Mongabay.co.id

Catahu Walhi Sulsel 2023 Soroti Krisis Iklim, Transisi Energi dan Hilirisasi Nikel

 

Sepanjang tahun 2023, Sulawesi Selatan mengalami kekeringan berkepanjangan yang berdampak pada gagal panen dan krisis pangan. Beberapa daerah aliran sungai (DAS) mengalami kekeringan dan alih fungsi tutupan lahan berdampak pada kurangnya air irigasi untuk pertanian. Salah satu dampaknya, sekitar 153 ha lahan pertanian mengalami gagal panen.

Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil masih mengalami keterancaman akibat tambang pasir laut dan reklamasi. Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Sulawesi Selatan masih melegitimasi tambang pasir laut dan zona reklamasi yang jelas telah memberikan dampak buruk bagi masyarakat.

Demikian salah satu uraian kondisi lingkungan hidup di Sulawesi Selatan sepanjang tahun 2023 yang disampaikan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulsel yang disampaikan oleh Arfiandi, Kepala Divisi Hukum dan Politik Hijau WALHI Sulsel, pada acara rilis catatan akhir tahun (Catahu) WALHI Sulsel 2023 di kafe Masagena, Makassar, Minggu (31/12/2023).

Menurut Arfiandi, hingga saat ini masyarakat pesisir dan pulau-pulau khususnya di pesisir Galesong Takalar dan Pulau Kodingareng Makassar masih merasakan dampak buruk tambang pasir laut, seperti degradasi lingkungan berupa rusaknya wilayah tangkap, abrasi, hingga pemiskinan karena kondisi laut tidak lagi seperti dulu.

“Selain itu, pesisir Bantaeng juga tercemar akibat aktivitas smelter yang tak mempertimbangkan kesehatan lingkungan. Limbah smelter mengandung zat kimia berbahaya terkontaminasi di beberapa sumber air masyarakat,” katanya.

baca : Aliansi Sulawesi: Kendaraan Listrik adalah Solusi Palsu untuk Perubahan Iklim

 

Rilis catatan akhir tahun 2023 WALHI Sulsel soroti berbagai permasalahan lingkungan di Sulawesi Selatan sepanjang 2023, termasuk dampak krisis iklim, transisi energi, hingga hilirisasi nikel. Catahu juga kaitkan kondisi lingkungan dengan perhelatan pemilu di tahun 2024 ini. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

WALHI Sulsel mencatat potret krisis iklim dari hulu hingga ke hilir yang dirasakan mulai pertengahan tahun 2023 hingga saat ini.

“Selain fenomena alam seperti El Nino, masifnya perusakan lingkungan oleh industri ekstraktif turut memperburuk keadaan lingkungan hidup di Sulsel.”

Menurutnya, krisis iklim juga berpengaruh terhadap tata kelola kelistrikan. Meskipun di Sulsel terdapat banyak pembangkit listrik tetapi kekeringan mempengaruhi kinerja pembangkit listrik utamanya PLTA.

“Kami juga mengamati bahwa korporasi banyak memonopoli sumber daya alam untuk kepentingan bisnis. Sebut saja smelter milik Huadi Alloy Nickel yang diduga banyak menyerap sumber air dan listrik untuk operasional smelter.”

 

Pemiskinan Rakyat Akibat Industri Ekstraktif

Menurut Arfiandi, industri ekstraktif tidak hanya mempengaruhi degradasi lingkungan, tetapi menjadi faktor utama krisis iklim.

Menurutnya, kekeringan berkepanjangan disebabkan oleh deforestasi dan hilangnya lahan penyangga air, turut menjadi penyebab kemiskinan. Selain kehilangan lahan untuk kebutuhan korporasi seperti tambang dan pembangunan smelter, degradasi lingkungan menyebabkan banyak petani, petambak, nelayan tidak mendapatkan pemasukan dari hasil alam.

“Kegiatan industri yang tidak memperhatikan aspek lingkungan dan kesejahteraan masyarakat menyebabkan peningkatan kemiskinan. Tidak berpihaknya kebijakan terhadap masyarakat juga turut menjadi penyebabnya,” tambahnya.

penting dibaca : Ketika Industri Nikel Rusak Pesisir Bantaeng

 

Peserta aksi dari Jejaring Perempuan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menyampaikan berbagai masalah yang mereka hadapi melalui poster-poster di anjungan Pantai Losari, Makassar. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Selain krisis iklim dan dampak bisnis ekstraktif, catahu WALHI Sulsel juga menyinggung masalah transisi energi, peralihan dari bahan bakar fosil ke kendaraan listrik. WALHI Sulsel melihat transisi energi ini tidak seperti yang diwacanakan. Dicontohkan pada kerusakan hutan di Loeha Luwu Timur yang disebabkan oleh tambang PT Vale sebagai produsen utama nikel bahan baku utama baterai.

“Loeha Raya mencakup 5 desa yang di mana 90% masyarakat hidup sebagai petani merica. Saat ini mereka sedang menghadapi ancaman akan kehilangan wilayah kelola dan bencana ekologis seperti banjir dan longsor karena kebun mereka termasuk dalam konsesi PT Vale,” ungkap Nurul Fadli Gaffar, Manajer Kampanye Energi WALHI Sulsel.

Dikatakan Fadli, tidak hanya berdampak terhadap lingkungan, berbagai potensi kerusakan sosial juga akan terjadi. Seperti konflik antar tetangga yang pro-kontra terkait tambang serta potensi kekerasan dalam rumah tangga karena kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi.

Tak hanya di Luwu Timur, daerah lain yang telah terdampak akibat transisi energi telah terjadi di Bantaeng. Tak patuhnya korporasi terhadap kesehatan lingkungan juga berpengaruh terhadap masyarakat. Dalam sebuah riset yang dilakukan WALHI Sulsel di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) menemukan adanya beberapa titik sekitar smelter yang tercemari yang dibuktikan oleh air yang berwarna ungu.

“Sampel air berwarna ungu menunjukkan bahwa air telah terkontaminasi chromium heksavalen yang berbahaya bagi kesehatan manusia,” katanya.

Di kesempatan yang sama, Muhammad Al Amin, Direktur WALHI Sulsel, menyampaikan sejumlah hal yang harus menjadi perhatian pemerintah, seperti hilirisasi nikel yang justru menjadikan Sulsel sebagai pusat ekspansi tambang nikel yang kemudian justru menjadi ancaman bagi lingkungan hidup di Sulsel.

“WALHI Sulsel bersama kawan-kawan yang memperjuangkan lingkungan dari berbagai pihak mencoba untuk terus menekan laju kerusakan lingkungan dan pemiskinan masyarakat yang akan semakin parah,” katanya.

Menurut Amin, krisis iklim merupakan cermin kerusakan lingkungan juga cermin kebijakan pemerintah yang buruk. Hilirisasi nikel yang terus digenjot rezim pemerintahan Jokowi dinilai tidak mempertimbangkan daya rusak, sehingga praktik industri nikel yang menelan banyak korban.

“Saya kira ini harus menjadi perhatian rezim pemerintahan mendatang,” tambahnya.

baca juga : Banjir Bandang di Kawasan Industri Nikel Morowali, Krisis Iklim Makin Mengkhawatirkan

 

PT Vale Indonesia Tbk, perusahaan yang melakukan pertambangan nikel di Sulawesi. Dok: PT Vale Indonesia

 

Terkait berbagai masalah lingkungan yang dihadapi Sulsel sepanjang 2023, WALHI Sulsel menyampaikan sejumlah rekomendasi dan desakan terhadap pemerintah, utamanya untuk perhelatan pemilu tahun depan.

“Menurut kami, pemilu adalah salah satu cara agar rakyat bisa memperbaiki kerusakan yang terjadi namun di saat yang sama Isu lingkungan justru dianggap tidak terlalu penting dan bukan prioritas pada perhelatan lima tahunan ini. Sehingga kami menilai bahwa perlu ada intervensi yang lebih agar isu lingkungan bisa diperhatikan,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Amin, anak muda menjadi dominasi dalam pemilihan dan penentuan masa depan bangsa. Namun, anak muda saat ini masih kurang memahami bagaimana kondisi lingkungan secara mendalam, sehingga penting untuk menyadarkan mereka serta masyarakat secara umum akan pentingnya menjaga lingkungan hidup. (***)

 

Exit mobile version