Mongabay.co.id

Meski Populasinya Meningkat, Elang Jawa Masih Terancam, Apa Sebabnya?

 

Data riset penelitian terbaru tentang elang jawa (Nisaetus bartelsi), spesies yang sering disebut sebagai simbolisasi Garuda, yang diterbitkan di Journal of Raptor Research November 2023 menyebutkan spesies ini mengalami kenaikan populasi, dari sebelumnya 325 pasangan siap kawin di alam pada tahun 2009, menjadi 511 pasangan kawin.

Namun publikasi ini menambahkan, bahwa sekitar 70 persen habitat elang jawa berada di kawasan lindung di pulau Jawa dan Bali, sementara sisanya berada di luar kawasan hutan, bahkan di lahan-lahan pertanian dan kebun kelola warga. Di alam, burung yang panjangnya dapat mencapai 60 cm ini, adalah bio indikator yang memberikan petunjuk tentang kesehatan ekosistem.

Selama periode tahun 2008 dan 2019, para peneliti mengamati sarang pasangan elang dan mengunjunginya kembali selama musim kawin. Selain itu mereka mewawancarai masyarakat lokal, pegiat konservasi dari lembaga swadaya masyarakat setempat, pejabat pemerintah, dan para pengelola lokasi. Hasilnya para peneliti menyarankan pentingnya pemetaan ukuran habitat.

“Data distribusi habitat yang lebih baik diperlukan untuk memperkirakan lebih baik ukuran populasi saat ini dan untuk memfasilitasi pengembangan strategi dan rencana aksi baru,” sebut jurnal tersebut.

Lewat observasi lapangan, para peneliti menjumpai bahwa meski elang jawa lebih menyukai kawasan hutan luas untuk berkembang biak, mereka pun ternyata mampu beradaptasi pada lahan yang lebih kecil, khususnya di kawasan yang digunakan oleh manusia untuk bertani.

 

Seekor elang jawa remaja di TN Bromo Tengger Semeru. Foto: Heru Cahyono.

 

Untuk melakukan analisis data, para peneliti menggunakan metode citra satelit beresolusi tinggi, yang dapat membantu mengidentifikasi habitat-habitat penting bagi elang jawa.

Para peneliti pun mencatat adanya penurunan habitat selama masa penelitian yang diakibatkan oleh degradasi hutan primer yang signifikan. Juga ditemukan adanya isolasi habitat yang menyerupai ‘pulau-pulau hutan’ yang terkait dengan ukuran petak hutan.

“Elang jawa sangat bergantung pada hutan primer karena ketersediaan pohon-pohon tinggi yang menjadi pilihan mereka untuk membuat sarang,” jelas penulis utama studi Profesor Syartinilia, seorang ahli manajemen lanskap di IPB University mengatakan kepada Mongabay melalui email.

Degradasi kawasan hutan akan mengurangi jumlah pohon-pohon tinggi yang menjulang dibandingkan kanopi pohon hutan lain. Ini pun mengurangi kualitas makanan yang tersedia bagi elang.

“Dalam jangka panjang, degradasi hutan akan mengancam kelestarian elang jawa,” tambah Syartinilia.

 

Peneliti mengamati sarang Elang Jawa di TN Bromo Tengger Semeru. Foto: Rofifah Aulia Suyitno.

 

Dia menyebut buruknya konektivitas antara kantong-kantong habitat kecil, membuat kerawanan tambahan bagi spesies ini. Kawasan kantong memiliki daya dukung amat terbatas dan menurunkan kemampuan burung untuk dapat bertahan terhadap ancaman dari tepi hutan, jika dibandingkan dengan kantong-kantong habitat yang lebih besar.

Syartinilia menyarankan isolasi dapat dikurangi melalui rencana konektivitas habitat dengan menghubungkan antara tutupan lahan yang masih memiliki pohon-pohon yang tumbuh meskipun tidak berada di kawasan hutan lindung.

“Untuk menjamin kelestarian habitat elang jawa di kantong kecil ini, solusi utama adalah menghubungkannya dengan kantong lain, terutama yang berukuran besar, untuk memudahkan aliran/pergerakan dari kantong kecil ke kantong besar,” ujarnya.

Dia menambahkan hal ini juga dapat mencakup penggabungan pekarangan rumah atau lahan bervegetasi lainnya untuk tujuan pertanian dan koridor pepohonan lain yang sudah ada.

Seekor elang jawa remaja di TN Bromo Tengger Semeru. Foto: Heru Cahyono. Seekor elang jawa remaja di Bromo Tengger Taman Nasional Semeru. Gambar milik Heru Cahyono .

Selain degradasi dan hilangnya habitat, para peneliti mencatat bahwa perdagangan satwa liar ilegal, yang difasilitasi oleh penjualan online, merupakan ancaman utama lainnya terhadap elang jawa.

Faktor lain yang mengancam spesies ini adalah peristiwa alam seperti letusan gunung berapi dan aktivitas manusia seperti penebangan hutan, yang keduanya berkontribusi terhadap perubahan kawasan hutan di Jawa, pulau terpadat di Indonesia.

Para peneliti telah menyerukan lebih banyak penelitian untuk melanjutkan survei jangka panjang, termasuk untuk memverifikasi keberadaan individu elang-elang yang bersarang, memantau habitat mereka, dan melacak pergerakan mereka secara real time.

“Penelitian seperti ini perlu dilakukan karena informasi wilayah jelajah yang sesuai dengan kualitas habitat penting untuk memperkirakan populasi yang mendekati kondisi yang ada,” sebut Syartinilia .

Tulisan asli: Iconic Indonesian raptor still threatened by habitat degradation, isolation.  Artikel ini diterjemahkan oleh Ridzki R Sigit.

 

Anggota tim peneliti elang jawa, dari kiri ke kanan, Heru Cahyono, Bagyo, Satoshi Tsuyuki, Rofifah Aulia Suyitno, dan Syartinilia. Dok: Rofifah Aulia Suyitno.

 

Referensi:

Syartinilia, Mulyani, Y. A., Suyitno, R. A., Condro, A. A., Tsuyuki, S., & van Balen, S. (2023). Population estimates of the endangered Javan hawk-eagle based on habitat distribution modeling and patch occupancy surveys. Journal of Raptor Research, 57(4), 1-14. doi:10.3356/JRR-22-16

 

***

Seekor elang jawa remaja di TN Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur. Foto: Heru Cahyono.

Exit mobile version