Mongabay.co.id

Ki Raja, Durian Lokal Unggulan dari Daerah Sentra Buah di Bali

 

 

 

 

 

Ki Raja, begitu nama durian andalan dari Desa Madenan, Buleleng, Bali, ini. Saking ngetopnya, durian dari desa di Bali Utara ini menghelat festival khusus untuk Ki Raja. Pengunjung yang sudah membeli voucher bisa makan durian selain ki raja sepuasnya selama 30 menit di sana.

Jenis durian lokal dari desa ini sudah mendapatkan sertifikat hak kekayaan intelektual (HaKI) perlindungan sumber daya genetik. Sertifikat diterima saat festival dibuka dan berlangsung pada 3-4 Desember lalu.

Lima varietas lokal Desa Madenan lain juga ikut mengantongi HaKI adalah durian mantun, manggis gempeng, alpukat alputi, alpukat albo, dan alpukat jebelo.

Hutan desa jadi tempat perhelatan Festival Ki Raja untuk pertama kali. Menuju ke sana, pengunjung melewati kebun lebat beraneka tanaman seperti cengkih, durian, bambu dan lain-lain.

Dalam hutan ada kawasan suci Pura Dalem juga rimbun dan sejuk. Dari satu sisi hutan ada panggung sementara. Sejumlah remaja perempuan menarikan tari kreasi bernama Ki Raja, merespon nama festival ini.

Warga menata kawasan terasering hutan dengan baik, mengikuti kontur lahan dan tak melakukan alih fungsi. Semua sarana seperti meja, kursi, dan tempat makan buah sepuasnya ini diletakkan sesuai lanskap tanah, terbuat dari bambu atau meja lipat.

Madenan, desa dengan topografi curam ini didominasi cengkih nan subur. Desa ini dekat dengan Kintamani, Kabupaten Bangli. Secara perlahan, warga dan petani pembudidaya buah berhasil mengurangi pertanian homogen dengan ragam buah unggul dari bibit lokal setempat.

 

Lanskap Desa Madenan. Foto: Luh De Suryani/ Mongabay Indonesia

 

Satu kisah suksesnya adalah ki raja. Varietas durian primadona ini mulai dikenal saat memenangkan kontes durian pada 2019 di Buleleng, kabupaten sentra buah tropis di Bali ini.  Ki Raja raih juara II setelah durian bestala yang sudah dikenal lebih dulu.

Perjalanan ki raja punya cerita sendiri. Puluhan tahun lalu, seorang tetua warga yang disebut Kaki (sebutan kakek) Raja menanam pohon durian dengan buah nyaris tanpa biji alias tipis. Pohon ini tumbuh bukan dari biji tetapi satu durian utuh.

Saat itu,  warga belum tahu teknologi budidaya lain seperti okulasi. Durian utuh itu pun konon diberi jampi-jampi atau doa agar bisa besar dan berbuah.

Made Sudi Adnyana, petani senior yang berkerabat dengan kakek Kaki Raja ini mengatakan kesohornya buah dari pohon durian ini berakhir tragis saat itu. Sekitar 1990-an, lokasi pohon dilalui saluran listrik negara. Mau tak mau harus ditebang.

“Saat itu kan warga tidak berani protes,” katanya.

Syukurnya, sebelum ditebang warga sudah ada yang tahu teknologi okulasi dan pembuatan bibit bisa dilakukan. Tak banyak warga yang tertarik menanam karena keberhasilan rendah dan saat itu nilai masih kalah bersaing dengan cengkih.

“Hanya keluarga besar saya yang tanam, hanya ada 13 pohon besar sekarang,” katanya. Hanya enam masih produktif berbuah.

Seorang petani membuat kebun yang diberi nama Ki Raja. Di sinillah pohon yang berhasil tumbuh dan berbuah. Hanya ada beberapa pohon. Sisanya,  ada ratusan bibit baru yang disiapkan untuk disebarluaskan.

Selain ki raja, ada juga varietas lokal Madenan lain yakni mantun, sari kuning, ki malem, dan bobjor. Kalau membeli voucher Rp500.000, pengunjung bisa mendapat tiga jenis durian termasuk primadona ki raja.

Karena jumlah pohon produktif sangat terbatas, musim panen akhir tahun ini hanya bisa menghasilkan 200 buah untuk festival. Sebagian besar sudah dikemas dan dibekukan karena sudah matang saat panen Oktober lalu. Harga di pasaran sekitar Rp150.000 per kilogram.

Ki raja nyaris tanpa biji dan inilah yang membedakan dengan durian lain selain rasanya.

 

Buah lokal dari Desa Madenan. Foto: Luh De Suryani/ Mongabay Indonesia

 

Tak hanya durian, warga desa juga memperkenalkan sejumlah varietas buah lokal unggul yang lain. Seperti alpukat berbagai jenis dan cita rasa. Alpukat Madenan terkenal karena tekstur lembut bak mentega dan daging buah tebal.

Panitia festival juga menjual voucher makan buah sepuasnya non durian. Dengan harga Rp100.000, panitia memberikan satu paket berisi rambutan, manggis, alpukat, dan markisa. Buah-buahan lokal ini seperti oase menikmati hutan desa dengan pemandangan laut di pesisir utara dan bebukitan.

Kelompok Petani Buah Desa Madenan kini memiliki tekad menambah pohon agar hutan lebih kaya biodiversitas dan mampu menjaga tanah serta air dalam jangka panjang. Cengkih dikenal sebagai tanaman yang tidak cocok sebagai penjaga cadangan air, walau harga komoditas tinggi.

Made Dwi Krenayana,  Ketua Panitia Festival KI Raja dan petani muda Madenan bersyukur gagasan festival swadaya ini didukung warga dan desa. Mereka kemudian minta dukungan sponsor dan kerja sama Dinas Pariwisata.

Musim panen durian sudah mulai pada Oktober setelah 3,5 bulan masa berbunga, idealnya 4,5 bulan. Karakteristik pohon ki raja yang khas adalah batang mengerucut ke atas hingga buah lebih sedikit.

Dari pengalaman seorang ahli okulasi buah durian, katanya, keberhasilan bunga ke buah sekitar 50%.

 

Durian Ki Raja dengan sensasi nyaris tanpa biji. Foto: Luh De suryani/ Mongabay Indonesia

 

Dia juga meyakini, ki raja memiliki mekanisme proteksi alami karena mata tempel yang bisa dibuat tak sebanyak durian lain.

Dwi mengatakan sejumlah petani memberlakukan durian unggulan ini secara organik, tanpa input kimia sintetik.

Buleleng, memang sentra produksi buah-buahan di Bali. Menjelang akhir tahun ini, buah mangga, durian, manggis, dan lain-lain sudah membanjiri pasar. Kalau jalan-jalan ke sejumlah desa di Bali Utara, tak sulit menemukan dagangan buah di pinggir jalan.

Durian masih menjadi satu buah unggulan Buleleng. Pada 2022,  produksi durian mencapai 3.281 ton dengan total populasi sebanyak 136.796 pohon.

Kadek Suardika, Tim Ahli Pemberdayaan Bali mengapresiasi festival buah yang dihelat warga secara swadaya ini. Menurut dia, syarat keberhasilan desa yakni partisipasi dan hak asal usul sudah terlihat dari Ki Raja Festival.

Masalah pemberdayaan desa di Bali, katanya, adalah kurang partisipasi masyarakat karena pemimpin desa terjebak aturan.

“Harusnya masyarakat ambil peran dan eksplorasi asal usul,” katanya.

Desa Madenan, bisa jadi contoh partisipasi masyarakat yang tinggi.

 

 

Makan buah durian sepuasnya di Ki Raja Festival. Foto: Luh De Suryani/ Mongabay Indonesia

 

*******

 

 

 

Exit mobile version