Mongabay.co.id

Warani, Inovasi Pengelolaan Sampah di SMA 7 Pinrang

 

Sampah, khususnya sampah plastik telah menjadi global dan menjadi concern parapihak. Di berbagai belahan dunia, muncul banyak inisiatif untuk mengajak generasi muda peduli pada isu sampah plastik ini.

Di Indonesia misalnya paling populer ini adalah Pandawara Grup, lima anak muda dari Bandung yang membawa ‘virus’ peduli lingkungan ke generasi muda dan khalayak umum di berbagai daerah sejak 2022 silam.

Tak hanya komunitas, kampanye pengurangan sampah plastik juga banyak disuarakan di sekolah-sekolah dengan berbagai kreasi dan kreativitas masing-masing. Salah satu sekolah yang memiliki inisiatif yang cukup unik adalah SMA 7 Kabupaten Pinrang.

Di sekolah ini dikenal sebuah organisasi ekstrakurikuler bernama Warani. Secara harfiah, Warani dalam bahasa Bugis berarti ‘berani’. Namun Warani juga punya arti lain, yaitu wajah harapan dunia. Organisasi ini juga merupakan bank sampah dengan nama Bank Sampah Unit Warani yang berkoneksi dengan bank sampah induk yaitu, Bank Sampah Peduli Pinrang.

“Kami ini pada dasarnya adalah organisasi yang bergiat tentang peduli lingkungan. Misalnya bagaimana mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai atau mengelola sampah lainnya,” ungkap Rasmawati, Wakil Direktur Bank Sampah Warani, di Pinrang, Selasa (14/11/2023).

Selain itu, mereka juga aktif di berbagai kegiatan alam seperti bersih pantai, konservasi penyu, tanam mangrove, kampanye lingkungan, sosialisasi ke SD/SMP dan masyarakat, kemah lingkungan setiap tahun, dan lain-lain.

baca : Rinwiningsih, Penggerak Sekolah Bijak Kelola Sampah dan Mandiri Pangan

 

Aktivitas pengumpulan dan penimbangan sampah yang dilakukan setiap hari oleh anggota Warani yang sedang piket. Setiap kelas melaporkan sampahnya masing-masing 15 menit sebelum waktu pulang sekolah. Foto: Rasmawati/Warani.

 

Menurut Rasmawati, Warani ini sangat berperan penting di sekolah untuk urusan kebersihan. Para siswa tak boleh meninggalkan sekolah jika lingkungan sekitar kelas belum bersih dan ada sanksi jika dilanggar.

Warani saat ini beranggotakan sekitar 50 orang dari tiga tingkatan kelas. Mereka direkrut langsung di kelas-kelas melalui sosialisasi bagi siswa baru. Mereka kemudian diberikan orientasi cara kerja organisasi dan aturan main lainnya, termasuk kewajiban para anggota.

“Kegiatan rutin itu seperti pelaporan sampah tiap hari, ada lembar check list-nya. Tiap hari ada yang tugas jaga piket, mereka menimbang dan mencatat sampah yang masuk hari itu. Bagi kelas yang telat melaporkan sampahnya, kalau ada sampah daun atau kertas yang tidak ditimbang maka mereka harus buang dan bakar sampahnya sendiri di sebuah tempat sekitar sungai.”

Di kantor Warani sendiri terdapat lembar checklist pelaporan sampah tiap kelas per hari, sehingga ketahuan kelas yang tidak melaporkan sampahnya hari itu.

“Data-data pelaporan tiap kelas dan daftar siswa piket itu ada tertera. Misalnya kelas ini yang tidak lapor sampah. Anggota yang piket hari itu mengemas semua sampah yang terkumpul dan memastikan tak ada yang tercecer,” jelas Rasmawati.

Warani pertama kali terbentuk pada tahun 2021 yang diinisiasi oleh Andi Nur Mubarak Sudirman yang saat itu menjabat sebagai Ketua OSIS SMA 7. Mubarak kemudian mengajak siswa-siswa lain yang punya kepedulian yang sama untuk membentuk Warani.

“Saat itu Kak Mubarak melihat banyak sampah berserakan di sekitar sekolah lalu muncul ide bagaimana melenyapkan semua sampah-sampah itu. Lalu dia mengajak teman-temannya lain yang peduli lingkungan mendirikan Warani ini. Satu bulan berjalan sudah bisa bikin bank sampah dan setiap kelas punya kantongan khusus untuk sampah yang harus diangkut tiap hari.”

baca juga : Menuju Sekolah Bebas Sampah Plastik di Sumenep

 

Setiap bulan datang petugas angkut sampah dari Bank Sampah Peduli Pinrang. Dalam sebulan sampah plastic yang terkumpul bisa mencapai 10 karung. Foto: Rasmawati/Warani.

 

Aturan lalu dibuat, di mana setiap kelas berkewajiban melaporkan sampah di kelasnya masing-masing. Untuk memastikan aturan itu ditaati disinkronkan dengan program sekolah, di mana Warani mendapat pembinaan dari dua orang guru, yaitu ibu Dra. H. Siti Nuraeni dan Nurbaya.

“Konsepnya, menjelang waktu pulang, tepatnya 15 menit sebelum jam pulang setiap kelas harus melaporkan sampah yang terkumpul di sekitar kelas. Nah tempat melapornya itu di Warani. Tapi harus dipilah dulu sampahnya. Dipisahkan mana sampah plastik, daun-daun, kertas dan pembungkus nasi.”

Sampah plastik dikumpul di karung untuk dijual di bank sampah induk, sementara sampah berupa daun, kertas ataupun keresek mereka kumpul dan bakar di sebuah tempat pembakaran tertentu.

“Biasa juga sebelum pulang kami keliling dulu ke kelas-kelas untuk memeriksa apakah masih ada sampah yang berserakan. Kalau kami menemukan sampah maka kelas itu akan dilaporkan. Besoknya sampah-sampah yang kami temukan itu dibuang di dalam kelas sebagai sanksi bagi kelas tersebut agar ada efek jera.”

Menurut Rasmawati, meski sudah ada kebijakan tak boleh jualan di dalam lingkungan sekolah, namun masih sering ditemukan sampah-sampah plastik di sekitar kelas, seperti botol dan gelas plastik, serta plastik bungkus makanan.

“Sampah plastik seperti botol teh pucuk akan dibuka labelnya dulu, dikempiskan baru dimasukkan ke dalam karung, begitu juga dengan gelas-gelas plastik minuman berwarna lainnya. Ini untuk memudahkan Ketika diangkut ke bank sampah induk Dalam sebulan bisa terkumpul hingga 10 karung hanya dari sampah plastik saja.”

baca juga : Ini Merek Sampah Terbanyak Beberapa Sekolah di Bali

 

Sosialisasi tentang bahaya sampah plastik dilakukan Warani ke sekolah-sekolah SD/SMP. Foto: Rasmawati/Warani.

 

Pengangkutan sampah dilakukan setiap bulan atau kadang lebih cepat kalau sudah menumpuk banyak.

“Kita tinggal telepon petugas angkut sampah dari bank sampah induk, mereka akan datang jemput. Kadang sekali sebulan namun bisa saja dua kali sebulan kalau sampah sudah banyak.”

Dalam sebulan hasil penjualan sampah plastik bisa mencapai Rp500 ribu atau bahkan lebih. Hasil penjualan ini masuk ke organisasi, biasanya untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang dilakukan Warani.

Tidak hanya sampah plastik, sampah organik seperti sisa daun dan ranting pohon juga dikumpulkan untuk membuat pupuk organik. Pada periode pengurusan sebelumnya pelatihan pembuatan pupuk sudah beberapa kali dilakukan, namun untuk pengurusan saat ini yang baru berumur beberapa bulan, masih dalam tahap perencanaan.

“Nanti ada pelatihan-pelatihan pengolahan sampah dan kampanye di masyarakat dan sekolah-sekolah sebagai bagian dari program kami,” katanya. (***)

 

Exit mobile version