Mongabay.co.id

Kritik Tambak Udang Cemari Perairan Karimunjawa Berbuntut Jerat Hukum Aktivis Lingkungan

 

 

 

 

 

Undang-undang menjamin perlindungan bagi para pejuang lingkungan yang ingin mempertahankan lingkungan hidup aman dan sehat dari jerat pidana maupun perdata. Kenyataan, sebaliknya, aktivis lingkungan justru mendapat terancam jerat hukum.  Terbaru kasus yang menimpa Daniel  FritsMaurits, pegiat lingkungan asal Jepara, Jawa Tengah, yang aktif dalam gerakan #savekarimunjawa. 5 Desember lalu, ditahan Polres Jepara atas dugaan pelanggaran Pasal l28 Ayat 2 UU ITE/2016.

Polisi menangguhkan penahanan Daniel sehari kemudian tetapi penyidikan kasus ini dinilai sebagai bentuk ancaman terhadap perjuangan perbaikan lingkungan hidup di Indonesia.

“Pelaporan itu sangat lemah. Saya tidak menyebut nama, identitas atau kelompok manapun. Ini murni untuk edukasi ke masyarakat atas apa yang terjadi di pesisir Karimunjawa,” katanya saat dihubungi melalui seluler, 8 Desember lalu.

Dia menyebut, kasus yang dialaminya bermula dari unggahan video di media sosial Facebook 12 November 2022. Pada video itu, dia menceritakan bagaimana kondisi Pantai Cemara, yang tercemar limbah tambak udang.

Belakangan, pada 8 Februari lalu dia dilaporkan ke Polres Jepara atas video berdurasi 6.03 menit itu. Pelaporan oleh Ridwan, Ketua Perkumpulan Masyarakat Karimunjawa Bersatu. Perkumpulan ini muncul setelah protes atas keberadaan tambak udang di Karimunjawa kian marak.

Daniel tak terlalu risau dengan kasus hukum yang menimpanya. Dia menyadari, persoalan itu sebagai bagian dari risiko memperjuangkan hak mendapatkan lingkungan yang layak.

Dia siap mengikuti proses hukum. “Bagi saya ada yang jauh lebih besar dari (pelaporan) itu yakni pencemaran yang terjadi di Karimunjawa. Itu jauh lebih penting dari masalah saya,” katanya.

Tri Hutono, Sekretaris Koalisi Kawali Indonesia Lestari (Kawali) DPD Jawa Tengah menyayangkan langkah kepolisian memproses laporan itu.

Menurut dia, sikap Daniel yang kerap memprotes pencemaran limbah tambak udang dilindungi Undang-undang.

“Undang-undang PPLH (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) memberi jaminan, mereka yang memperjuangkan hak perbaikan lingkungan lebih baik tidak bisa dijerat pidana maupun perdata,” katanya.

Tri pun melihat, pelaporan itu tidak hanya sebagai upaya mengebiri hak masyarakat mendapat informasi utuh mengenai dampak pencemaran limbah tambak udang juga bagian skenario membelokkan persoalan utama di Karimunjawa.

“Pokok utama persoalan ini adalah pencemaran oleh tambak-tambak di Karimunjawa. Seharusnya, itu yang diusut penyidik karena jelas-jelas ilegal, bukan malah melebar kemana-mana.”

 

Tepian pantai yang diduga terdampak tambak udang di Karimunjawa. Foto: dokumen Savekarimunjawa

 

Dia meyakini, pelaporan terhadap Daniel merupakan kriminalisasi. Padahal, pembuangan limbah oleh tambah-tambak itu nyata menimbulkan masalah di pesisir Pantai Cemara. Kondisi pantai kumuh dan berbau.

Menurut Tri, cemaran limbah dari ratusan tambak itu telah menyebabkan pertumbuhan lumut sutra yang begitu masif. Beberapa titik terumbu karang di sana mati karena tertutup lumut.

Situasi itu dinilai merugikan para nelayan padahal banyak warga menggantungkan hidup dari sana, mulai dari mencari rumput laut, ikan, hingga pariwisata.

“Ini membuktikan betapa lemahnya perlindungan negara terhadap mereka yang berjuang mewujudkan lingkungan lebih baik,”  kata Daniel melalui sambungan telepon.

Parid Ridwanuddin, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi Nasional juga menyoroti kasus ini. Menurut dia, polisi harus jeli melihat duduk persoalannya.

Yang dilakukan Daniel, katanya,  bagian dari upaya menjaga daerah pesisir Karimunjawa dari cemaran limbah tambak udang. Untuk itu, langkah kepolisian menetapkan Daniel sebagai tersangka bertentangan dengan Pasal 66 UU PPLH Nomor 32/2009.

Menurut Parid, pasal itu memberikan jaminan bagi siapa pun yang berjuang untuk lingkungan lebih baik, tidak dapat terjerat hukum pidana maupun perdata. Terlebih, dalam konteks kasus Daniel, dugaan pencemaran itu telah dikonfirmasi sejumlah pihak,  termasuk Pemerintah Kabupaten Jepara.

Bahkan, Pemerintah Jerapa telah membentuk tim terpadu untuk menyelesaikan persoalan itu.

Parid bilang, mereka yang memperjuangkan perbaikan lingkungan bukanlah penjahat yang layak menyandang status tersangka. Sebaliknya, mereka adalah orang-orang terdepan yang merelakan waktu dan energi demi terwujudnya lingkungan lebih baik.

 

Petugas Gakum KLHK menertibkan pipa-pipa limbah tambak udang November lalu. Foto: KLHK

 

Tambak ilegal

Pj. Bupati Jepara Edy Supriyanta mengakui, banyak tambak udang di Karimunjawa berdampak pada kerusakan lingkungan dan ekosistem laut. “Pemerintah mengambil langkah tegas segera melakukan penutupan,” katanya seusai memimpin rapat tim terpadu Maret lalu, mengutip jatengprov.go.id.

Edy bilang, selain menyebabkan perairan tercemar, tambak itu juga tak sesuai Peraturan Daerah Nomor 2/2011 tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Jepara 2011-2031.

“Dalam perda RTRW yang baru, tambak udang juga tidak diatur di Karimunjawa. Karena Karimunjawa sebagai lokasi pariwisata,” katanya.

Dia memastikan, bila Pemerintah Jepara tidak pernah menerbitkan izin apapun atas tambak-tambak  itu. Dengan begitu, kehadiran tambak adalah ilegal. Meski begitu, dia memberi kesempatan kepada para pemilik tambak yang masih beroperasi sampai batas masa panen.

Widyastuti,  Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNK) mengatakan, identifikasi mereka ditemukan ada 238 petak tambak tersebar di 33 lokasi Karimunjawa dengan total area terpakai mencapai 42 hektar.

Dia mengatakan, tambak itu menyebabkan sebagian terumbu karang mati. “Pipa-pipa limbah itu dibuang ke laut. Bahkan, pipa yang menjulur ke laut itu ada yang bahkan mencapai 700 meter,”  kata Widyastuti.

Pada akhir November lalu, Kemeterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun lakukan penyitaan dan pembongkaran pipa-pipa limbah yang merusak terumbu karang yang masuk kawasan Taman Nasional Karimunjawa.

Setelah itu,  Balai Penegakan Hukum KLHK pun melakukan penyidikan atas kasus-kasus  tambak ilegal  yang masuk kawasan konservasi Karimunjawa itu.

Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, mengatakan, kegiatan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan  merupakan kejahatan serius. Tambak udang di Taman Nasional Karimun Jawa itu, katanya,  sudah merusak ekosistem, merugikan masyarakat dan negara hingga para pelaku harus dihukum seberat-beratnya.

“Saya sudah memerintahkan kepada Penyidik LHK untuk pengembangan penanganan kasus ini, mencari pelaku lain termasuk pemodal. Penanganan kasus ini agar menerapkan pidana berlapis hingga hukuman maksimal dan ada efek jera,” kata Roy, sapaan akrabnya.

 

KLHK melakukan penyidikan atas tambak-tambak udang ilegal yang beroperasdi di kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Foto: KLHK

 

 

 

Exit mobile version