Mongabay.co.id

Sebelum Dilepasliarkan, Orangutan Harus Lulus Sekolah Hutan

 

 

Delapan individu orangutan kalimantan kembali dilepasliarkan di habitat aslinya, di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya [TNBBBR], Kalimantan Tengah, di penghujung 2023,

Delapan orangutan ini terdiri tiga jantan dan lima betina. Mereka adalah Cinta [betina], Fajar [betina], Fathia [betina], Lala [betina], Liti [betina], Ojes [jantan], Tomang [jantan], dan Wanto [jantan].

Delapan individu tersebut memiliki latar berbeda. Namun pada umumnya, mereka pertama kali ditemukan terpisah dari induknya dan merupakan hasil penyelamatan operasi gabungan di beberapa tempat di Kalimantan.

Sebagai contoh, Cinta yang diselamatkan di Kuala Kurun, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, pada 14 Februari 2013. Ketika itu, umurnya 4 bulan dengan berat 2 kilogram. Tanpa induk.

Lala, diselamatkan melalui operasi gabungan tim BKSDA Kalimantan Tengah dan Yayasan Borneo Orangutan Survival [BOS] pada 2014. Saat itu usianya 8 bulan dengan berat 2,4 kilogram. Sementara Liti, ketika diselamatkan pada 2013 masih berusia 9 bulan dengan berat 2,5 kg, dan tanpa induk.

Semua orangutan yang diselamatkan itu harus masuk karantina dahulu, untuk selanjutnya  bergabung di Sekolah Hutan.

Baca: Lebih Dekat dengan Orangutan Kalimantan

 

Orangutan kalimantan ini telah dikembalikan ke habitatnya di TNBBR. Foto: Dok. Yayasan BOS

 

Sekolah Hutan bagi orangutan merupakan bagian dari tahapan rehabilitasi. Setelah lulus sekolah tersebut, mereka tidak langsung dilepasliarkan, namun setiap individu harus melewati tahapan akhir, yaitu dipindahkan ke pulau pra-pelepasliaran.

Proses rehabilitasi orangutan ini tentu saja membutuhkan waktu yang panjang, bahkan sampai belasan tahun, hingga akhirnya siap kembali hidup liar dan bebas di habitat aslinya.

Jamartin Sihite, Ketua Pengurus Yayasan BOS, mengatakan bawah delapan orangutan yang dilepasliarkan tersebut telah menyelesaikan tahap akhir proses rehabilitasi di pulau pra-pelepasan di Pulau Salat, Pulau Bangamat, dan Pulau Kaja. Pulau-pulau pra-pelepasliaran ini merupakan habitat semi-liar yang digunakan untuk latihan terakhir, bagi orangutan yang sudah menyelesaikan tahap awal rehabilitasi di Sekolah Hutan.

“Di Sekolah Hutan ini, setiap individu orangutan mempraktikkan semua keterampilan yang telah mereka pelajari, untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan di alam liar,” ujar Jamartin, melalui keterangan tertulisnya, Selasa [12/12/2023].

Baca: Ternyata, Ada Sekolah Orangutan di Samboja Lestari. Penasaran?

 

Sebelum dilepasliarkan di hutan, orangutan harus lulus dari Sekolah Hutan. Foto: Dok. Yayasan BOS

 

Kendala pelepasliaran

Sejak 2012 hingga 2023, Yayasan BOS telah melepasliarkan 535 orangutan di dua situs pelepasliaran, yaitu di Kalimantan Tengah [Hutan Lindung Bukit Batikap dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya] dan satu di Kalimantan Timur [Hutan Kehje Sewen].

Pelepasliaran ini adalah yang ke-43 kali di Kalimantan Tengah. Hingga saat ini, sebanyak 360 individu orangutan rada masih bedi pusat rehabilitasi Yayasan BOS, baik di Nyaru Menteng  [Kalimantan Tengah] dan Samboja Lestari [Kalimantan Timur].

Meski pelepasliaran berjalan baik, namun terdapat kendala yang biasanya dihadapi saat mengembalikan orangutan ke habitat aslinya. Sebut saja faktor cuaca, titik pelepasliaran yang jauh dan terpecil, sehingga melalui medan yang sulit, seperti debit air sungai yang surut sehingga menghambat perjalanan perahu atau air yang tinggi. Atau juga, jalanan yang longsor sehingga dapat memperpanjang waktu perjalanan.

Sementara, untuk orangutan yang tidak dapat dilepaskan kembali ke alam liar, karena cacat atau kondisi tertentu, Yayasan BOS menyediakan pulau-pulau suaka sebagai habitat alternatif. Di sana, mereka dapat merasakan lingkungan yang mirip hutan dan diberikan pengayaan untuk stimulasi dalam mengembangkan kreativitas dan kegiatan alami mereka.

Baca juga: 12 Individu Orangutan Nikmati Kebebasan di Hutan Kalimantan

 

Lokasi yang jauh dengan medan yang sulit merupakan tantangan yang dihadapi menuju lokasi pelepasliaran orangutan. Foto: Dok. Yayasan BOS

 

Untuk pelepasliaran delapan individu orangutan ini, mereka diberangkatkan dari Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng ke TNBBBR di Kabupaten Katingan, melalui dua perjalanan ke lokasi pelepasliaran terpisah.

Perjalanan pertama menuju hutan di DAS [Daerah Aliran Sungai)]Bemban, membawa empat orangutan pada 12 Desember 2023. Sementara perjalanan kedua, empat orangutan dibawa ke hutan di DAS Hiran, pada 14 Desember 2023.

“Proses rehabilitasi yang panjang dan membutuhkan waktu bertahun, menunjukkan besarnya investasi yang diperlukan dalam melatih satwa liar agar siap kembali hidup di alam liar. Semoga dalam tahun-tahun mendatang, orangutan yang dilepasliarkan dapat berkembang biak dan menjalankan fungsi ekologisnya dengan baik pula di alam,” ungkap Kepala BKSDA Kalimantan Tengah, Sadtata Noor Adirahmanta.

Kepala Balai TNBBBR, Andi Muhammad Kadhafi, menjelaskan bahwa sejak 2016, pihaknya secara strategis memilih DAS Hiran dan Bemban sebagai kawasan pelepasliaran orangutan, dengan tujuan untuk mengoptimalkan distribusi mereka di TNBBBR.

Inisiatif ini merupakan bagian penting dari komitmen balai taman, untuk menciptakan kondisi hutan yang sehat.

“Balai TNBBBR, BKSDA Kalimantan Tengah, dan Yayasan BOS telah mengembalikan 200 orangutan ke habitat aslinya. Ditambah 8 orangutan ini, total yang berhasil dilepasliarkan di kawasan TNBBBR mencapai 208 individu,” ujarnya.

 

Exit mobile version