Mongabay.co.id

Jelang Pemilu, Organisasi Lingkungan Desak KPU dan Bawaslu Jatim Tindak Spanduk Kampanye di Pohon

 

 

 

 

 

Puluhan pohon jati dengan ragam tinggi dan diameter berderet tak beraturan di Kecamatan Waru, Pamekasan Kota, Jawa Timur. Daun lebat, nan hijau. Dari puluhan batang pohon bernama ilmiah Tectona grandis Linn. f itu, terlihat tempelan spanduk-spanduk kampanye partai maupun calon kontestan pemilihan umum. Spanduk terpaku di pohon, dari ukuran kecil sampai sekitar 2,5 meter dari pangkal.

Fenomena penempelan spanduk kampanye di pohon itu terlihat di berbagai kota dan kabupaten di Jawa Timur. Sebagian diikat dengan kawat, sebagian lain terpaku.

Organisasi lingkungan, Walhi Jawa Timur mendesak KPU dan Bawaslu tegas menindak peserta Pemilu 2024 yang pasang alat peraga kampanye dengan memaku atau mengikat ke batang pohon.

Wahyu Eka Setiawan, Direktur Eksekutif Walhi Jatim mengatakan, tindakan itu jelas melanggar aturan.

Hampir di setiap kota atau kabupaten Jatim, katanya, mengalami hal serupa, alami polusi visual. Pemakuan dan pengikatan alat peraga kampanye, katanya,  dapat memicu kerusakan pada batang pohon

“Kampanye itu boleh. Tapi tidak juga dengan merusak pohon demi mendulang suara pemilih,” katanya dalam rilis kepada media.

Kampanye yang liar ini,  katanya, selalu terjadi berulang dan menggangu estetika keindahan kota. Tiap masa pemilu, fenomena berulang, katanya, karena pengawasan dan ketegasan pengawas pemilu dan pemerintah daerah minim hingga jadi celah praktik ini terus berlangsung.

Catatan Walhi sepanjang Desember 2023,  Pemerintah Kota Surabaya dan Bawaslu Kota Surabaya melakukan penertiban alat peraga kampanye.

“Hemat kami itu tidak cukup, karena hanya menyasar wilayah yang menjadi sorotan publik seperti jalan protokol, yang tak tampak dibiarkan begitu saja. Ini juga berlaku di Sidoarjo, Pasuruan dan Malang Raya,” katanya.

Setidaknya ada empat faktor, kata Wahyu,  yang menyebabkan terjadi pelanggaran.

  1. Perhemat ongkos pemilu.
  2. Partai atau para kontestan pemilu tidak pernah memberikan edukasi dan menyebarkan pengetahuan tentang aturan larangan merusak pohon, serta menunjukkan minimnya literasi atas aturan serta etika lingkungan.
  3. KPU maupun Bawaslu kurang tegas dalam menindak para perusak pohon terutama pada kontestan atau partai terkait.
  4. KPU maupun Bawaslu juga belum maksimal dalam mengedukasi atau meningkatkan literasi pada partai atau kontestan mengenai aturan berlaku.

Meskipun KPU sudah bikin Peraturan Nomor 15/2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum yang mengatur terkait penyelenggaraan pemilu tertib dan efisien, katanya, di lapangan banyak alat peraga kampanye terpasang liar.

 

Baca juga:  Alat Peraga Kampanye Pemilu Rusak Pohon di Banda Aceh, Solusinya?

Masa kampanye, pohon pun jadi sasaran tempat memasang alat kampanye meskipun sudah dilarang oleh KPU. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

Larangan kampanye pemilu tercantum jelas dalam aturan itu yang menyebutkan, bahan kampanye pemilu yang dapat ditempel dilarang ditempelkan di tempat umum seperti taman dan pepohonan.

Sayangnya,  di Jawa Timur, masih banyak kota dan /kabupaten belum memiliki kebijakan tegas mengenai perlindungan pohon.

Berbeda dengan Kota Surabaya yang memiliki peraturan daerah mengenai perlindungan pohon hingga tegas larangan pemasangan iklan,poster atau sejenisnya di pohon termasuk memaku pohon.

Tantangan pasca kebijakan ini, kata Wahyu,  sejauh mana kebijakan perlindungan pohon ini mampu terimplementasi termasuk beri sanksi tegas yang membuat jera, termasuk pidana pada kontestan pemilu yang kampanye dengan cara merusak pohon.

Dia juga mendorong KPU maupun Bawaslu beri edukasi kepada partai dan para kontestan mengenai pelanggaran serta pelarangan perusakan pohon.

Wahyu pun dorong, Pemerintah Jawa Timur dan kabupaten maupun kota bikin aturan larangan spesifik mengenai perusakan pohon dengan paku, kawat maupun tali beserta sanksi tegasnya.

“Kami menyerukan masyarakat turut aktif melaporkan perusakan pohon melalui alat peraga kampanye kepada pihak berwenang.”

Dia meminta kepada masyarakat tegas tidak memilih calon ataupun partai yang merusak pohon.

“Bagaimana mau amanah, jika hal seperti memaku alat peraga dalam pohon pun dilanggar meski sudah jelas dilarang. Meski dianggap sebagai hal kecil, tetapi itu bentuk dari ketidakamanahan,”

Khalisah Khalid, Public Engagement and Action Manager Greenpeace Indonesia menyesalkan maraknya peraga kampanye  dengan dipaku atau diikat ke batang pohon.

“Sangat disesalkan, terlebih sebagai calon wakil rakyat, seharusnya taat aturan, justru melanggar aturan,” katanya, kepada Mongabay, Kamis (11/1/24)

Menurut dia, kampanye caleg sebagian besar, nir visi misi, dan agenda yang akan mereka perjuangkan sebagai calon wakil rakyat ketika mereka terpilih.

“Bayangkan berapa banyak spanduk akan berakhir jadi sampah. Apakah mereka bertanggung jawab atas sampah yang mereka hasilkan,” kata Alin, sapaan akrabnya.

Kampanye-kampanye dengan model seperti itu, katanya,  menunjukkan para calon wakil rakyat tidak kreatif dan tak inovatif. Padahal,  mereka berusaha mendapatkan suara dari anak muda yang jumlahnya besar.

Kenapa itu bisa terjadi? Mereka, katanya,  tidak punya perspektif lingkungan hidup dan pemahaman tata ruang yang baik, juga tahu penyelenggara pemilu tak akan memberikan sanksi tegas atas pelanggaran itu.

Dia tekankan, agar penyelenggara pemilu tegas dalam menerapkan peraturan, dengan memberikan sanksi serius atas setiap pelanggaran.

“Masyarakat harus kritis, abaikan calon yang tidak peduli lingkungan hidup dan tata ruang dan tidak punya agenda yang jelas, khusus untuk penyelamatan lingkungan hidup.”

Pohon-pohon di Pamekasan, Jawa Timur ini jadi sasaran tempat kampanye. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

******

 

Alat Peraga Kampanye Pemilu Merusak Pohon di Banda Aceh, Solusinya?

Exit mobile version