Mongabay.co.id

Polutan Kimia Bekas Manusia, Ditemukan di Kutub Utara

 

Apakah salju di Kutub Utara semurni es?

Jawabannya tidak lagi. Karena sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa bahan sunscreen atau tabir surya telah ditemukan di salju di gletser kepulauan Svalbard, Kutub Utara.

Sebuah tim peneliti internasional mengukur konsentrasi kontaminan yang terakumulasi selama musim dingin di wilayah Arktik. Hal itu menandai tren polusi yang mengkhawatirkan karena semakin banyak kontaminan muncul di daerah beku yang dinamai Bahan Kimia Arktik (Chemicals of Emerging Arctic Concern/CEAC).

Para ahli khawatir. Bongkahan es dapat menyebarkan bahan-bahan kimia dari produk yang dipakai manusia itu terlarut ke lautan saat es mencair karena perubahan iklim. Dampaknya, polutan yang terakumulasi dalam salju malah mempercepat pencemaran laut.

“Banyak kontaminan yang telah kami analisis, seperti Benzophenone-3 (BP3), Octocrylene, Ethylhexyl Methoxycinnamate dan Ethylhexyl Salicylate yang belum pernah diidentifikasi,” ujar Marianna D’Amico, seorang mahasiswa Ph.D. di bidang ilmu kutub di Universitas Ca’ Foscari, Venesia, Itali.

Temuan ini telah diterbitkan dalam jurnal Science of the Total Environment. Bersama Institute of Polar Sciences – National Research Council of Italy (CNR-ISP) dan University Center of Svalbard Norwegia (UNIS), mereka mengukur konsentrasi zat-zat kimia tersebut demi menyelidiki sumbernya.

baca : Sampah Plastik Kian Mendekati Pusat Kutub Utara, Pertanda Apa?

 

Pengambilan sampel salju di Svalbard, Kutub Utara. Foto : Marco Vecchiato, CNR – Ca’ Foscari University of Venice

 

Pengambilan sampel dilakukan sejak 2021 lalu. Hasilnya, semakin mengindikasikan adanya beberapa senyawa yang umum digunakan seperti pewangi dan filter UV.

Marianna juga telah menganalisis kontaminan yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya di belahan bumi terdingin itu. Kemudian pada 25 sampel salju ditemukan berbagai filter UV yang masing-masing kadarnya terdiri dari 40-48%.

Selain itu, BP3 yang diproduksi dalam jumlah yang signifikan di Uni Eropa, telah menjadi masalah baru. Dalam jumlah banyak, tabir surya bisa menumpuk pada tumbuhan laut dan mengubah warnanya, merusak pertumbuhannya, serta menghambat proses fotosintesis. Masalah ini akhirnya bisa menyebabkan tumbuhan laut tidak bisa bertahan hidup.

Adapun Octocrylene atau cairan berminyak yang biasanya terdapat dalam produk kosmetik lebih banyak ditemukan di puncak gletser. Jika ini terus terakumulasi terus-menerus pengaruhnya dapat menyebabkan mutasi gen pada biota luat.

Berdasarkan indikator Environmental, Health, and Safety (EHS), beberapa zat kimia tersebut telah terjadi bioakumulasi dan efek toksik ditemukan di larva ikan zebra (Danio rerio).

Yang menarik adalah konsentrasi Bisfenol A atau BPA. Di salah satu pengambilan sampel salju tingkat polutannya setara dengan yang ditemukan di pabrik pengolahan air limbah. BPA adalah bahan kimia industri yang digunakan untuk membuat plastik polikarbonat dan resin epoksi.

Itu menunjukan bagaimana polutan tersebar hingga wilayah terpencil sekalipun. Muncul pertanyaan ihwal bagaimana polutan dapat melakukan perjalanan jauh hingga konsentrasi polutan ditemukan dalam fase terlarut.

baca juga : Foto: Beruang Kutub yang Kelaparan ini Memakan Sampah Plastik

 

Dua peneliti mengambil sampel salju untuk mengidentifikasi polutan. Foto : Marco Vecchiato, CNR – Ca’ Foscari University of Venice

 

Seorang peneliti kimia analitik dari Universtas Ca’ Foscari Venesia, Marco Vecchiato, menemukan jawabannya. Dia menjelaskan, kontaminan yang muncul di daerah terpencil di kutub Utara disebabkan oleh peran transportasi atmosfer jarak jauh.

“Memang, kami menemukan konsentrasi tertinggi pada pengendapan musim dingin. Pada akhir musim dingin, massa udara yang tercemar dari Eurasia lebih mudah mencapai Kutub Utara,” ujarnya.

Untuk itu, Vecchiato berpendapat data-data penemuan polutan dalam sampel salju berguna sebagai perlindungan lingkungan Arktik. Terlebih organisme akuatik di sana telah menunjukkan dampak buruk yang disebabkan oleh jenis kontaminan ini, termasuk perubahan fungsi sistem endokrin dan hormonal.

Seorang peneliti di CNR-ISP, Andrea Spolaor, percaya dampak buruk polutan bagi ekosistem kutub. Sehingga dia menyimpulkan bahwa mengukur emisi ulang polutan ke lingkungan akibat mencairnya es sangat penting diselidiki sebagai upaya pencegahan. Salah satunya mendorong lembaga terkait untuk melakukan audit produk.

“Akan sangat penting untuk memahami bagaimana kontaminan ini diangkut dan disimpan di daerah kutub, terutama dalam kaitannya dengan variasi kondisi musiman setempat,” terang Andrea Spolaor. “Karena faktanya perubahan iklim sudah terjadi empat kali lebih cepat di Kutub Utara daripada di bagian dunia lainnya.” (***)

 

Sumber : groundreport.in dan interestingengineering.com

 

Exit mobile version