Mongabay.co.id

Kala Senator Amerika Serikat Kritik Nikel dari Indonesia

 

 

 

 

 

Sejumlah senator Amerika Serikat meminta pemerintah mereka mempertimbangkan ulang mengimpor nikel asal Indonesia. Pasalnya, produk yang jadi bahan baku utama pembuatan baterai untuk kendaraan listrik itu dinilai sarat masalah lingkungan dan hak asasi manusia (HAM).

Permintaan itu disampaikan para senat melalui surat yang mereka kirimkan kepada beberapa kementerian atau departemen di Amerika Serikat.  Antara lain, Departemen Energi, Departemen Keuangan, Departemen Perdagangan dan Departemen Sumber Daya.

Surat itu sekaligus respons atas proposal ‘perdagangan bebas terbatas’ komoditas nikel yang diajukan Pemerintah Indonesia sebelumnya.

Dalam surat itu, senat meminta Pemerintah Joe Biden lebih mengutamakan pasokan nikel dari dalam negeri atau negara sekutu yang diproduksi dengan standar ketat.

“Jika perluasan (pasokan nikel) dianggap perlu, itu harus diarahkan negara-negara dengan standar ketenagakerjaan, hak asasi manusia dan lingkungan yang kuat,” tulis sejumlah senat dalam surat tertanggal 24 Oktober 2023 itu.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia mengusulkan kepada Amerika Serikat agar ada perjanjian perdagangan bebas terbatas terkait mineral (nikel) untuk transisi ke kendaraan listrik.

Proposal itu diajukan lantaran Indonesia dan Amerika Serikat tidak memiliki perjanjian perdagangan bebas yang jadi syarat memperoleh insentif untuk ‘mineral kritis’.

Dalam usulan itu, perusahaan di Indonesia yang jadi rantai pasok kendaraan listrik agar  mendapatkan insentif berdasarkan Undang-undang Pengurangan Inflasi Amerika Serikat 2022 atau U.S. Inflation Reduction Act (IRA). Kesepakatan yang sama dibuat antara Amerika Serikat dengan Jepang.

Ada sembilan anggota senat yang turut menandatangani surat itu, sebagaimana salinan surat yang didapat Mongabay. Mereka adalah Tina Smith, John Fetterman, Joe Manchin III, Amy Klobuchar dan Bill Cassidi. Kemudian, Kevin Cramer, Tammy Baldwin, Sherrod Brown, dan Lisa Murkowski.

 

Dokumen: Surat Senator Amerika Serikat

Kondisi kebun warga di Dusun Taman Jaya, Pulau Seram, terkena limpahan limbah ore nikel saat musim penghujan. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

 

Dalam surat itu, kesembilan senator itu menyatakan keprihatinannya atas potensi mineral kritis di Indonesia yang sarat dengan berbagai dugaan pelanggaran. Mereka pun khawatir, pemanfaatan mineral kritis Indonesia jauh dari standar keselamatan dan perlindungan pekerja, lingkungan, minim pelibatan masyarakat atau komunitas lokal serta pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Di sektor ketenagakerjaan, pertambangan dan pemurnian nikel di Indonesia menghadapi banyak persoalan pelanggaran terhadap para pekerja. Bahkan, awal tahun ini, terjadi kerusuhan di unit smelter di Sulawesi hingga mengakibatkan dua orang tewas.

Selain itu, banyak juga laporan mengenai kondisi jam kerja yang panjang tanpa istirahat, pemotongan gaji, dan kekurangan perlengkapan keselamatan kerja.

“Selain itu, Indonesia telah meremehkan hak-hak buruh yang sudah ada melalui perubahan omnibus law-nya,” tulis kongres dalam suratnya itu.

Kongres juga menyoroti penambangan terbuka (open pit) yang dinilai berdampak signifikan terhadap keanekaragaman hayati dan deforestasi. Indonesia juga dinilai kurang melakukan perlindungan terhadap lingkungan.

Menurut Kongres, tambang terbuka deposit nikel laterit kadar rendah itu juga kerap mengakibatkan tanah longsor dan pencemaran sumber air minum dan pesisir perairan.

“Di lepas pantai di Kepulauan Obi, lautnya menjadi berlumpur.”

Akibatnya, masyarakat nelayan di pesisir pantai harus melakukan perjalanan makin jauh ke laut untuk mencari ikan yang tidak terpengaruh oleh pencemaran.

Laporan berjudul The Battery Paradox yang dipublikasikan The Center for Research on Multinational Corporstions (SOMO), Belanda mengonfirmasi kekhawatiran Kongres. Dalam laporan itu, SOMO menyebut,  bila penambangan nikel menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang sangat besar.

Dampak penambangan nikel terbuka meliputi, polusi air, kerusakan hutan, erosi lahan (yang selanjutnya meningkatkan risiko banjir) dan hilangnya keanekaragaman hayati. Penambangan nikel juga berdampak pada kesehatan pekerja dan masyarakat di sekitar.

Nikel,  adalah salah satu mineral terpenting dalam rantai pasokan baterai dan digunakan dalam industri baterai beberapa aplikasi pertahanan. Bahkan, Pemerintah Federal menambahkan nikel ke dalam daftar mineral penting Amerika Serikat pada 2020 dan dinilai penting bagi pertahanan negeri Paman Sam itu.

Kongres pun menyadari, kebutuhan mineral transisi akan terus meningkat seiring ambisi pemerintah meningkatkan elektrifikasi kendaraan. Namun, kongres mendorong pasokan mineral hanya bersumber dari negara-negara dengan standar kelayakan ketat, seperti, Kanada maupun Australia.

Kongres memperkirakan, pada 2050, permintaan nikel global naik dari 2 juta metrik ton menjadi 5,2 juta metrik ton. Saat itu, seluruh kendaraan diprediksi pakai listrik sebagai sumber energi.

 

Baca juga: Moncer Baterai Kendaraan Listrik, Suram bagi Laut dan Nelayan Pulau Obi [1]

Laut dan lahan pemukiman warga pesisir terdampak limbah operasi tambang nikel di hulu. Foto: Riza Salman/ Mongabay Indonesia

 

Seiring meningkatnya permintaan kendaraan listrik, Indonesia diyakini makin berupaya melakukan penyempurnaan bijih bermutu rendah (laterit) jadi nikel bermutu tinggi untuk baterai. Masalahnya, pemrosesan nikel laterit  melepaskan emisi lebih tinggi dibanding endapan nikel sulfida.

“Dari ekstraksi nikel hingga pemrosesan, operasi di Indonesia memiliki jejak karbon jauh lebih tinggi dibandingkan Amerika Serikat,” kata Kongres.

Laporan Badan Energi Internasional (IEA) menyebut, produksi nikel dari bijih laterit oleh melepaskan emisi CO2 dua hingga enam kali lebih banyak dibandingkan memproduksi nikel bermutu tinggi dari endapan sulfida.

“Praktik-praktik ini tidak hanya dapat sangat merusak lingkungan, namun mempertanyakan kemampuan Amerika Serikat untuk menegakkan peraturan dan pengawasan tepat terkait operasi penambangan berdasarkan perjanjian perdagangan bebas terbatas,” jelas Kongres.

Dalam surat itu, para senat juga mengkritik usulan Indonesia mengenai pembentukan organisasi semacam OPEC untuk sektor nikel. Mereka bahkan menyebut itu sebagai organisasi kartel yang jelas-jelas bertentangan dengan perjanjian perdagangan bebas.

Kongres menyadari, Indonesia mempunyai peran strategis di kawasan Indo-Pasifik dan mempunyai potensi jadi mitra dalam peningkatan hubungan ekonomi melalui Ekonomi Indo-Pasifik Kerangka Kerja untuk Kemakmuran (IPEF). Namun, dalam waktu sama, berkembangnya industri nikel Indonesia memunculkan banyak kekhawatiran.

“Kami mendesak, pemerintah memasukkan kekhawatiran ini ke dalam pertimbangannya jika ada perluasan akses terhadap mineral penting dan mengutamakan produsen dalam negeri.”

 

Baca juga: Kala Kawasan Industri Nikel Pulau Obi Bertumpu pada Energi Batubara [1]

Kawasan industri nikel di Pulau Obi. Kepulan asap pabrik dan PLTU batubara lepas ke udara. Foto: Rifki Anwar/ Mongabay Indonesia

 

Bersihkan rantai pasok nikel dari pelanggaran

Bima Yudhistira Adhinegara , Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), menilai, surat kongres ini merupakan tamparan keras atas praktik pertambangan nikel di Indonesia yang sarat dengan dugaan pelanggaran.

“Mereka tidak mau pemintaan nikel untuk baterai kendaraan justru akan meningkatkan berbagai dampak yang terjadi saat ini. Seperti dampak ke lingkungan, komunitas lokal dan juga HAM,” katanya.

Dia menilai, surat dari kongres ini tidak hanya sebagai ekses persaingan ekonomi antara Amerika dan Tiongkok. Juga karena keinginan Amerika Serikat memastikan, baterai yang dipasok ke Paman Sam, aman dari berbagai pelanggaran.

“Karena kalau tidak, itu tidak sesuai dengan konstitusi di Amerika Serikat,” katanya.

Bima bilang, mau tidak mau pemerintah Indonesia harus memastikan seluruh rantai pasok nikel ‘bersih’ tanpa pelanggaran.

Sisi lain, transisi energi seharusnya bisa jadi solusi atasi krisis iklim yang berlangsung saat ini. Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya. Alih-alih, transisi energi melalui pengusahaan nikel justru memicu banyak persoalan, seperti penggunaan batubara masif, rantai pasok mineral melepaskan banyak karbon ke atmosfer, dan menghasilkan banyak polusi udara.

Sebagai contoh, perluasan dari Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), satu kawasan industri smelter nikel terbesar di dunia, justru mendorong pembangunan sembilan PLTU baru, dengan total kapasitas 3,3 GW. Kapasitas PLTU captive, yaitu PLTU untuk kawasan industri seperti di IMIP akan terus bertambah.

“Hilirisasi nikel dengan batubara jelas-jelas bertolak belakang dengan upaya dekarbonisasi yang kini gencar dilakukan di Indonesia, salah satunya melalui Just Energy Transition Partnership,” kata Zakky Amali, juru Manajer Riset Trend Asia.

Sayangnya, rancangan dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) JETP Indonesia yang dirilis pada November tak ubahnya hanya solusi palsu. Tidak ada upaya perlindungan pada hak asasi manusia yang memadai.

“Berpotensi meningkatkan utang Indonesia.”

 

Baca juga: Nasib Nelayan Halmerah Tengah Setelah Ada Industri Nikel [1]

Area tambang nikel di Pulau Obi. Foto: Rabul Swal/ Mongabay Indonesia

 

Dalam transisi energi, penting menghormati hak-hak masyarakat. Selain itu, setiap pendanaan internasional harus pula mencakup perlindungan terhadap hak asasi manusia dan lingkungan. Tidak hanya itu, partisipasi publik, transparansi, mekanisme pengaduan yang dapat diakses, dan audit independen juga merupakan aspek penting diperhatikan.

“Rencana mendukung dekarbonisasi di Indonesia harus memperhitungkan semua sumber emisi di sektor energi, termasuk PLTU captive,” kata Zakki.

Karena itu, terkait surat Kongres kepada pemerintah Amerika Serikat, Zakki menilai sebagai langkah tepat.

Menurut dia, pertambangan nikel di Indonesia sarat masalah. Bukan hanya lingkungan, deforestasi, perampasan tanah adat, pelanggaran HAM, juga korupsi.

“Kita menghendaki, transisi energi itu sebagai keharusan. Tetapi, paling penting bagaimana transisi itu dilakukan atas prinsip keadilan, tidak mengorbankan masyarakat dan lingkungan,” katanya.

Brad Adams,  Direktur Eksekutif Climate Right Internasional (CRI), menilai, surat dari para senator Amerika Serikat itu sebagai kekhawatiran serius atas pelanggaran hak asasi manusia, ketenagakerjaan, dan lingkungan hidup dalam industri nikel di Indonesia.

Meski begitu, katanya, tak boleh mengabaikan fakta bahwa banyak dari senator itu berasal dari negara-negara yang memiliki kepentingan pertambangan dalam negeri.

 

Baca juga: Nestapa Warga Wawonii Kala Air Bersih Tercemar

Laut Wawonii dengan sebagian air berubah warga oranye, diduga cemaran ore nikel. Foto: Riza Salman/ Mongabay Indonesia

 

Amerika Serikat, katanya,  harus memprioritaskan sumber mineral penting yang ditambang dan dimurnikan dengan standar hak asasi manusia dan lingkungan hidup yang tinggi, terlepas apakah mineral itu berasal dari Amerika Serikat, Indonesia, atau negara lain.

Adams juga mengkritik,  pengembangan industri nikel Indonesia yang sebagian besar justru menggunakan pembangkit listrik batubara.

“Menambang dan melebur nikel dengan tenaga batubara kotor bukanlah solusi iklim,” katanya melalui surat elektronik kepada Mongabay, Jumat (17/11/23).

Menurut dia, Indonesia harus segera mengambil langkah-langkah dekarbonisasi industri nikel dengan menghentikan pembangkit listrik tenaga batubara dan beralih ke energi terbarukan.

Adams katakan, nikel merupakan mineral penting untuk baterai kendaraan listrik. Kendaraan listrik, bisa jadi salah satu upaya melawan perubahan iklim. Namun, katanya, pengambilan material harus aman bagi masyarakat lokal dan lingkungan.

Bagi masyarakat yang bergantung pada sungai dan air tanah, pencemaran lingkungan akan sangat berdampak. Karena itu, selayaknya pemerintah menghentikan sementara tambang yang merusak sampai ada langkah preventif ke depan.

Indonesia adalah penghasil nikel terbesar di dunia, menyuplai 48.8% produksi nikel global pada 2022. Nikel-nikel itu ditambang  dan diproduksi dari Maluku dan Sulawesi, dua pulau kini menghadapi ancaman lingkungan paling serius.

 

Baca juga: Banjir Bandang di Kawasan Industri Nikel Morowali, Krisis Iklim Makin Mengkhawatirkan

Tambang nikel mulai beroperasi di gunung di Wawonii. Foto: drone

******

 

Exit mobile version