Mongabay.co.id

Perempuan Adat Papua dan Rencana Tambang Blok Wabu

 

 

 

Papua punya keunikan kebudayaan, kekayaan alam dan segala masalah di dalamnya. Ada sekitar 255 suku di Papua dan memiliki bahasa berbeda satu sama lain.

Sebagian suku-suku itu, antara lain, Ansus, Amungme, Asmat, Ayamaru, Bauzi, Biak, dan Dani. Juga, Empur, Hatam, Iha, Komoro, Mee, Meyakh, Moskona, Nafri, Souk, Waropen, Muyu, Moni, Tobati, Enggros, Korowai, Fuyu. Suku-suku ini,  tersebar di tujuh wilayah adat, yaitu, Animha, Tabi, Saireri, Bomberai, Domberai, Meepago dan Lapago.

Kini, Suku Moni, tengah was-was. Kehidupan mereka,  terutama perempuan adat yang mendiami Intan Jaya, Papua Tengah, terancam rencana tambang Blok Wabu.

Blok Wabu, merupakan ekspansi tambang PT Freeport Indonesia yang kembali ke Pemerintah Indonesia. Blok Wabu ini layak disebut “harta karun” karena memiliki kekayaan emas tak main-main,  sekitar 8,1 juta ons.

Rencana tambang Blok Wabu berisiko mempengaruhi kemandirian pangan Moni,  dampak terhadap perempuan Moni dan konflik ideologi antara TNI  dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

 

 

Budaya Orang Asli Papua dan pembangunan

Manusia Papua umumnya hidup komunal. Mereka gunakan tanah sebagai kepemilikan bersama. Secara filosofi Orang Asli Papua (OAP) mengartikan tanah sebagai mama kalau dalam Bahasa Suku Dani Barat disebut gween nagalo” atau tanah mama.

Tanah mampu menyediakan segala kebutuhan untuk hidup, ritual budaya dan bersosialisasi. Pembagian tanah dari cerita orang tua, turun berdasarkan marga, misal, Marga Kogoya memiliki wilayah yang tak bisa diambil marga dari suku lain. 

Orang Papua umumnya menurunkan garis keturunan atau marga dari ayah atau budaya patrilineal. Papua memiliki kebudayaan sangat patriarkis. Laki-laki memiliki peran sangat besar dalam pengambilan keputusan juga jadi bagian dari kehidupan Orang Papua.

Peranan antara perempuan dan laki-laki sudah terbangun. Peran perempuan sebagai pengolah tanah dengan merawat kebun, rumah tangga, dan mengasuh anak. Laki-laki,  menyiapkan kebun untuk ditanami perempuan, membangun rumah, berperang, dan berburu.

Kebiasaan ini kemudian bergeser dampak globalisasi. Hilangnya tanah karena industri ekstraktif berisiko berdampak buruk kepada kelompok rentan seperti perempuan yang bakal alami beban ganda.

Narasi pembangunan di Papua selalu digunakan pemerintah sebagai dalil dalam proses penyelesaian konflik panjang. Persoalan Papua tentu saja tak terlepas dari kepentingan ekonomi politik kelompok-kelompok berkuasa.

Pemerintah melalui TNI/Polri turut bermain peran sebagai pengamanan dengan dalil ancaman penyerangan kelompok nasionalis Papua (TPN OPM) atas obyek vital negara maupun pemilik saham.

 

 

Peta Blok Wabu. Sumber: Amnesty Internasional

 

Pemerintah Indonesia, tentu memiliki kepentingan mensejahterakan rakyat melalui segala program sesuai alasan normatif pembentukan negara itu sendiri. Dalam kasus Papua, bukanlah hal mudah.

Konflik ideologi berkepanjangan sejak 60-an antara rakyat Papua dan Pemerintah Indonesia mengakibatkan munculnya pelanggaran HAM berat yang menyebabkan pembangunan sulit berjalan lancar.

Kondisi ini pun dampak dari keengganan Pemerintah Indonesia untuk dialog damai dengan rakyat Papua dan memahami kebudayaan Orang Papua atas pola relasi mereka dengan alam.

Ketidakpahaman terhadap kebudayaan Orang Papua terlihat melalui kebijakan-kebijakan pembangunan ekonomi yang menjauhkan mereka dari budaya, sumber hidup dan moral kehidupan.

Salah satu  dan yang pertama kali lewat pemberian izin tambang PT Freeport Indonesia. Freeport masuk ke Indonesia bermula dari terbit UU Nomor 1/1967 tentang Penanaman Modal oleh Presiden Soeharto.  Pada April 1967, berbekal UU baru ini, perusahaan ini masuk ke Indonesia.

Jauh sebelum penentuan pendapat rakyat (Pepera) 1969 yang jadi dasar legalitas integrasi Papua ke Indonesia,–berlokasi di Mimika, Papua (kini Papua Tengah)— Masyarakat Adat Amungme  sebagai pemilik ulayat.

Dalam buku yang ditulis Siti Maimunah mencatat, tak ada satu pun kontrak karya pertambangan, termasuk Freeport dan kuasa pertambangan mendapatkan persetujuan rakyat sebelum terbit.

Bahkan,  kontrak karya Freeport menyatakan, area pertambangan sebagai kawasan tak berpenghuni. Padahal, jelas kawasan itu wilayah Orang Amungme.

Dampak lingkungan dan pelanggaran HAM yang timbul dari operasi tambang Freeport sangat merugikan masyarakat.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah menemukan setidaknya 47 pelanggaran ekosistem mulai dari sungai, kawasan hutan, mangrove, sampai lautan terkena limbah.

Pencemaran ini,  berasal dari kolam penampungan limbah pasir sisa tambang atau yang sering dikenal dengan istilah  modified ajkwa deposition area (ModADA). Metode ini dianggap buruk karena tidak ramah lingkungan.

Dampak dari kerusakan itu tentu saja menghilangkan sumber hidup Masyarakat Adat Amungme, sekarang mereka jadi lebih bergantung beras, mie dan dana bantuan seperti bantuan langsung tunai ketimbang mengolah hasil tanah.

Para perempuan pun terpaksa bertarung dengan kerasnya tuntutan kebutuhan hidup yang kian hari makin meningkat. Beberapa pasar di Mimika, mama-mama Papua berjualan mencari rejeki untuk keperluan hidup bahkan untuk sekolah anak.

Peranan perempuan Amungme dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga sangatlah krusial. Kondisi ini makin diperburuk situasi ketika mereka kehilangan ruang hidup.

Dalam konteks penghilangan sumber kehidupan ini tentu berdampak kepada perubahan pola asupan gizi masyarakat Amungme.

Menurut analisis dan pengalaman,  di Mimika sedang terjadi penjajahan pangan. Ia sejalan dengan analisis Craig Santos Perez mengenai Gastro Colonialism.

Perez pakai istilah gastro colonialism atau penjajahan pangan untuk menggambarkan ketergantungan masyarakat Hawaii terhadap pangan impor yang dibuat dengan bahan-bahan berkualitas rendah bikinan perusahaan multinasional.

Kondisi ini memicu masyarakat kurang gizi.  Serupa juga terjadi di sekitar tambang Freeport. Dengan segala kekayaan,  masyarakat adat harus bergantung dari panen yang tak mereka hasilkan.

Ada juga kerusakan relasi sosial. Karena operasi pertambangan itu. Suku Amungme, pun harus menanggung dampak konflik dengan suku kerabatnya di pesisir yaitu Suku Kamoro. Juga, persoalan dengan pendatang dari suku lain di Papua dan pendatang dari luar Papua.

Untuk kepentingan mengamankan wilayah pertambangan, Freeport melalui Pemerintah Indonesia memindahkan paksa Suku Amungme untuk bermukim di tanah-tanah Suku Kamoro. Dengan begitu, tidak jarang terjadi konflik antara mereka.

Selain konflik antar suku, perpecahan juga terjadi di dalam tubuh masyarakat yang muncul setelah ada perusahaaan. Freefort sengaja memberikan keuntungan finansial bagi kelompok yang mendukung operasi mereka.

Freeport juga membuka kesempatan pada suku-suku lain di Papua untuk berdatangan ke lokasi tambang Freeport.

Duane Ruth-Heffelbower mencatat, ada sebanyak 2.000 suku lain yang berdatangan setelah mendengar kisah-kisah lapangan atau pekerjaan yang tersedia serta uang yang dapat mereka peroleh.

Keadaan ini memunculkan konflik horizontal yang berdampak pada perang suku. Sebutan populer seperti “Tiap Minggu Kaco atau Timika” (Timika adalah Ibu Kota Mimika) sering diucapkan karena konflik itu.  Itu

Keadaan ini, juga memancing para pendatang dari luar Papua non-Orang Asli Papua (Non-OAP) yang berasal dari beberapa daerah di nusantara  seperti Makassar, Jawa, Kalimantan dan lain-lain. Pada akhirnya,  menimbulkan kecemburuan sosial.

Selain Freeport ada juga program Merauke Integrated Food And Energy Estate (MIFEE) yang menghilangkan sumber produksi perempuan dari suku yang hidup di wilayah adat Animha, yaitu, Suku Marind.

MIFEE merupakan proyek pengembangan pangan dan energi yang dikelola terpadu di Merauke, Papua (sekarang Papua Selatan).

MIFEE mulai dari proyek Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) yang digagas Bupati Merauke, John Gluba Gebze, pada 2007.

Kemudian, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 5/2008 tentang fokus program ekonomi 2008-2009. Inpres itu meminta Menteri Pertanian mengeluarkan kebijakan pengembangan food estate di wilayah paling ujung timur Indonesia itu.

Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa proyek itu berdampak kepada hilangnya hak atas tanah, kebudayaan dan produksi orang Marind. Dalam penelitian Walhi berjudul “Food Estate di Papua: Perampasan Ruang Berkedok Ketahanan Pangan,” menemukan tak ada pelibatan masyarakat adat dalam perencanaan kebijakan food estate.

Arahan lokasi food estate di Papua seluas  sekitar 2, 684 juta hektar hektar dan berada di kawasan hutan. Tak dapat  terelakkan, kebijakan ini berpotensi mendorong laju konversi dan deforestasi di Papua. Lebih jauh, memberi ancaman lingkungan hidup dan relasi masyarakat dengan alam.

Perempuan Marind yang sejak dahulu kala memproduksi sagu sebagai sumber pangan, papan, sandang dan ekosistem. Sebagai bahan pangan, pati sagu merupakan sumber karbohidrat dengan kadar gula rendah.

Ulat sagu juga jadi sumber protein tinggi Suku Marind.

 

Kondisi di pertambangan Freeport di Papua. Foto: dari Youtube

 

Blok Wabu dan perempuan Moni

Blok Wabu adalah lokasi deposit emas di pegunungan tengah Papua. Sejarah awal ketika Freeport pertama kali masuk pada April 1990.

Berlokasi di Intan Jaya dengan ketinggian sekitar 2.200-3.100 meter di atas permukaan air laut, berjarak sekitar 35 kilometer arah utara Distrik Mineral Grasberg di Mimika.  Blok Wabu merupakan bagian dari yang sebelumnya disebut Blok B, area seluas 0,5 juta hektar tempat Freeport eksplorasi.

Rencana pertambangan dan konflik ideologi yang tengah berlangsung bisa menyebabkan perempuan Moni menerima beban ganda. Dalam masyarakat adat di Papua umumnya ada pembagian peran sangat kompleks antara laki dan perempuan, namun yang memperburuk dengan kehadiran eksploitasi diiringi kekerasan.

Menurut temuan Amnesty International Indonesia, eskalasi konflik di Intan Jaya meningkat akhir 2019 dengan peningkatan kehadiran militer. Dalam temuan itu, militer membangun markas-markas dan beberapa gedung pemerintahan juga digunakan.

Kehadiran militer selain faktor konflik ideologi ada juga karena lokasi tambang sebagai obyek vital negara hingga harus ‘dilindungi’.  Dampaknya,  langsung dirasakan masyarakat.

Amnesty International mendokumentasikan delapan kasus dengan 12 korban pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan Indonesia di Intan Jaya pada 2020 dan 2021.

Adapun beberapa kasus dari pembunuhan d luar hukum itu seperti dua bersaudara, Alpianus dan Luther Zanambani. Kasus pembunuhan Pendeta Zanambani dan tiga bersaudara di sebuah klinik.

Masyarakat termasuk perempuan Moni tak pernah mengetahui ataupun terlibat dalam rencana tambang di kampung mereka.

Beberapa persoalan ditanggung perempuan Moni ketika berhadapan dengan rencana tambang Blok Wabu. Pertama, akses informasi terbatas membuat mereka sulit mengikuti perkembangan rencana pertambangan Blok Wabu.  Padahal,  perempuan Moni sangat berperan besar dalam menjaga dan mengelola tanah.

Kedua,  setelah tak ada akses informasi,  mereka harus menanggung dampak kehadiran militer yang kemungkinan mengakibatkan hilangnya nyawa suami karena stigma separatis akibat konflik ideologi.

Kehadiran aparat juga membawa rasa takut bagi perempuan Moni yang akan berdampak kepada mereka yang sedang mengandung. Kehadiran militer juga membawa trauma psikologis bagi perempuan Moni karena pengalaman kekerasan militer di Papua.

Ketiga, secara ekonomi, perempuan Moni harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan uang karena tanah dan suami mereka yang hilang. Perempuan Moni harus menafkahi anak dan memenuhi kebutuhan lain seperti biaya sekolah.

Keempat,  akses pendidikan perempuan Moni terbatas.  Ada temuan Komnas HAM menyebutkam, militer mendirikan markas di sekolah.

Ratusan anak di Kampung Bomba, Distrik Hitadipa, Intan Jaya,  tidak bisa sekolah karena gedung sekolah TNI jadikan Pos Koramil Persiapan Hitadipa.

Jadi, rencana tambang tanpa pelibatan, perlindungan hak dan pemahaman budaya setempat akan berdampak buruk bagi keberlangsungan hidup kelompok rentan seperti perempuan. Kondisi ini juga akan makin memupuk ketidak percayaan Orang Papua terhadap sistem negara Indonesia hingga akan memperparah konflik selama ini.

Kasus Freeport memberikan pendidikan bagi Komunitas Adat Moni menolak rencana tambang di tanah mereka.

 

 

*Tulisan Rudi Kogoya ini merupakan juara Harapan I Lomba Artikel Hari Anti Tambang kolaborasi antara  Jaringan Advokasi Tambang, Indonesia.id dan Mongabay Indonesia. Tulisan ini merupakan opini penulis.

 

 

 

Referensi:

 

  1. https://indonesia.go.id/profil/suku-bangsa/kebudayaan/suku-bangsa#:~:text=Indonesia%20memiliki%20lebih%20dari%20300,menurut%20sensus%20BPS%20tahun%202010.(diakses pada 18 Mei 2023)
  2. https://aman.or.id/news/read/mengenal-siapa-itu-masyarakat-adat (diakses pada 24 Mei 2023)
  3. https://papua.go.id/view-detail-page-254/sekilas-papua-.html(diakses pada 18 Mei 2023)
  4. https://www.cnbcindonesia.com/news/20210912161156-4-275605/sederet-fakta-gunung-emas-blok-wabu-papua-rp-221-triliun#:~:text=Blok%20Wabu%20merupakan%20bekas%20lahan,yakni%208%2C1%20juta%20ons. (diakses pada 18 Mei 2023)
  5. Pendefinisian Orang Asli Papua artinya mereka yang lahir dari bapa dan mama Papua, sedangkan Non-Orang Asli Papua adalah para transmigran asal Jawa, Kalimantan dll. Penggunaan ini penulis sengaja gunakan untuk menjadikan OAP sebagai subjek utama dalam artikel ini.
  6. Bahasa Daerah Penulis (Suku Dani Barat)
  7. Pengalaman penulis dengan orang tua
  8. Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM)
  9. https://www.kompas.com/tren/read/2023/04/01/200600265/alasan-mengapa-tni-selalu-kirim-pasukan-pengamanan-ke-freeport?page=all(diakses pada 18 Mei 2023)
  10. https://www.walhi.or.id/kajian-terbaru-soal-papua-terungkap-indikasi-kepentingan-ekonomi-dalam-serangkaian-operasi-militer-ilegal-di-intan-jaya-papua (diakses pada 18 Mei 2023)
  11. https://www.asumsi.co/post/56402/inilah-sejarah-dan-pelanggaran-pelanggaran-yang-dilakukan-freeport-selama-di-indonesia/ (diakses pada 18 Mei 2023)
  12. Siti Maimunah, “Negara Tambang dan Masyarakat Adat: Berbasis Lingkungan dan Kearifan Lokal,” In-Trans Publishing, Malang, 2012. Halaman 24
  13. Bantuan Langsung Tunai
  14. Hasil investigasi dan pengamatan lapangan penulis pada 2022 di Mimika, dengan mengikuti program Pejuang Muda oleh kemensos. https://berita.upi.edu/yuk-kenalan-dengan-program-pejuang-muda-kampus-merdeka/ (diakses pada 18 Mei 2023)
  15. https://www.cxomedia.id/general-knowledge/20221228163925-55-177649/gastro-kolonialisme-penjajahan-dalam-sekardus-mi-instan (diakses pada 19 Mei 2022)
  16. oleh Craig Santos Perez, “From Unincorporated Territory [saina]”, 2010, California.
  17. Paharizal & Ismantoro Dwi Yuwono, “Freeport Fakta-Fakta yang Disembunyikan”. Diterbitkan Oleh Narasi, Yogyakarta , 2016
  18. Duane Ruth-Heffelbower,“Pemberdayaan Untuk Rekonsiliasi,” Duta Wacana University Press, Yogyakarta, 2000 hal.96.
  19. Duane Ruth-Heffelbower hal.95
  20. Mega Proyek MIFEE: Suku Malind Anim dan Pelanggaran HAM Oleh Y.L. Franky. ELSAM
  21. https://www.walhi.or.id/food-estate-di-papua-perampasan-ruang-berkedok-ketahanan-pangan (diakses pada 29 Mei 2023)
  22. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
  23. https://econusa.id/id/ecoblog/sagu-tanaman-sejuta-manfaat-yang-terancam-oleh-pembangunan/(diakses pada 21 Mei 2023)
  24. https://www.youtube.com/watch?v=MSVTZSa4oSg&t=99s(diakses pada 18 Mei 2023)
  25. Amnesty International Indonesia ‘Perburuan Emas’ Rencana Penambangan Blok Wabu Beresiko Memperparah Pelanggaran HAM di Papua. Dipublish oleh Amnesty International Indonesia Jakarta 2022. Hal 11-14. Untuk akses pdf:https://www.amnesty.id/wp-content/uploads/2022/03/Perburuan-Emas.pdf
  26. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, “Proses divestasi Freeport tuntas, kontrak Karya Freeport berubah menjadi IUPK” 21 DESEMBER 2018, https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/proses-divestasi-freeport-tuntas-kontrak-karya-freeport-berubah-menjadi-iupk
  27. https://kumparan.com/kumparan-plus/bola-panas-blok-emas-wabu-1wec0sQjF7U(diakses pada 22 Mei 2023)
  28. Suparman, Peran Ganda Istri Petani (Studi Kasus di Desa Perangian Kecamatan
  29. Baraka Kabupaten Enrekang). Volume 1 – Nomor 2, Oktober 2017, 104-114. Edumaspul Jurnal Pendidikan.
  30. Amnesty International :https://www.amnesty.id/wp-content/uploads/2022/03/Perburuan-Emas.pdf15-16
  31. Hasil wawancara penulis bersama Anastasia Mujijau, Ana Bagau, Joyra dan Yuliance Zonggonau
  32. https://papuaposnabire.com/article/read/11382-masyarakatintanjayatolakblokwabudidepankomisiviidprri (diaskes pada 22 Mei 2023)
  33. https://www.suara.com/news/2020/11/02/153223/gedung-sekolah-dipakai-tni-jadi-markas-ratusan-anak-papua-tak-bisa-belajar(diakses pada 22 Mei 2023)
  34. Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women, CEDAW) adalah sebuah perjanjian internasional yang ditetapkan pada tahun 1979 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.

 

 

*******

Exit mobile version