Mongabay.co.id

Laut Nias Tercemar kala Aspal Terus Keluar dari Kapal Tanker MT ASSHI

 

 

 

 

 

Bangkai kapal tanker MT ASSHI berbendera Gabon yang kandas di perairan Desa Humene Siheneasi, Kecamatan Tulaga Oyo, Nias, Sumatera Utara, sampai November ini masih teronggok. Kapal yang kandas 11 Februari 2023 dengan membawa aspal sekitar 3.600 metrik ton yang berlayar dari Uni Emirat Arab ini masih terus mengeluarkan aspal dan menyebar di perairan Nias. Laut tercemar parah.

Hasil penelusuran Walhi Sumut menunjukkan, pencemaran lingkungan karena aspal tumpah begitu masif. Rianda Purba, Direktur Eksekutif Walhi Sumut mengatakan, kerusakan terjadi mulai dari terumbu karang, hutan mangrove dan pesisir pantai.

Walhi juga menyorot soal kerugian sosial dan ekonomi yang dialami para nelayan. Hasil tangkapan ikan turun drastis. Mereka juga harus melaut lebih jauh. Nelayan juga harus merogoh kocek lebih dalam untuk BBM.

“Nelayan sudah tidak mendapat hasil tangkapan seperti sebelum kapal kandas. Mereka juga harus menghabiskan modal lebih banyak untuk BBM,” katanya  Rianda di sela acara nonton bareng film dokumenter berjudul ‘Lara Aspal,’ 8 November lalu.

Film ini menceritakan dampak pencemaran aspal dari kandasnya kapal MT AASHI ini. Ia  kolaborasi antara Walhi Sumatra Utara dengan Voice of Forest (VoF).

Rianda mengatakan, Walhi Sumut mendesak perusahaan dan pemerintah segera evakuasi kapal. Kalau tidak, tinggal menunggu laut Nias dan perairan Samudera diambang kehancuran.

 

 

Nelayan menunjukkan aspal yang tumpah di laut Nias Utara. Foto: istimewa

 

Walhi usulkan beberapa rekomendasi untuk selesaikan masalah ini. Pertama,  tim nasional sebagaimana diatur dalam Perpres 109/2006 agar segera mengambil alih penanggulangan tumpahan aspal dari MT AASHI di Pulau Nias dan melaksanakan ketentuan penanganan keadaan darurat tumpahan minyak.

Kedua,  untuk mencegah dampak pencemaran lebih luas, kapal segera dievakuasi dan melaksanakan clean up secara terintegrasi hingga optimal. Ketiga,  asuransi segera merealisasikan pembayaran ganti rugi kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup maupun kerugian masyarakat.

Keempat,  berkaca pada penanganan kasus MT AASHI, seluruh pemerintah daerah di Indonesia,  harus membentuk dan memastikan kesiapsiagaan tim daerah penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak.

Tim nasional perlu proaktif dan berkala memberikan bimbingan teknis kepada seluruh pemerintah daerah di Indonesia agar kesiapsiagaan tim daerah.

Sabar Jaya Telaumbanua,  Kadis Perikanan dan Kelautan Nias Utara, menilai,  insiden pencemaran aspal di Nias Utara berdampak buruk bagi perairan dan merugikan kehidupan para nelayan.

Hasil tangkapan nelayan, katanya,  makin hari makin menurun. Padahal, sebelum pencemaran, tangkapan ikan bisa mencapai mencapai 25 kg per hari, tetapi hanya dua kg saja. Bahkan,  kadang nelayan harus pulang dengan tangan kosong.

Dia bilang, pencemaran aspal sudah mulai meluas radius 70 km. Karam kapal yang membawa aspal dan tumpah di laut perairan Nias Utara membuat kerugian cukup besar bagi masyarakat pesisir.

 

Bangkai kapal tanker MT ASSHI berbendera Gabon yang kandas di perairan Desa Humene Siheneasi, Kecamatan Tulaga Oyo, Nias, Sumatera Utara. Foto: screenshot film Walhi

 

Pelaku usaha perikanan dari nelayan, pembudidaya, pemasar dan pengolah ikan sekitar 3.396 orang alami kerugian kehilangan pendapatan per bulan juga kerusakan armada penangkapan.

Dari notulensi rapat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 26 Oktober lalu, hasil verifikasi,  survei dan analisis ahli serta tim Direktorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, KLHK menyampaikan, nilai klaim kerugian dari dampak pencemaran aspal (bitumen) sekitar Rp129, 662 miliar. Rinciannya, pencemaran lingkungan hidup Rp11, 586 miliar, kerusakan lingkungan hidup Rp108, 975 miliar, dan perkiraan kerugian masyarakat Rp9, 1 miliar.

Hasil pertemuan pemerintah dengan perwakilan perusahaan sudah membicarakan kerugian ini dan memasuki tahap negosiasi.

Dari hasil temuan di lapangan,  ada beberapa area restorasi mangrove terkena dampak tumpahan aspal menempel di batang, daun, akar dan di tanah ketika air laut surut.  Terik matahari pun bikin aspal mencair dan mengakibatkan mangrove stres serta gosong daun. Langkah yang dilakukan bersama kelompok masyarakat dengan mengumpulkan dan membersihkan aspal dari Kawasan restorasi mangrove.

Pencemaran aspal yang tumpah ke laut terdampak ke daerah restorasi ini, katanya, sudah dibahas juga dengan perusahaan.

Telambanua mengatakan, kasus tumpahnya  aspal di perairan Nias Utara ini tidak bisa ditangani oleh mereka saja dan perlu ada kerjasama dari berbagai pihak khusus pemerintah pusat.

Yanuarman Gulo,  Ketua Kelompok Konservasi Laut Indah Lestari (Koalisi Bahari) Nias Utara kepada Mongabay mengatakan, kalau kapal dibiarkan akan menimbulkan pencemaran lebih luas dan makin rugikan nelayan.

Situasi di lapangan,  katanya, aspal hot mix yang tumpah itu memenuhi perairan laut Nias Utara  hingga ke pinggir pantai.  Saat ini pun, katanya, sudah terjadi hingga menyebabkan perekonomian mereka anjlok dan sudah sebagian beralih mata pencaharian dari nelayan ke buruh tani,  kebun atau buruh lepas serabutan.

 

Nelayan tradisional menjadi korban jika laut tercemar, ikan hilang, pendapatan pun menurun. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Nelayan,  yang hidup dari laut terpaksa harus mengganti pekerjaan mereka. Mereka terpaksa cari pekerjaan lain, katanya, karena ketika melaut bukan ikan yang didapat namun jaring hanya menangkap aspal yang tumpah dari kapal karam itu.

Efeknya,  alat jaring penangkap ikan rusak dan baling-baling perahu yang mereka gunakan juga rusak terkena aspal. Mereka juga mulai takut mencari ikan di malam hari karena khawatir aspal akan mengenai baling-baling perahu.

Kapal ini karam sudah hampir sembilan bulan, katanya,  namun hingga clean up belum juga selesai. Perusahaan menyerahkan kepada asuransi untuk menyelesaikan pembersihan ini dan sebuah perusahaan kemudian menggandeng TNI Angkatan Laut tanpa melibatkan masyarakat lokal serta pegiat-pegiat lingkungan.

“Kita kesal sekali karena 300.000 bibit bakau yang sudah mulai besar banyak rusak akibat aspal yang tumpah ini. Pohon bakau ditanam untuk mencegah abrasi tetapi harus rusak dan diganti. Harus ada yang bertanggung jawab.”

Dia bilang,  bayangkan nelayan tradisional dengan sampan kecil yang biasa mencari ikan di sekitar pantai dan laut dangkal—tempat kapal karam— sudah tak bisa lagi mendapatkan ikan karena ikan menjauh ke tengah laut.

Hamdani Harahap, antropolog Universitas Sumatera Utara mengatakan, pemerintah cenderung lambat dalam menangani masalah pencemaran aspal di perairan Nias Utara. Pemerintah, katanya, harus fokus segera mengevakuasi kapal dari laut guna menekan pencemaran berdampak bagi masyarakat lebih luas lagi.

Lambatnya penanganan masalah ini, katanya, menimbulkan berbagai masalah, baik lingkungan maupun dampak ekonomi bagi nelayan. “Nasib nelayan makin terpuruk.”

******

 

Exit mobile version