Mongabay.co.id

Imbas Krisis Iklim, Cheetah Menggeser Jam Berburu 

 

Dalam keluarga kucing besar, cheetah adalah pelari tercepat di dunia. Satwa ini mampu mencapai kecepatan 100 km per jam hanya dalam waktu 3 detik. Catatan waktu tercepatnya adalah 114 km per jam, dan bisa menyelesaikan jarak tempuh 100 m hanya dalam waktu 6 detik.

Namun cheetah hanya akan berlari mengejar mangsa hingga sekitar 300 m. Beberapa literasi tentang cheetah memberi penjelasan, berlari bagi cheetah akan menghasilkan suhu tubuh panas lebih cepat daripada proses pendinginannya. Agar tidak terjadi panas berlebih, bahkan dia memilih melepas target mangsanya jika dalam jarak tertentu mangsanya itu gagal ditundukkan.

Tentang peningkatan suhu cheetah selama berlari mengejar mangsa itu sedikit membingungkan. Asumsi suhunya meningkat berangkat dari penelitian dua pakar dari Universitas Harvard, C Richard Taylor dan VJ Rowntree, pada 1973. Dalam penelitian itu mereka menggunakan dua ekor cheetah yang dilatih berlari di atas treadmill. Hasilnya, saat berlari cepat suhu cheetah meningkat dibanding saat beristirahat. Cheetah memilih berhenti berlari saat tubuhnya mencapai suhu 40,5 derajat celsius.

baca : Mengenal 9 Jenis Kucing Terbesar di Planet Bumi

 

Seekor cheetah jantan yang mampu berlari dengan kecepatan hingga 120 km/jam. Foto : ZSL

 

Namun hasil penelitian itu kemudian disanggah oleh Robyn Hetem dari University of Witwatersrand di Afrika Selatan, pada 2013. Dengan menanam sensor suhu pada enam ekor cheetah, timnya mendapatkan data bahwa suhu cheetah sebenarnya bergerak dari angka 37,3 hingga 39,5 derajat celsius.

Saat mereka berhasil menaklukkan hewan buruan, suhunya rata-rata 38,4 derajat celsius. Sementara saat gagal, suhunya 38,3 derajat celsius. Artinya tidak ada kenaikan suhu yang signifikan sebelum berlari, dan sesudah menangkap atau pun gagal mendapatkan mangsanya.

Peneliti menyebut, cheetah memilih berhenti setelah menempuh jarak tertentu lebih karena kelelahan dan harus kembali mengumpulkan energinya. Cheetah harus menyiapkan energi tambahan untuk berlari ketika ternyata dia menjadi target kucing besar lainnya seperti leopard atau singa.

Jika mangsa didapat, dia juga harus dengan cepat menyelesaikan makannya karena hasil buruannya akan menarik perhatian pesaingnya di padang savana Afrika.

Kaitan cheetah dan peningkatan suhu selalu mengundang perhatian para ahli. Sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan awal November 2023 lalu menyajikan fakta menarik. Ternyata cheetah mengubah perilaku berburunya yang biasanya dilakukan pada siang hari, bergeser pada pagi, sore, bahkan malam hari gegara krisis iklim.

baca juga : Inilah Hewan-hewan Tercepat di Darat, Laut, dan Udara

 

Cheetah adalah hewan yang memiliki kecepatan berlari. Foto: Sammy Wong on Unsplash

 

Sebenarnya peneliti berusaha mengungkapkan dampak suhu terhadap perilaku mencari makan empat spesies karnivora besar Afrika yang berbagi wilayah yang sama yaitu cheetah (Acinonyx jubatus), singa (Panthera leo), leopard (Panthera pardus), dan anjing liar Afrika (Lycaon pictus). Semua spesies ini aktivitasnya diketahui dipengaruhi suhu dan cahaya.

“Pergeseran ke malam hari paling terlihat pada cheetah, spesies yang paling aktif diurnal pada suhu rata-rata,” tulis Kasim Rafiq, mewakili timnya. Dia berasal dari University of Washington, Seattle, Amerika. Juga bekerja untuk Konservasi Predator Botswana, Maun, Botswana. “Pergeseran ini meningkatkan tumpang tindih waktu antara cheetah dan spesies karnivora lain hingga 15,92 persen.”

Selama ini dampak perubahan iklim terhadap aktivitas dan tumpang tindih mencari makan antar spesies masih kurang dipahami. Mereka mencatat, sejak tahun 1989 rata-rata suhu maksimum harian meningkat sebesar 1,6 derajat celsius, dan diperkirakan akan terus meningkat pada dekade-dekade mendatang.

Salah satu keberhasilan spesies bisa bertahan hidup adalah pilihan waktu dalam mencari makan. Penelitian itu mengutip bukti bahwa banyak spesies mamalia yang akhirnya beralih melakukan aktivitas pada malam hari untuk menghindari gangguan manusa. Beberapa spesies juga memilih waktu yang tepat saat makan untuk menghindari persaingan dengan spesies lain.

baca juga : 10 Foto Terbaik yang Memperlihatkan Indahnya Kehidupan di Alam

 

Seekor cheetah. Foto : wikimedia commons

 

Dalam penelitiannya para peneliti menggunakan data GPS per jam yang dikumpulkan selama 8 tahun dari 2011 hingga 2018. Mereka menggunakan data 53 karnivora dari empat spesies itu. Dua spesies diketahui lebih banyak melakukan aktivitas penyergapan mangsa pada malam hari (nokturnal) yaitu singa dan leopard. Sedangkan cheetah dan anjing liar Afrika adalah makhluk diurnal dan krepuskular (peralihan hari, fajar dan senja).

Mereka melengkapinya dengan data suhu harian maksimum. Data ini dipakai untuk melihat perilaku karnivora Afrika terhadap kenaikan temperatur. Hasilnya, secara keseluruhan semua spesies menjadi semakin aktif pada malam hari atau mengurangi aktivitas seiring dengan kenaikan suhu pada siang hari. Pergeseran paling nyata terjadi pada cheetah, spesies diurnal dan yang paling aktif pada suhu rata-rata itu.

“Kami menemukan spesies yang lebih aktif diurnal, yang memiliki paparan lebih besar terhadap suhu siang hari yang lebih panas, paling banyak meningkatkan aktivitas nokturnal seiring kenaikan suhu, dibandingkan dengan spesies yang lebih aktif di malam hari,” tulis mereka dalam laporan itu.

Itu berarti cheetah makin kerap mengambil jam berburu pada saat spesies lain juga mencari makan. Akibatnya peluang cheetah menjadi target mangsa spesies lain yang lebih besar juga makin besar. Saat ini populasi cheetah diperkirakan tinggal 6.700 ekor dan IUCN memberikan status rentan atau terancam punah untuk spesies ini. Hasil penelitian itu menjadi bukti perubahan iklim telah meningkatkan ancaman atas populasi cheetah.(***)

 

Exit mobile version