalam kehidupan mereka.

Orang-orang Balik juga memiliki kesenian “teater” memandak, lakon berbagi peran. Seorang seniman perempuan Bunga  bilang, sering bermain peran memandak di masa lampau. Dia mainkan lakon sejarah berkisah kerajaan.

Dia berperan sebagai puteri sementara suaminya sebagai pahlawan. Bermain peran ini juga lazim berlangsung di masyarakat Banjar yang dikenal dengan mamanda.

Saya juga menemukan sisa peninggalan alat ritual balian atau mulung, serupa gelang yang biasa digunakan oleh para mulung di masa lalu. Benda budaya itu disimpan di  rumah Udin, warga Balik.

Ritual itu, katanya,  terakhir dilakoni bapaknya. Ritual balian orang Sepaku tak terlihat lagi. Tertinggal tarian ronggeng yang merupakan bagian dalam tarian balian atau mulung.

Sibukdin, Kepala Adat Balik di Sepaku bilang, ritual balian di masyarakat Balik terakhir pada 1980-an. “Balian orang Balik juga berbeda dengan Balian suku lain,” ucap Sibukdin.

Kalau menelisik masa itu sedang massif pembongkaran hutan primer Sepaku. Kayu-kayu gelondongan diangkut ke luar. Perubahan masyarakat Balik jelas terlihat bukan karena hak veto mereka, tetapi digerakkan industri, kini IKN.

Selain Samsiah  memaparkan kehilangan buah asam lokal dan bunga dengan roman gambus dan kesenian memandaknya saat berada di gua-gua di kampung, juga resep obat tradional yang mereka kenal sebagai lempuso, akar aren, tengkeungut, dan ambit jalen.

Tumbuhan-tumbuhan ini dipakai perempuan usai melahirkan. Mereka tumbuh alami di sepanjang daerah aliran Sungai Sepaku dan sungai lain di kecamatan yang kini jadi proyek IKN.

Dalam buku ini, Bece, warga Balik,  juga katakan, daun nipah akan musnah. Daun nipah penting dalam kehidupan perempuan Balik sebagai bahan atap tradisonal. Bece, perempuan yang masih setia membuat atap dari daun nipah.

Masing masing perempuan bergulat menghadapi mega proyek IKN. Samsiah dan Bece juga berhadapan proyek Intake Sepaku yang sering menuding mereka sebagai perempuan banyak protes.

Dahlia, sebagai penari ronggeng Suku Balik menghadapi rekayasa budaya yang datang ke kampungnya. Orang orang yang dari luar tiba tiba rajin belajar menari dan memperhatikan tarian mereka. Dahlia juga sibuk menghalau tukang ukur tanah yang berkeliaran di kampung seperti rayap.

 

Presiden Joko Widodo dan jajarannya, saat berada di titik nol lokasi IKN Nusantara. Foto: video dari Facebook Presiden Joko Widodo

 

Orde baru, bawa kendali bisnis militer   

Pembongkaran hutan primer Sepaku tak lama usai Presiden Seoharto naik ke tampuk kekuasaan di Indonesia. Buku ini menceritakan, akhir 1960-an, Kalimantan bagian Timur memasuki era kayu yang amat populer dengan sebutan banjir kap.

Seperti hutan primer di Kalimantan yang lain, Sepaku masa itu juga mengalami banjir kap. Pembabatan hutan secara bebas kemudian dijual ke tengkulak kayu. Para tengkulak yang dulu masyhur dikenal anemer atau bos kayu menjual ke kapal kapal berbendera asing.

Kayu gelondongan diseret dari dalam hutan melalui  sungai. Di Sepaku, kayu itu dikeluarkan salah satunya melalui Sungai Sepaku dan Sungai Miangau.

Usai masa banjir kap, muncul model baru pada awal 1970-an seiring terbit Undang-undang Penanam Modal Asing. Rezim Orde Baru di bawah komando Presiden Soeharto mengatur pengusaan hutan tak boleh dikelola bebas tetapi diserahkan kepada korporasi kayu.

Hutan belantara di bentang alam Sepaku masyhur sebagai salah satu hutan terbaik yang pernah dimiliki Indonesia, berubah menjadi konsesi hak penguasaan hutan. Tanpa permisi ke masyarakat lokal, hutan primer Sepaku diberikan kepada PT International Timber Corporation Indonesia (ITCI). Perusahaan ini boleh menebang pohon di dalam konsesi.

Korporasi yang didirikan Juni 1969 ini bersama  PT IRDA (karya TNI AD) dan Delong Corporation asal Amerika Serikat. Badan usaha ini digerakkan bisnis militer Indonesia dengan  kolaborasi saham Tri Usaha Bhakti atau Truba, didirikan oleh para perwira angkatan darat  dan korporasi Weyerhaeuser asal Amerika Serikat.

Sepuluh tahun kemudian, manajemen ITCI beralih ke Mitra Indonesia. Pada 1981, karena kerap dilanda kerugian bisnis militer yang dikendalikan di bawah payung perusahaan milik TNI Angkatan Darat ini mengalami kerugian.

Buku ini menyebutkan, pada 1993 manajemen perusahaan  ITCI Kartika Utama (KU) dikuasai Hashim Djojohadikusumo, juga adik kandung Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, mantan menantu Presiden Soeharto. Korporasi kayu ini menguasai seluas 173.395 hektar.

Belakangan ITCIKU menjual saham ke PT ITCI Hutani Manunggal ( IHM) yang dikuasai Sukanto Tanoto,. ITCI HM menaman eukaliptus untuk bahan produksi kertas. Kini, konsesi ITCI HM berada dalam kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) dan ITCKU berada ring dua IKN.

 

Desain kawasan ibukota negara (IKN) Nusantara di Kabupaten Penajam Passer Utara, Provinsi Kalimantan Timur. Sumber : Kementerian PUPR/ikn.go.id

 

Berlindung di balik slogan green dan smart city  

Buku ini juga ulas IKN dengan segenap bunyi-bunyian ‘hijau’ yang dilontarkan pengurus negara semisal green city, smart bahkan spong city hanyalah kedok belaka. Pengurus negara diduga hanya untuk meraih simpati dunia internasional dan nasional. Kepentingannya, untuk memuluskan mega proyek yang ditulis akan menelan dana Rp466 triliun itu.

Target pemerintah pada Agusutus 2024 akan ada upacara kenegaraan peringatan kemerdekaan 17 Agustus. Untuk itu, pembangunan Istana Kepresidenan dan kompleks kementerian ini dikebut. Ia laju bagaikan  speed boat Penajam-Balikpapan.  Sepanjang 2022-2024, disebut menggunakan dana Rp25,9 triliun.

“Dalam menopang promosi hijau pemerintah klaim menerapkan 100% persen clean energi dan sumber energi rendah karbon untuk mengejar target 100% instalasi energi  terbarukan dan net zero emissiones pada 2045,” sebut buku itu.

Realitasnya, energi kotor dan mematikan batubara terus dibongkar untuk memenuhi energi pembangkit listrik tenaga batubara di Kalimantan Timur bersamaan dengan pembongkaran bentang alam Sepaku dan sekitar.

Satu contoh, Teluk Balikpapan, hutan mangrove terus digunduli untuk kegiatan proyek smelter nikel.

Belum lagi dokumen informasi bendungan juga disembunyikan KPUPR karena alasan hak kekayaan intelektual dan mengganggu persaingan usaha.

Mirip alasan Rita Widyasari, mantan Bupati Kutai Kartanegara, Kaltim  saat dimintai SK IUP tambang di wilayahnya. Kini dia terpidana koruptor di KPK.  Kalau memang dokumen itu tak bermasalah mengapa mesti disembunyikan.

Selain itu, aktor oligarki nasional pernah disebut sebut diajak dalam urusan pendanaan pembangunan IKN. Muhammed bin Zayed Al Nahyan (MBZ), presiden Uni Emirat Arab (UEA) yang diberi jabatan sebagai steering committee (SC) dalam pembagunan IKN dan Tony Blair, mantan Perdana Menteri Inggris.

Untuk memuluskan mega proyek IKN, pemerintah nampak memanjakan calon investor dengan berlebihan mirip perlakuan putera mahkota kerajaan. Sementara rakyat diperlakukan mirip musuh yang harus dipindah dari IKN.  Calon investor diiming-iming  diberikan hak guna bangunan selama 190 tahun.

Tanah-tanah yang dijanjikan kepada investor itu adalah wilayah leluhur orang Balik. Pemerintah terus mendesak baik langsung maupun tak langsung agar orang Balik pindah dari kampung halaman mereka.

Tim peneliti buku ini mendokumentasi dengan baik modus kejahatan dalam mengambil alih lahan warga Balik baik di Kampung Sepaku Lama dan di kampung lain di delineasi IKN.

Orang-orang proyek bekerja mematok dan mengukur lahan tanpa persetujuan pemilik.  Lahan diganti rugi sedikit lalu memanipulasi tanda tangan kehadiran warga sebagai persetujuan kehadiran proyek.

Sebagian warga dipaksa menerima ganti rugi melalui penerbitan rekening. Memecah suara penolakan warga dan bagi mereka yang menolak dipersilakan menutut di pengadilan.

Buku ini tidak hanya penting dibaca bagi siapa saja warga Indonesia,  agar bisa memahami duduk perkara operasi pemaksaan mega proyek IKN, juga bahan renungan bagi pengurus negara untuk mempertimbang dampak buruk proyek ambisius yang menyebar bak kanker bagi warga.

Kisah perempuan seperti Samsiah ini tak seindah yang dikampanyekan Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi/BKPM.

Dia bermain bahasa metafora bagaikan seorang penyair.

“IKN itu seperti cewek cantik dari kampung yang belum dipoles pakai bedak,”  begitu kata Bahlil.

Sang menteri tak tahu, kehidupan warga lokal mengalami derita tak berkesudahan dan perempuanlah yang paling berat menanggung kelam mega proyek IKN itu.

 

Plang-plang yang menunjukkan wilayah itu akan masuk lokasi IKN Nusantara, berada di wilayah adat. Foto: AMAN
Proyek pembangunan calon istana kepresidenan di Ibu Kota Nusantara (IKN). Foto: Muhammad Razil Fauzan

 

******

 

Exit mobile version