Mongabay.co.id

Merusak Hutan Mangrove Tanah Merah, Denda Adat Menanti

Seorang Pemuda dari Dusun Tanah Merah tengah mencari kepiting di hutan mangrove sekitar Pesisir Timur Pulau Bangka. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

 

Hutan mangrove merupakan wilayah penting bagi warga Desa Tanah Merah, Kabupaten Kupang, NTT.

Berdasarkan overlay citra satelit yang dilakukan LSM Penguatan Lingkar Belajar Komunitas Lokal [PIKUL] Kupang tahun 2022, luas mangrove ini sekitar 107,75 hektare.

Kepala Desa Tanah Merah, Lazarus Dilak memaparkan, dari luasan tersebut sekitar 66 ha masuk kawasan pemanfaatan, sementara 41 ha berada di kawasan perlindungan.

Untuk kawasan perlindungan, masyarakat dilarang melakukan aktivitas apapun termasuk menebang kayu. Sementara di kawasan pemanfaatan, masyarakat boleh mengambil kayu untuk tiang rumah, tetapi harus kantongi izin dari kelompok Dalek Esa [Satu Hati].

Tebang 1 pohon wajib tanam 5 pohon. Bila tidak ada izin tebang dan tertangkap, dikenai sanksi adat berupa uang tunai Rp1 juta, seekor babi berusia 6 bulan, dan beras 50 kg, agar ada efek jera.

“Kami sedang membuat draf peraturan desa bersama LSM Pikul terkait pemanfaatan mangrove untuk tempat wisata dan peneltian,” ungkapnya, baru-baru ini.

Lazarus menambahkan, kedepannya masyarakat akan mengolah buah mangrove menjadi dodol dan sirup.

“Juga dibuat keramba kepiting agar ekonomi masyarakat meningkat,” terangnya.

Baca: Krisis Iklim yang Berdampak pada Pangan Lokal di Lembata

 

Mangrove yang tidak hanya menjaga ekosistem pesisir tetapi juga sebagai habitat ikan dan kepiting. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Hutan mangrove

Hadirnya hutan mangrove Tanah Merah tak lepas dari jasa almarhum Juliman Messakh. Setelah sang ayah tiada, Joni Messakh melanjutkan tugas tersebut sekaligus memperluas hutan mangrove.

Joni mengaku jatuh cinta pada bakau karena sejak usai 5 tahun diajak sang ayah ikut menanam bakau di pesisir pantai, tak jauh dari rumahnya. Ayahnya mulai menanam bakau tahun 1962 saat berusia 28 tahun bersama ibunya Ribka, atas saran seorang pendeta asal Jerman.

“Tujuannya, agar permukiman warga di pesisir pantai terhindar dari abrasi. Jika dihitung, hampir 61 tahun ayah saya menanam bakau hingga seluas sekarang,” sebutnya.

Joni mengaku menyiapkan 300 anakan bakau jenis Rhizophora mucronatecse sejak Oktober 2023 untuk penanaman bersama 4 Koalisi program VCA [Voices for Just Climate Action] yaitu Koalisi Sipil, Adaptasi, Pangan Baik, dan Kopi

“Kami melarang siapa saja yang masuk hutan mangrove dengan tujuan merusak,” ujarnya.

Baca: Upaya Selamatkan Kawasan Hutan Lindung Egon Ilimedo Lewat Perdes

 

Anak-anak terlibat penanaman bakau di Desa Tenah Merah, Kabupaten Kupang, NTT. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Menanam

Ridwan Arif, ketua penyelenggara Pesta Raya Flobamoratas 2023 kepada Mongabay Indonesia mengatakan, mangrove memainkan peran kunci dalam menjaga ekosistem pesisir dan melindungi pantai dari abrasi serta dampak kenaikan permukaan air laut.

Penanaman bakau yang dilakukan di Tanah Merah dengan meibatkan generasi muda dan pegiat lingkungan sebagai bentuk kepedulian lingkungan.

“Di Desa Tanah Merah, ada kelompok pengelola mangrove. Harapannya, mangrove yang kita tanam bisa tumbuh dan ikut berkontribusi bagi penyelamatan lingkungan,” ucapnya, Senin [6/11/2023].

Baca juga: Inilah Kampung Adat Saga Dengan Arsitektur Rumah dan Budayanya yang Unik

 

Inilah hutan mangrove di Desa Tenah Merah, Kabupaten Kupang, NTT. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Ridwan menegaskan, semua orang bisa berkontribusi bagi penyelamatan lingkungan dengan ikut menanam dan merawat mangrove.

“Kita juga membersihkan sampah di sekitar area mangrove dan melindungi ekosistemnya dari aktivitas yang merusak,” paparnya.

 

Luas kawasan mangrove Tanah Merah hasil overlay citra satelit tahun 2022. Peta: LSM Penguatan Lingkar Belajar Komunitas Lokal [PIKUL] Kupang

 

Exit mobile version