Mongabay.co.id

Banjir-Longsor di Sumbar, LBH Padang Tuntut Evaluasi Izin Tambang

 

 

 

 

Banjir dan longsor berulang melanda beberapa daerah di Sumatera Barat, seperti Kabupaten Lima Puluh Kota dan Solok. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menduga pemicu bencana ini adanya operasi tambang di daerah-daerah itu. Lembaga ini pun menuntut,  Pemerintah Sumatera Barat mengevaluasi izin-izin pertambangan yang memicu bencana hidrometeorologi di provinsi ini.

Diki Rafiki selaku Kepala Divisi Kampanye LBH Padang mengatakan, Sumatera Barat menandai tutup 2023 dengan banjir dan longsor besar seperti di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Solok.

“Bentang tanah longsor melibas 30 titik di jalan vital penghubung Sumatera Barat-Riau lewat Pangkalan. Di Nagari Koto Alam, banjir juga menewaskan satu orang. Kenapa kelindan bencana ini terjadi? Kenapa di situ?“ katanya Rabu (3/1/24).

Jalan nasional antara Nagari Harau dan Nagari Pangkalan,  rusak berat sepanjang lebih 20 kilometer. Citra satelit menunjukkan, bentang alam di kiri kanan ruas jalan itu, terutama di Nagari Koto Alam, Nagari Manggilang dan Nagari Pangkalan, dalam keadaan rusak berat dampak operasi pertambangan.

Menurut data resmi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kata Diki, ada 12 konsesi pertambangan di situ.

Berdasarkan data indeks bahaya tanah longsor wilayah di antara Nagari Harau dan Nagari Pangkalan, Kabupaten Lima Puluh Kota,  masuk dalam kategori wilayah dengan “bahaya tanah longsor tinggi” pada peta kebencanaan BMKG.

Kepolisian resor Limapuluh Kota Sumatera Barat menyebut,  ada 30 titik longsor pada 26 Desember lalu. Ricardo,  Kapolres Limapuluh Kota mengatakan,  longsor tak hanya tanah juga pohon-pohon tumbang menutupi jalan raya.

Jalur lalu lintas menuju Pekanbaru pun dialihkan ke Kiliran Jao,  Kabupaten Sijunjung karena kerusakan ruas jalan. Khusus di kilometer 156, ada tanah amblas sepanjang 50 meter.

Longsor memakan satu korban jiwa. Korban, katanya,  meninggal saat membersihkan lumpur di jalan dan terkena longsor susulan.

Selanjutnya 31 Desember,  menurut BPBD Limapuluh Kota,  jalanan rusak di Jorong Simpang Tigo, Nagari Koto Alam, Kecamatan Pangkalan Koto Baru.

Jalanan terlihat retak dari beberapa video dan foto yang tersebar di sosial media.

Cerita sama terjadi di sepanjang jalan nasional penghubung Sumatera Barat-Jambi lewat Solok. Tanah longsor terjadi di wilayah Nagari Lolo, dan sempat memutus koneksi antar kedua provinsi yang masuk dalam kawasan hutan lindung.

Pada 2022,  LBH Padang mengidentifikasi satu perusahaan tambang di hutan lindung Nagari Lolo, yaitu PT Mineral Sukses Makmur (MSM). MSM membongkar sekitar 3,4 hektar hutan di situ.

“Yang jelas-jelas berstatus rawan bencana longsor dan banjir, dibebani dengan konsesi pertambangan mineral. Kerusakan makin parah ketika operasi pertambangan meluas ke wilayah sekitar, di sepanjang jalan dari Air Dingin hingga Nagari Lolo. Ada empat konsesi pertambangan di sisi jalan,” kata Diki.

Hari pertama 2024,  jalan yang menghubungkan Padang ke Muara Labuh, Nagari Lolo, Kecamatan Pantai Cermin, Solok,  putus karena longsor. Sepanjang 50 meter jalan tertutup longsor. Jalanan sempat buka tutup.

 

Banjir di Sumatera Barat, pada penghujung tahun. Foto: BNPB

 

Evaluasi izin tambang

Berdasarkan pemantauan dan pemeriksaan lapangan sejak 2022, serta mempertimbangkan pelanggaran dan atau pengabaian berbagai instrumen hukum dalam proses perizinan tambang di kedua kabupaten itu, LBH Padang menekankan beberapa hal.

Pertama, bentang alam di wilayah yang ditimpa tanah longsor dan banjir di penghujung 2023 tergolong dalam wilayah rawan bencana. Dengan begitu, perizinan dan keputusan dari pengurus Sumatera Barat  justru membolehkan tambang merusak kestabilan lapisan-lapisan tanah, aliran air hingga memicu eskalasi bencana.

Kondisi ini,  bertolak belakang dengan kebijakan nasional untuk memadukan prinsip reduksi risiko bencana dalam penataan penggunaan ruang.

Kedua, banjir dan tanah longsor di penghujung 2023 itu hanya sebagian kerusakan ekologis dan kemanusiaan yang dipicu izin pengurus daerah kepada perusahaan-perusahaan pertambangan di wilayah rawan bencana itu.

Industri tambang, sebut LBH Padang,  harus bertanggung-jawab penuh atas kerusakan sosial-ekologis di wilayah operasi tambang di kedua kabupaten itu.

LBH Padang pun mengajukan tiga tuntutan. Pertama,   mendesak Gubernur Sumatera Barat mencabut izin-izin tambang yang jadi pangkal masalah dan pemicu bencana tanah-longsor dan banjir di Nagari Lolo Solok, dan Nagari Koto Alam maupun Nagari Manggilang di  Lima Puluh Kota.

Kalau tidak, kata Diki, akan terus menghantui keselamatan kehidupan masyarakat Sumatera Barat.

Kedua, menuntut Gubernur Sumatera Barat tak lagi memberikan konsesi dan izin baru bagi industri tambang di daerah rawan bencana.

Ketiga, mendesak Gubernur Sumatera Barat untuk menindak perusahaan perusahaan tambang yang beroperasi dalam perusakan bentang alam dan bertanggungjawab.

Keempat, mendesak Kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan tambang di kawasan lindung.

“Seperti di Nagari Lolo, Solok.”

 

Alat berat dikerahkan untuk membersihkan material longsor yang menutup akses jalan nasional Sumbar-Riau, Kecamatan Harau, Lima Puluh Kota, 26 Desember lalu. Foto: BNPB

*******

Exit mobile version