Mongabay.co.id

Spesies Ular Air Baru Ditemukan di Sulawesi, Total Ada 60 Jenis

 

 

Para peneliti berhasil menemukan ular air jenis baru di Danau Towuti, Sulawesi Selatan. Ular ini dinamakan Hypsiscopus indonesiensis. 

Berdasarkan studi molekuler yang dilakukan tim peneliti BRIN [Badan Riset dan Inovasi Nasional] bersama tim dari Institut Pertanian Bogor, Universitas Tanjungpura, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ular bewarna abu-abu kecoklatan tersebut memiliki ekor yang pipih secara lateral.

Jumlah baris sisiknya lebih banyak di bagian tengah tubuh, sementara jumlah sisik ekornya  lebih sedikit, dengan pola warna khas [blirik] dibandingan jenis Hypsiscopus lain.

Temuan ini diterbitkan di jurnal Treubia, Volume 50 Nomor 1 tahun 2023, berjudul “A New Species of Water Snake Genus Hypsiscopus (Serpentes: Homalopsidae) from Sulawesi, Indonesia” karya Amir Hamidy, Quraisy Zakky, Nurul Fitriyana, dan Wempi Endarwin.

Baca: Bisakah Kita Hidup “Bertetangga” dengan Ular?

 

Inilah ular air jenis baru Hypsiscopus indonesiensis. Foto: Amir Hamidy/BRIN

 

Amir Hamidy, peneliti di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, BRIN, dalam keterangan tertulisnya mengatakan, spesimen ular ini berasal dari enam spesimen yang dikoleksi tahun 2003 dan satu spesimen pada 2019.

Rentang waktu yang cukup jauh sekitar 16 tahun tersebut, terjadi karena proses identifikasinya yang tertunda akibat jumlah spesimen terbatas. Temuan baru ini menggenapkan jumlah ular di Sulawesi menjadi 60 jenis.

Sebelumnya, tahun 1985 Den Bosch mencatat 55 jenis ular di Sulawesi. Dua puluh tahun kemudian, De Lang & Vogel merevisi jumlahnya menjadi 52 spesies. Berikutnya, tujuh spesies ular baru telah diidentifikasi di Sulawesi.

“Jika dilihat dari karekter fisik, ular endemik Sulawesi ini populernya disebut ular air ekor pipih. Kelompok genus ini hidup di perairan tawar dan memangsa ikan kecil, anak katak, serta kepiting,” kata Amir, Rabu [24/1/2024].

Baca: Ular Ternyata Bisa Mendengar Teriakan Manusia

 

Ular air jenis baru di ini ditemukan di Danau Towuti, Sulawesi Selatan. Foto: Amir Hamidy/BRIN

 

Berdasarkan identifikasi para peneliti, panjang tubuh ular air tawar ini relatif kecil, yakni kurang dari 1 meter [>700 mm] dan hanya tersebar di Danau Towuti. Ular ini memiliki tingkat endemisitas lebih tinggi dibandingkan spesies lainnya, Hypsiscopus matannensis.

“Studi lebih lanjut mengenai populasi dan sebarannya diperlukan untuk mengevaluasi status konservasinya.”

Dijelaskan Amir, dari empat jenis genus ini, tiga jenis terdapat di Sulawesi yang dua jenisnya endemik Sulawesi, yaitu Hypsiscopus indonesiensis [endemik Danau Towuti] dan Hypsiscopus matanensis di Danau Matano serta beberapa wilayah Sulawesi lain.

Saat ini, jumlah ular endemik di Sulawesi hampir mencapai 60%. Jika dibandingkan Kepulauan Sundaland jumlah tersebut jauh lebih rendah, namun endemisitasnya lebih tinggi. Sumatera memiliki 127 spesies ular [16% endemik], Kalimantan memiliki 133 spesies [23% endemik], Jawa dan Bali memiliki 110 spesies yang 6,4% endemik.

“Tingkat endemisitas yang tinggi dan kekayaan spesies relatif rendah kemungkinan besar terkait periode isolasi Sulawesi yang lama dari Kepulauan Sunda Besar lainnya. Oleh karena itu, para taksonom Enhydris [sebelumnya genus Hypsiscopus] menyarankan perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi status taksonomi Hypsiscopus Sulawesi karena keterbatasan spesimen berpotensi menyesatkan dalam studi morfologi,” ujar Amir.

Baca: Ular Kobra Masuk Rumah Warga, Fenomena Apa?

 

Spesimen ular ini berasal dari enam spesimen yang dikoleksi tahun 2003 dan satu spesimen pada 2019. Foto: Farits Alhadi

 

Fragmentasi yang sangat besar ini, katanya lagi, kemungkinan menjadi penyebab spesiasi alopatrik pada nenek moyang Hypsiscopus matannensis dan Hypsiscopus indonesiensis.

“Keberadaan spesies Hypsiscopus plumbea yang tersebar luas dan interaksinya dengan dua spesies endemik lain di Danau Matano, Mahalona, dan Towuti perlu diteliti lebih lanjut untuk menggambarkan sebaran geohistoris genus Hypsiscopus di Sulawesi,” tuturnya.

Sulawesi merupakan pulau di Kepulauan Indo-Australia yang terkenal dengan sejarah geologi unik dan hotspot keanekaragaman hayati sejumlah spesies, serta pola endemisme pada taksa tertentu. Pulau ini memiliki beberapa danau purba yang terfragmentasi pada masa Pliosen, yaitu Danau Matano dan Danau Towuti, serta Danau Mahalona.

Baca juga: Ular Muncul di Perkebunan Sawit, Fenomena Apakah Ini?

 

Bentuk kepala belakang ular air jenis baru. Foto: Farits Alhadi

 

Fungsi ular bagi lingkungan

Bagi sebagian besar orang, ular biasanya digambarkan sebagai hewan yang menakutkan dan berisiko membunuh karena memiliki bisa. Dalam berbagai mitos dan juga dongeng, ular disebut sebagai hewan yang penuh tipu daya dan jahat. Akibatnya, kesalahpahaman dan rasa takut membuat orang-orang tidak memberikan perhatian pada satwa melata ini.

Seperti satwa liar lainnya, ular adalah bagian penting dari kehidupan lingkungan manusia. Spesies ini juga tidak luput dari ancaman krisis kepunahan yang disebabkan oleh perubahan iklim, hilangnya habitat, dan eksploitasi. Dikutip dari situs Save the Snakes, ada tiga poin penting kenapa ular bermanfaat bagi lingkungan.

 

Ular endemik Sulawesi ini populernya disebut ular air ekor pipih. Foto: Farits Alhadi

 

Pertama, ular memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Di sebagian besar sistem, ular dapat menjadi pemangsa dan juga bisa dimangsa. Para pemangsa ular misalkan, burung elang, mamalia, dan bahkan ular lainnya.

Kedua, ular adalah predator yang menjaga keseimbangan populasi mangsa. Sebagai contoh, hewan pengerat berkembang biak secara eksponensial tanpa adanya predator, selama ada banyak makanan. Kebanyakan orang mencoba mengendalikan hama tikus dengan bahan kimia yang pada akhirnya mencemari lingkungan. Sementara ular menyediakan layanan pengendalian hama yang mudah, ramah lingkungan, gratis, dan alami.

Ketiga, meskipun ular banyak ditakuti di seluruh dunia, namun beberapa masyarakat yang memiliki tradisi dan budaya menganggap ular sebagai hewan pembawa keberuntungan. Sebagai predator, manfaat ular diakui sebagai penyedia layanan ekologis bagi manusia. Namun, ular sangat terancam, dan beberapa spesies ada yang terancam punah.

“Sebagai masyarakat, kita tidak harus mencintai ular, tetapi setidaknya kita dapat menghormati hak mereka untuk hidup tanpa menyakiti dan menghargai peran penting mereka dalam menjaga keanekaragaman hayati di bumi,” tulis para pemerhati ular di situs savethesnakes.org.

 

Urusan King Kobra dan Kobra, Amir Hamidy Pakarnya

 

Exit mobile version