Mongabay.co.id

Hutan Dapat Menyimpan Potensi Karbon yang Sangat Besar, Jika Kita Mengurangi Emisi

 

Fungsi hutan dalam mengatasi krisis iklim dengan menyerap dan menyimpan karbon telah banyak di bahas. Namun, berapa besar sebenarnya potensi karbon yang dapat diserap? Selama ini upaya pengukuran yang dilakukan banyak peneliti pun kerap memicu kontroversi.

Sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature baru-baru ini memberikan gambaran apa yang disebut para penulisnya sebagai perkiraan terkini tentang potensi “besar” hutan tersebut.

Penelitian yang dipimpin Crowther Lab di ETH Zürich dan ditulis bersama lebih dari 200 ilmuwan di seluruh dunia, memperkirakan bahwa melindungi dan memulihkan hutan dapat menyerap 226 miliar metrik ton (GT) karbon dari atmosfer.

Jumlah ini disebut setara dengan sepertiga kelebihan emisi sejak industrialisasi dimulai.

Studi ini menemukan bahwa sekitar 61 persen potensi tersebut dapat dicapai dengan melindungi hutan yang ada dan membiarkannya mencapai kematangan usia tua. Sisanya dicapai dengan restorasi kawasan terdegradasi dan terdeforestasi, serta menghubungkan fragmen-fragmen hutan di kawasan-kawasan utama.

Namun, penulis utama penelitian ini Tom Crowther, -seorang profesor ekologi di ETH Zürich, wanti-wanti memperingatkan agar hasil ini tidak serta-merta digunakan untuk terus mengumbar penggunaan bahan bakar fosil, penghasil utama emisi.

Penanaman pohon saja sebutnya, tidak akan dapat menghentikan pengurangan emisi. Jika emisi terus meningkat maka kekeringan, kebakaran, dan pemanasan global akan semakin mengancam hutan.

“Tidak ada dua pilihan, antara pengurangan emisi dan perlindungan alam. Keduanya teramat penting.  Jika kita terus mengeluarkan emisi saat menanam pohon, pohon-pohon tersebut akan tetap mati,” jelas Crowther.

 

Kebakaran di hutan hujan Amazon Brasil, dekat Humaitá, Amazonas di bulan Agustus 2022. Saat perubahan iklim menghangatkan dan mengeringkan hutan, api yang digunakan untuk pertanian tebang dan bakar menyebar ke hutan hujan yang masih ada. Foto © Christian Braga / Greenpeace

 

Studi ini menindaklanjuti makalah kontroversial yang diterbitkan di Science  di tahun 2019 dimana Crowther dan rekan-rekannya menyebut jika 0,9 miliar hektar lahan yang dihutankan kembali, -kira-kira hampir seluas Brasil, dapat mendukung lebih dari 200 GT penyerapan karbon tambahan melalui restorasi hutan atau sepertiga dari emisi karbon.

Kritikus berargumentasi bahwa jumlah lahan yang ada itu tidak tersedia untuk reboisasi.

Klaim ini juga menyebut jika upaya itu tak lebih dari sekedar propaganda greenwashing yang dilakukan oleh pihak perusahaan yang dilakukan lewat proyek penanaman pohon.

Makalah ini disebut-sebut menjadi inspirasi Inisiatif Satu Triliun Pohon dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF), yang diluncurkan oleh miliarder Salesforce Marc Benioff.

“Seumur hidup saya, saya belum pernah mengatakan kita harus menanam satu triliun pohon,” kata Crowther membantah saat ditanya oleh The Guardian di tahun 2021.

Melalui penelitian baru ini, Crowther menyebut, “Hutan menawarkan potensi luar biasa, namun bukan untuk tujuan greenwashing, dan bukan tanpa adanya mengurangi emisi.” Jelasnya baru-baru ini kepada Mongabay.

Lalu sebenarnya bagaimana metode yang digunakan oleh para peneliti?

Pertama, mereka mengumpulkan data yang bersumber dari lebih satu juta petak hutan yang berisi pengukuran pohon. Dengan menggunakan data plot dan faktor lingkungan seperti iklim, mereka membangun model statistik yang memperkirakan kapasitas hutan alami di atas permukaan tanah dalam menyimpan karbon.

Kedua, mereka menggunakan peta biomassa hutan global dan faktor lingkungan berbasis satelit, untuk membangun model statistik serupa mengenai potensi penyimpanan karbon alami.

Dari model yang terkumpul lewat data darat dan satelit, para peneliti menghitung potensi penyimpanan karbon dalam biomassa pepohonan di atas permukaan tanah, jika hutan tumbuh secara alami tanpa campur tangan manusia.

Kemudian, perkiraan karbon pohon di bawah permukaan tanah, kayu mati, serasah daun, dan karbon tanah ditambahkan untuk memperkirakan total potensi karbon ekosistem.

Crowther mengaku terkejut dengan konsistensi antara model berbasis darat dan satelit secara global. “Kami hanya melihat perbedaan 12 persen di seluruh pendekatan. Ini hal yang luar biasa.”

 

Peta (a) menunjukkan observasi karbon pohon di atas permukaan tanah yang bersumber dari darat dan peta (b) merupakan peta ESA-CCI yang diturunkan dari satelit mengenai stok karbon pohon di atas permukaan tanah saat ini (resolusi 1 km). Para peneliti hanya melihat perbedaan sebesar 12% antar pendekatan. Gambar dari Mo dkk 2023 .

 

Namun kritik tetap datang. Veldman, seorang ahli ekologi di Texas A&M University, kepada Reuters dia menyebut studi baru ini “masih melebih-lebihkan berapa banyak karbon yang dapat diserap dan jumlah lahan yang tersedia untuk dihutankan kembali.”

Di sisi lain, Simon Lewis, mantan kritikus dan profesor ilmu perubahan global di University College London mengatakan kepada The Guardian, jika perkiraan baru ini “jauh lebih masuk akal dengan angka yang konservatif.”

Crowther mengatakan dia begitu terkejut dengan besarnya potensi penyimpanan karbon yang dapat dicapai dengan hanya melindungi hutan yang ada, dan membiarkannya terus berkembang tanpa terganggu menjadi ekosistem hutan tua.

“Penelitian ini menggarisbawahi prioritas utama kita adalah untuk menjaga hutan tua yang tersisa agar tetap ada,” kata Oliver Phillips, profesor dan ketua ekologi tropis di Universitas Leeds.

“Melestarikan hutan, mengakhiri deforestasi, dan memberdayakan masyarakat yang hidup berdampingan dengan hutan memiliki kekuatan untuk memanfaatkan 61 persen potensi kita,” kata Crowther kepada The Guardian.

 

Hutan hujan beriklim sedang di Taman Nasional Olympic Fain Forest. Hutan tua mempunyai kapasitas penyimpanan karbon yang luar biasa. Gambar oleh Rhett A. Butler / Mongabay.

 

Menurut penelitian ini, keanekaragaman hayati mendasari sekitar setengah produktivitas hutan di seluruh dunia, sehingga upaya memulihkan hutan alam yang beragam (dibandingkan perkebunan monokultur) adalah kunci untuk memaksimalkan penyimpanan karbon.

Dan untuk menjaga agar karbon tetap di dalam tanah, maka upaya melindungi padang rumput, lahan gambut, dan lahan basah sama pentingnya dengan melindungi hutan, jelas rekan penulis Constantin Zohner dalam sebuah pernyataan.

Berdasarkan beberapa perkiraan sebutnya, jumlah pohon di seluruh dunia telah berkurang hampir 50 persen sejak dimulainya pertanian sekitar 12.000 tahun yang lalu, dan lebih dari 15 miliar pohon masih tetap ditebang setiap tahunnya.

Perjanjian internasional telah dibuat untuk melindungi hutan dan memulihkan ekosistem, termasuk Dekade Restorasi Ekosistem PBB (yang Dewan Penasihatnya diketuai Crowther), Kerangka Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal, dan Deklarasi Pemimpin Glasgow tentang Hutan dan Tata Guna Lahan.

Crowther dan rekan-rekannya berharap informasi dalam penelitian ini dapat membantu menetapkan target perlindungan dan restorasi hutan di seluruh.

“[Temuan] ini sangat besar. Hal ini berpotensi mengubah konteks konservasi hutan. Melindungi hutan tidak lagi merupakan upaya untuk menghindari emisi, namun juga merupakan penarikan karbon secara besar-besaran.”

Tulisan asli: Forest hold massive carbon storage potential if we cut emissions. Artikel ini diterjemahkan oleh Ridzki R Sigit

 

Referensi:

Mo, L., Zohner, C. M., Reich, P. B., Liang, J., de Miguel, S., Nabuurs, G.-J., … Crowther, T. W. (2023). Integrated global assessment of the natural forest carbon potential. Nature, 1–10. doi:10.1038/s41586-023-06723-z

Bastin, J., Finegold, Y., Garcia, C., Mollicone, D., Rezende, M., Routh, D., … Crowther, T. W. (2019). The global tree restoration potential. Science365(6448), 76-79. doi:10.1126/science.aax0848

Crowther, T. W., Glick, H. B., Covey, K. R., Bettigole, C., Maynard, D. S., Thomas, S. M., … Bradford, M. A. (2015). Mapping tree density at a global scale. Nature525(7568), 201-205. doi:10.1038/nature14967

Exit mobile version