Mongabay.co.id

Hari Noken Sedunia: Perubahan Iklim Ancam Keberadaan Noken Papua

Buah merah yang dijual di pasar Wamena oleh mama-mama Papua. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

 

https://www.mongabay.co.id/wp-content/uploads/2023/12/Hari-Noken-Sedunia-Mongabay-Indonesia.mp3?_=1

 

Noken telah menjadi salah satu identitas masyarakat Papua. Tas tradisional yang lahir dari budaya Papua ini memiliki banyak fungsi. Biasanya, noken digunakan sebagai tempat membawa hasil perkebunan atau pertanian dan juga kebutuhan sehari-hari. Namun lebih dari itu, perempuan Papua di pegunungan juga menjadikan noken sebagai tempat membawa anak kecil hingga babi ternak.

Tidak seperti tas pada umumya, noken bisa dikalungkan di leher atau dibawa dengan meletakan tali noken di kepala. Lebih dari sekadar tas, noken telah menjadi simbol budaya yang memiliki tradisi dan makna filosofis bagi masyarakat Papua, terutama karena kaitannya erat dengan alam dan sumber kehidupan masyarakatnya.

Setiap 4 Desember, sejak tahun 2012, dirayakan sebagai Hari Noken Sedunia. Peringatan ini seiring dengan ditetapkannya noken oleh UNESCO [United Nations Educational, Science, and Cultural Organization] dan dimasukkan kategori “in need of urgent safeguarding” atau warisan yang membutuhkan perlindungan mendesak, sehingga harus dijaga untuk keberlanjutan noken. Bahkan Google ikut merayakan Hari Noken Sedunia pada 4 Desember 2020 dengan mengganti tampilannya menggunakan noken Papua.

Baca: Buah Merah Papua, Bukan Buah Biasa

 

Mama-mama Papu menggunakan noken sebagai wadah untuk mengangkut hasil kebun. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Kini 11 tahun sejak ditetapkannya sebagai Hari Noken Sedunia, Titus Pekei, penggagas noken Papua ke UNESCO, menyampaikan kekhawatiran terhadap keberadaan noken saat ini. Dalam siaran persnya, Pekei mengatakan bahan baku noken terancam dengan kebijakan pembukaan hutan dan lahan untuk pembangunan besar-besaran, serta krisis iklim yang kini mengancam banyak negara.

“Perubahan iklim yang menyebabkan krisis pangan, krisis air bersih, dan hutan tak lestari merupakan tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat Papua. Berbagai tantangan ini mengancam sumber kehidupan manusia di Papua, termasuk noken,” kata Pekei.

Menurut dia, noken terbuat dari bahan-bahan alami yang berasal dari hutan di Papua. Ketika terjadi perubahan iklim yang berdampak pada kemerosotan hutan Papua, maka ketersediaan bahan baku noken akan berkurang. Tidak hanya itu, ketika terjadi bencana akibat krisis iklim tersebut seperti banjir, tanah longsor, atau kekeringan, itu juga akan mengganggu proses pembuatan noken.

“Untuk menghadapi perubahan iklim, kita perlu bekerja sama menyelamatkan tanah Papua. Salah satu dengan menjaga kelestarian noken karena terbuat dari bahan-bahan alami yang berasal dari hutan hujan Papua. Dengan menjaga noken, maka kita juga turut menjaga kelestarian hutan hujan tropis Papua,” ungkap Titus Pekei.

Baca: Lukisan Prasejarah Bumerang di Papua dan Keterancaman Lingkungannya

 

Noken ukuran besar yang bisa digunakan untuk memuat banyak hasil kebun. Foto: Wikimedia Commons/Nurul Ichlasiah /CC BY-SA 4.0

 

Bahan baku noken

Noken memang dikenal sebagai tas unik yang terbuat dari anyaman serat kulit kayu atau pohon yang berasal dari hutan-hutan Papua. Hampir semua pengrajinnya didominasi oleh perempuan atau mama-mama Papua. Noken di Papua selama ini memang dikenal memiliki banyak fungsi.

Dalam sebuah penelitian mengenai noken pada Suku Yali di Kampung Hubakma, Kabupaten Yalimo, di Provinsi Papua Pegunungan, terdapat setidaknya tujuh jenis pohon yang dimanfaatkan sebagai bahan anyaman noken. Ketujuh jenis pohon tersebut adalah Ficus arfakensis [pohon ara], Ficus copyosa [pohon ara], Artocarpus altilis [pohon sukun], Ficus elastica [pohon ara], Ficus sp [pohon ara], Gnetum gnemon [pohon melinjo], dan Pipturus argenteus [pohon lobiri].

Bagi Suku Yali, kriteria pohon yang dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan noken dipilih berdasarkan kekuatan serat kulit pohon, misalkan panjang serat, kerapatan serat, kehalusan serat dan serat yang tidak berbulu. Dari ketujuh jenis pohon tersebut, Suku Yali memprioritaskan tiga jenis yang dianggap memiliki kualitas terbaik pertama adalah Gnetum gnemon, lalu jenis Pipturus argenteus, disusul jenis Ficus.

“Jika ingin membuat noken, masyarakat di sana langsung mencari bahan bakunya di hutan primer atau hutan sekunder. Setelah menemukan pohonnya, langsung menguliti batang pohon untuk diambil kulitnya,” ungkap Yos Walianggen dan Alexander Rumatora, dalam penelitian noken di Kampung Hubakma.

Baca juga: Penelitian: Kehidupan Prasejarah Orang Papua Bisa Terjadi Tanpa Kontak Langsung dengan Bangsa Austronesia

 

Google ikut merayakan Hari Noken Sedunia edisi 4 Desember 2020. Sumber: Google

 

Dijelaskan lagi, setelah mendapatkan kulit pohon, proses berikutnya adalah pemisahan kulit luar dari kulit dalam pohon, setelah itu penjemuran, lalu hasil jemuran serat direndam lagi, kemudian dilanjutkan dengan pemotongan dan pemintalan. Setelah itu, tahap pengayaman dan pewarnaan yang menggunakan bahan pewarna alami.

Penelitian itu juga menjelaskan bahwa Suku Yali membuat noken berdasarkan fungsi yang dibedakan dalam dua ukuran, yakni noken besar dan noken kecil. Untuk noken berukuran besar memiliki fungsi mengangkut barang-barang berat seperti hasil panen kebun, membawa kayu bakar, mengangkut hasil perburuan satwa liar, hingga menggendong bayi. Sementara noken berukuran kecil biasanya untuk wadah barang-barang pribadi, dan bagi siswa dijadikan sebagai tas untuk membawa buku dan alat tulis sekolah.

Selain memiliki multifungsi dalam kehidupan sehari-hari, noken juga disebut sebagai alat budaya karena digunakan pada saat acara-acara adat ataupun kegiatan penting lainnya yang disangkutkan di kepala. Bahkan, bagi Suku Yali noken juga sangat berharga karena sebagai alat permata yang harus dibayarkan saat melakukan acara peminangan.

“Penganyam noken di Suku Yali hanya dilakukan oleh perempuan dan transfer pengetahuan hanya terjadi dari ibu ke anak perempuan mereka, dengan cara melibatkan anak-anak perempuan dalam seluruh proses pembuatan noken,” tulis para peneliti noken.

 

Exit mobile version