Mongabay.co.id

Buah Sukun, Cocok untuk Ketahanan Pangan Pengganti Beras

 

 

Buah sukun sangat cocok dijadikan sebagai ketahanan pangan pengganti beras. Buah sukun dapat ditemukan di banyak tempat di Indonesia.

Buah ini juga tumbuh juga di negara-negara tropis. Bahkan, beberapa negara di kawasan Pasifik, seperti Samoa dan Fiji, menjadikan sukun sebagai makanan utama mereka. Di negara yang ada di Pasifik itu, sukun memiliki nama berbeda, misalkan ulu di Hawai, beta di Vanuatu, uto di Fiji, atau uru di Tahiti.

Di Indonesia, sebagian besar masyarakat menjadikan buah sukun hanya sebagai cemilan. Di Gorontalo misalkan, buah sukun memiliki nama lokal amo dan menjadi tanaman pekarangan, baik itu ditanam di depan atau belakang rumah. Buahnya bulat dan isinya tanpa biji, serta tekstur kulit luarnya menyerupai nangka.

“Buah amo sangat enak dan empuk. Kami bisa olah macam-macam cemilan. Ada yang dibuat keripik, digoreng menggunakan gula merah, goreng sambal, atau kukus dimakan bersama sambal juga,” kata Santi Ponui, ibu rumah tangga di Desa Pentadio, Kabupaten Gorontalo, Kamis [25/1/2024].

Baca: Sagu, Sumber Pangan Nasional yang Belum Dimaksimalkan

 

Buah sukun yang banyak tumbuh di Indonesia. Foto: Pixabay/PublicDomainPictures

 

Di Eropa, buah sukun disebut dengan breadfruit dan jika diterjemahkan berarti buah roti karena tekstur daging buahnya yang lembut seperti roti. Di Hawaii, negara bagian Amerika, terdapat lembaga bernama The Breadfruit Institute dari National Tropical Botanical Garden [NTBG], yang mempromosikan sukun sebagai tanaman konservasi dan pangan berkelanjutan.

Menurut NTBG, buah sukun berasal dari New Guinea dan wilayah Indo-Melayu yang  disebarkan ke seluruh kawasan Pasifik oleh para pelaut. Orang Eropa, menemukan sukun akhir tahun 1500-an, yang membuat mereka kagum dan senang dengan pohon yang menghasilkan buah bertepung dan produktif, yang jika dipanggang dalam api; tekstur dan aromanya menyerupai roti panggang.

NTBG mengelola pohon sukun hidup terbesar di dunia, terletak di Kebun Kahanu dan lebih dari 300 pohon yang mewakili 150 varietas dari lebih 30 pulau di Pasifik, Seychelles, Filipina, Honduras, termasuk Indonesia. Sebab, menurut mereka beberapa varietas telah langka atau punah di habitat aslinya.

Koleksi tersebut merupakan kegiatan inti dari The Breadfruit Institute NTBG, yang bertujuan untuk mempromosikan konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman sukun melalui penelitian ilmiah, kurasi dan pelestarian koleksi, agroforestri berkelanjutan, serta untuk pendidikan.

Para peneliti menyebut, koleksi pohon sedang dipelajari secara ekstensif. Tujuannya, untuk melestarikan keanekaragaman dan varietas unik, serta pengetahuan lokal terkait komposisi nutrisi dan meningkatkan nilai untuk ketahanan pangan berkelanjutan, serta pendidikan.

Baca: Ubi Banggai, Tanaman Pangan Primadona Sulawesi Tengah

 

Buah sukun yang dinamakan juga breadfruit karena ketika dipanggang baunya seperti roti panggang. Foto: Pixabay/
JoshuaJCreative/Public Domain

 

Sukun sebagai pengganti beras

Marietje Pasireron, peneliti madya dari Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan, BRIN, dalam webinar yang diselenggarakan BRIN, menjelaskan bahwa Indonesia merupakan pusat keragaman sukun di dunia dan Kepulauan Pasifik merupakan pusat asal tanaman ini. Kelompok spesiesnya diperkirakan tumbuh secara alami di Maluku, Papua Nugini, dan Filipina.

“Sukun yang masuk ke Pulau Jawa asalnya dari Maluku sekitar tahun 1820 dan telah menyebar tumbuh dengan baik di hampir seluruh daerah tropis di seluruh dunia,” ungkap Marietje.

Menurutnya, sukun merupakan tanaman buah potensial di Indonesia yang tinggi karbohidrat dan dapat digunakan sebagai alternatif pengganti beras. Selain itu, kandungan nutrisi seperti vitamin, mineral, serat, abu dan sebagainya sangat baik untuk kesehatan. Sukun memiliki keragaman morfologi dan genetik yang luas, namun belum tergali dengan baik.

“Buah sukun dikenal potensinya untuk mengurangi kelaparan. Selain itu ditemukan dalam kulit batang, cabang, daun dan buah positif mengandung senyawa saponin. Saponin merupakan bahan yang menjadi perhatian penting dalam gizi dan pangan,” ujar Marietje.

Baca: Labu Kuning, Sumber Pangan Fungsional Asal Benua Amerika

 

Buah sukun yang sangat potensial untuk ketahanan pangan pengganti beras. Foto: Wikimedia Commons/Ashay vb/CC BY-SA 4.0

 

Saponin juga senyawa bioaktif yang mempunyai peranan sebagai antimikroba, antijamur, sitotoksik, antikanker, ajuvan, vaksin, antiinflamasi, imunostimulan, hipokolesterolemik, antioksidan, dan memiliki aktivitas hepatoprotektif.

Dijelaskannya lagi, meskipun merupakan tanaman pokok yang penting, namun budidaya dan pemanfaatan sukun terus menurun. Padahal, banyak variasi varietas lokal atau ras sukun meliputi warna daging, nilai gizi, dan sifat agronomis yang mungkin mengandung alel penting untuk mengontrol toleransi terhadap cekaman abiotik tertentu, seperti kekeringan.

“Keuntungan pengembangan varietas lokal adalah mudah diadopsi oleh petani dan disukai masyarakat setempat, petani, serta konsumen. Konservasi keanekaragaman sukun menjadi sangat penting karena secara langsung dimanfaatkan masyarakat untuk pangan, papan, lingkungan, dan bahkan ekonomi,” jelas Marietje.

 

Umbut Rotan yang Enak Dimakan

 

Exit mobile version