Mongabay.co.id

Krisis Iklim di Pulau Buru:  Musim Tanam Padi Tertunda, Kekeringan, Hingga Serangan Hama

 

Seri tulisan tentang krisis iklim yang dirasakan petani di Pulau Buru Maluku disajikan di dalam tiga artikel. Tulisan pertama menyoroti krisis iklim dan dampaknya bagi para petani, tulisan kedua tentang adaptasi petani menyikapi iklim yang berubah, dan tulisan ketiga tentang perjuangan para petani perempuan.

***

 

Wajah Tamami (53) tampak lesu menanti hujan, warga Desa Savana Jaya, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru, Maluku itu terpaksa membiarkan sawahnya seluas 2 hektar tidak tergarap. Di sawahnya hanya tampak gerombolan sapi yang memakan jerami.

“Hujan gak turun-turun. Bendungan kering karena kemarau panjang. Akhirnya musim tanam tertunda,” ungkapnya kepada Mongabay (2/11/2023).

Biasanya, saat masuk bulan September para petani sudah mulai menggarap lahan, dan di bulan Oktober–November mulai masuk tanam padi ketiga. Tetapi saat ini tidak demikian. Bahkan untuk menanam palawija, sebagai selingan jeda tanam padi pun, tidak dilakukan petani.

Kerugian ini jelas dirasakan oleh petani. Seperti Sutiah, warga Desa Waitele, Kecamatan Waeapo. Dia bilang, telah merugi belasan juta rupiah akibat empat hektar sawahnya gagal panen.

Alasannya, debit Bendungan Waetele menyusut sehingga air tak bisa masuk menyuplai sawah. Tahun ini, padi di ladangnya pun berubah warna menjadi putih dalam musim tanam padi kedua.

“Gabah rusak. Tahun 2023 ini sulit sekali, tidak ada hujan selama 4 bulan. Cuaca apa ini?” tuturnya kepada Mongabay (2/11/2023). Hal ini ditambah dengan serangan hama yang membludak. Meski telah berkali-kali menyemprot pestisida, bahan kimia anti serangga itu tidak mempan.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah merilis bahwa El-Nino di tahun ini berdampak besar pada berkurangnya curah hujan di Indonesia, termasuk di Kepulauan Maluku. Curah hujan bulanan di Maluku berkategori rendah (0-100 mm/bulan) pada Agustus, September, dan Oktober.

Yeli Sarvina, peneliti pada Pusat Penelitian Iklim dan Atmosfer BRIN menyebut padi yang di tanam pada periode tanam musim kemaru ini produksinya terganggu. Sentra produksi padi di Kabupaten Buru seperti di Kecamatan Waeapo, Waelata, Lolongguba, Lilialy dan Air Buaya, luasan panennya anjlok.

“Hasil penelitian saya, dampak ini mulai dirasakan sejak El-Nino 1997-1998. Kala itu, produksi padi pun terganggu,” terangnya kepada Mongabay (9/11/2023).

Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Buru, luas panen sejak 2019 -2022 berkisar diantara 10.896–14.088 hektar. Per Oktober 2023 hanya mencapai 7.213,25 hektar. Turun signifikan.

Akibatnya, harga beras di pasar pun merangkak naik. Badan Pangan Nasional menyebut per 28 November 2023, harga beras medium di pedagang eceran Rp14.570. Sedangkan beras premium Rp16.900.

Padahal sesuai Peraturan Badan Pangan Nasional RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi. Harga beras medium seharusnya Rp11.800 dan beras premium Rp14.800.

 

Marmi, seorang petani padi, tengah memantau perkembangan padi saat mendekati musim tanam di Desa Waenetat, Kecamatan Waeapo. Foto: Jaya Barends/ Mongabay Indonesia.

 

ENSO, Krisis Iklim, dan Kurangnya Air

Dampak El-Nino dan La-Nina di dataran Waepo, Kabupaten Buru, pernah diteliti Nangimah bersama rekannya Laimeheriwa dan Tomasoa (2018). Para pakar Agroteknologi, Universitas Pattimura Ambon itu menyebut pada 1988–2017 dataran Waepo mengalami El-Nino 8 kali. Pada periode 1991-2015, El-Nino terjadi 3 tahun sekali. Sedang La-Nina 6 kali di periode 1988-2016.

“Intensitasnya rata-rata 5 tahun sekali,” seperti dijelaskan dalam penelitian itu.  Merujuk pada perhitungan neraca air, pada saat El-Nino, lahan mengalami defisit air tanah tahunan hingga 403 mm (172 persen), atau berbeda 234 mm, di saat normalnya yaitu 637 mm.

Sedang di kala La-Nina, surplus air tanah tahunan menjadi 1124 mm, meningkat 775 mm (222 persen) dari normal 349 mm.

“Bila curah hujan normal, periode tumbuh tersedia selama bulan November–Juni, sedang di saat El-Nino, Januari–Mei, dan di saat La-Nina 12 bulan,” jelas mereka.

Sarvina menyebut El-Nino dan La-Nina adalah fase ekstrim dari ENSO (El Niño-Southern Oscillation). Fenomena ini terjadi saat sirkulasi global fluktuasi suhu muka laut di sekitar bagian tengah timur Samudera Pasifik terjadi.

Perubahan ini terjadi akibat kondisi atmosfer yang menghasilkan El-Nino, La-Nina dan fase netral yang terjadi bergantian.

Namun, dalam dekade terakhir, fase ekstrim diiringi frekuensi tinggi dan intensitas kuat lebih sering terjadi. Perubahan iklim ini, mempengaruhi intensitas dan pola curah hujan, yang erat hubungannya dengan musim dan panjang musim tanam yang tersedia.

 

Petani Desa Waetele, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru, Maluku sedang meratakan gabah hasil panen musim tanam dua 2023. Foto Jaya Barends/ Mongabay Indonesia

 

Krisis Air di Sentra Produksi Padi

Kecamatan Waeapo adalah sentra padi di Kabupaten Buru. Total luas baku lahan sawah di kecamatan ini 3.325,60 hektar. Rinciannya, lahan produktif 2.639,25 hektar dan tidak produktif 686,35 hektar.

Fenomena perubahan iklim telah menggeser musim tanam ketiga di tahun 2023, seperti yang terjadi di Desa Gogorea, Waekarta, Waekasar dan Waenetat. Adapun di tiga desa lainnya: Savana Jaya, Waenareja, dan sebagian Waetele, sejak Agustus para petani sementara berhenti menanam padi.

Supri, Penyuluh Balai (BPP) Dinas Pertanian Kabupaten Buru yang sering berinteraksi dengan para petani pun tak menampik. Dia bilang di musim tanam ketiga 2023, para petani tidak bisa menanam padi.

”Curah hujan belum ada, para petani tidak bisa menggarap sawah untuk musim tanam ketiga,” jelasnya.

Menurut BMKG, Oktober 2023 cadangan air di Kabupaten Buru angkanya dibawah 21–40 persen yang masuk kategori merah. Sedangkan November 2023, ketersediaan air diprediksi masuk kategori coklat atau turun di bawah 21 persen.

Dampak kekurangan air yang dirasakan para petani pun mulai menjadi masalah sosial. Banyak petani yang berebutan air. Selisih paham, bahkan nyaris baku hantam diantara mereka, kerap terjadi.

Salah satunya dialami Sarno. Tiap malam dia terpaksa begadang guna memastikan air mengalir ke sawahnya, dan menghindarkan ‘sabotase’ air yang dilakukan oleh orang lain.

“Selain rutin begadang, harus berani berdebat agar mendapatkan giliran air,” katanya.

Di Desa Parbulu hal serupa terjadi. Awalnya terjadi perselisihan, namun akhirnya para petani bersepakat, bergantian menggunakan air irigasi agar bisa menyuplai ke sawah.

Di Desa Waekasar, Kecamatan Waeapo, para petani mulai mengandalkan sumur bor bantuan pemerintah dan maupun berswadaya demi menjaga ketersedian air. Ada pula petani yang memompa air irigasi, lalu dibawa dengan pick up ke sawah dan ladang mereka.

Saat dijumpai, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buru, Temok Karyadi mengatakan di saat El-Nino saat ini, debit air irigasi Waegeren masih stabil, sehingga masih bisa diandalkan untuk mensuplai air ke sawah.

Beda dengan irigasi Waegeren yang mengairi sebagian sawah di Desa Waenetat, dimana sebagian wilayah Waekasar dan Waekarta tidak kebagian air. Wilayah yang terdampak kekeringan adalah bendungan Waetele.

“Airnya kering sekali,” jelas Karyadi. Akibat kekurangan air ini, tanam padi di beberapa area persawahan pun tertunda.

 

Bulir padi yang tampak sehat berumur tiga bulan lebih yang siap untuk dipanen. Foto: Jaya Barends/ Mongabay Indonesia

 

Hama Penyakit Menyerang Padi

Kurangnya air juga berdampak pada perkembangan batang padi. Batang menjadi kerdil dan jumlah anakan berkurang. Ketua Gapoktan Jiwa Mas Desa Waekasar, Muhammad Rovik,  membenarkan banyak anggotanya yang melaporkan hal ini.

”Kalau padi pendek-pendek berarti kekurangan air. Ini rentan terjadi saat padi berusia dua bulan,” jelasnya.

Ketersedian air yang minim tak hanya menyebabkan padi kerdil. Tanaman pun menjadi mudah stres dan rentan terhadap hama dan penyakit.

Di 2023 ini, padi sawah dilaporkan banyak yang terserang hama seperti wereng batang cokelat (WBC), penggerek batang padi (PBP), dan putih palsu. Meski luasan serangannya, tak semasif kala La-Nina 2021.

Saat itu luas serangan hama-penyakit utama padi seperti tikus, WBC, PBP, penyakit blas, hawar daun bakter (HDB) dan penyakit virus tungro yang ditularkan oleh wereng hijau meningkat.

I Nyoman Widiarta, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN menjelaskan, fenomena La Nina, kemarau basah dengan suhu dan kelembaban udara menyebabkan perkembangan hama dan penyakit tanaman.

“Pada La Nina lemah, hanya wereng batang coklat, penyakit virus tungro dan penyakit virus kerdil yang luas serangannya meningkat,” jelas Widiarta.

Dia menambahkan jika perubahan iklim telah menyebabkan fenomena anomali La-Nina dan El-Nino yang berpengaruh pada kondisi lingkungan fisik maupun biologi tanaman. Ini menyebabkan perubahan dalam keseimbangan segitiga dinamika populasi hama dan epidemi penyakit, yaitu:  patogen-tanaman inang padi-lingkungan berubah.

“[Perubahan iklim] merubah keseimbangan hubungan segitiga untuk tanaman padi dan serangga dan patogen,” ungkapnya.

Kemarau panjang yang diakibatkan oleh El-Nino juga menyebabkan meningkatnya suhu air permukaan yang ada di area persawahan. Karena tidak tahan air yang panas, banyak padi yang mati.

Merujuk hasil penelitian Rakuasa dan Lasaiba (2023), perihal analisis suhu permukaan daratan di Kabupaten Buru yang dilakukan dengan citra satelit MODIS, suhu permukaan daratan tertinggi di Buru adalah 31,9oC.

Elza Sumarini, peneliti ahli utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN yang diwawancarai Mongabay menyebut El-Nino telah meningkatkan suhu udara, yang mempengaruhi perkembangan serangga, termasuk WBC, di masa yang akan datang. Dia menyebut serangga akan berkembang dan semakin meluas wilayah persebarannya.

“Hal ini akan berdampak semakin luasnya kerusakan tanaman padi,” tandasnya.

 

Hadapi Krisis Iklim Peneliti Kembangkan Padi Tahan Cuaca Panas

 

Exit mobile version