Mongabay.co.id

Benarkah Gurita Berasal dari Luar Angkasa? Bukti dan Kontroversi Teori Panspermia

 

Aristoteles menyangka kehidupan berasal dari benda mati dan muncul secara spontan. Misalnya kunang-kunang yang keluar dari tanah hangat yang dibasuhi embun sejuk pagi hari. Dari kaca mata ilmu pengetahuan modern, filsuf Yunani abad 4 SM ini agaknya lebih banyak berimajinasi dibanding bersandar pada metode ilmiah.

Namun seperti kata Albert Einstein, imajinasi lebih penting dari ilmu pengetahuan. Jika ilmu pengetahuan terbatas, imajinasi bisa membawa kita pergi ke manapun.

Lantas, bagaimana dengan teori yang menyebut bahwa kehidupan berasal dari luar angkasa, disebar melalui komet dan meteor, ke planet-planet yang memungkinkannya tumbuh dan berevolusi?

Sebelum bukti datang, barangkali itu hanyalah imajinasi.

Sebanyak 33 ilmuwan dari berbagai negara beberapa waktu lalu mempublikasikan kajian tentang teori panspermia. Sebuah teori yang berpendapat bahwa kehidupan ada di setiap sudut semesta, yang bisa disebar melewati ruang angkasa, dari satu planet ke planet lain.

Salah satu di antaranya adalah Nalin Chandra Wickramasinghe, seorang astronom, astrobiologi, dan ahli matematika dari Universitas Buckingham, Inggris. Dia merupakan ilmuwan panspermia ternama.

baca : Gurita Punya Kesamaan Otak dengan Manusia?

 

Blue ringed octopus atau gurita cincin biru yang berbisa. Foto : wikimedia commons

 

Salah satu bukti yang mereka ajukan adalah keberadaan gurita, makhluk cerdas yang hidup di planet bumi. Menurut mereka kecerdasan gurita sangat tak biasa, karena berasal dari material organik asing luar angkasa. Kajian mereka dimuat dalam jurnal Progress in Biophysics and Molecular Biology, 2018.

“Genom gurita menunjukkan tingkat kompleksitas yang mencengangkan dengan 33 ribu gen penyandi protein lebih banyak daripada yang ada pada Homo sapiens,” tulis laporan itu.

Gurita adalah binatang yang sangat cerdas. Dengan kaki fleksibel berjumlah delapan buah, dia bisa membuka rumah kerang, tutup botol, bahkan mencopot katup penyaring tangki aquarium. Dia juga bisa mengenali orang yang merawatnya, dan mengganggu orang yang tidak disukainya dengan menyemprotkan air.

Gurita saat ini dimasukkan dalam subkelas Cephalopoda. Namun dibanding subkelas lain, gurita memiliki perbedaan genetik yang lebar.

“Otaknya yang besar dan sistem sarafnya yang canggih, matanya yang seperti kamera, tubuh yang fleksibel, kemampuan kamuflase sekejap dengan mengubah warna dan bentuk hanyalah beberapa dari ciri-ciri mencolok yang muncul secara tiba-tiba dalam kancah evolusi,” tulis laporan itu. “Lebih masuk akal dengan mengatakan bahwa mereka tampaknya dipinjam dari ‘masa depan’ yang jauh…”

baca juga : Ini Rahasia Kamuflase Gurita

 

Seekor gurita di perairan Pulau Siau, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Sulut. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Ada dua skenario yang diajukan para ilmuwan itu terkait kemunculan gurita di planet bumi. Pertama, gurita berasal dari evolusi cumi-cumi yang terinveksi virus ekstraterestrial. Kedua, embrio gurita terawetkan dan terbawa komet atau meteor lalu jatuh ke bumi sekitar 270 juta tahun lalu.

“Dibutuhkan sedikit imajinasi untuk mempertimbangkan bahwa peristiwa kepunahan massal pra-kambrium berkorelasi dengan dampak sebuah komet raksasa (atau beberapa komet) yang membawa kehidupan, dan penyemaian di bumi dengan organisme seluler baru yang berasal dari ruang angkasa dan gen virus,” kata laporan itu.

Sejauh ini sudah ada bukti bahwa organisme bisa hidup dalam kondisi ekstrem di ruang angkasa. Hal itu membuat teori panspermia mendapatkan cukup landasan, yang cepat atau lambat akan menggusur teori asal-usul kehidupan terestrial atau berasal dari bumi. Manusia suatu saat harus menerima kenyataan bahwa seluruh galaksi, atau kelompok galaksi yang terdekat dengan bumi adalah satu biosfer yang terhubung.

Bukti lainnya adalah temuan planet layak huni di luar tata surya kita (exoplanet) yang diperkirakan mencapai 100 miliar planet, hanya di galaksi Bima Sakti saja. Lalu bukti kehidupan mikroba di batuan Kanada yang terbentuk jauh lebih awal dibanding era kambrium, saat bumi masih terlalu panas untuk ditempati.

Misi Rosetta berupa pendaratan di salah satu komet (2014) telah memberikan bukti adanya semburan bahan organik dari rekahan. Sementara itu banyak temuan material mikroba di stratosfer yang mungkin turun ke atmosfer bumi dengan menumpang meteor berukuran mikron. Virus kosmik yang berukuran nanometer sangat mungkin diangkut dengan cara serupa.

baca juga : Spesies Baru Gurita Ditemukan di Laut Cina

 

Gurita pasifik raksasa. Sumber: Wikimedia Commons/NOAA/R. N. Lea/Public Domain

 

Usai dipublikasikan, tak menunggu lama bagi laporan itu untuk mendapat perhatian media juga tanggapan komunitas ilmiah.

“Banyak klaim dalam makalah ini yang melampaui spekulatif, dan bahkan tidak benar-benar melihat literatur,” kata Ken Stedman, ahli virus dari Portland State University kepada Live Science.

Misalnya, kata Stedman, genom gurita yang dipetakan pada 2015, membuktikan bahwa sistem saraf gurita terpisah dari gen cumi-cumi sekitar 135 juta tahun yang lalu, atau jauh setelah ledakan kambrium. Selain itu, agar retrovirus dapat mengubah cumi-cumi menjadi gurita, maka virus tersebut harus berevolusi di dunia yang sudah banyak terdapat cumi-cumi. Retrovirus dari luar angkasa tidak akan berevolusi menjadi spesifik untuk makhluk di bumi.

Serangan juga dilancarkan ilmuwan lainnya yang menyebut bahwa penelitian yang dipublikasikan tidak mengandung penelitian asli dan hanya mereferensikan karya mereka sendiri.

Namun agaknya perlu direnungkan juga kalimat yang termuat di bagian akhir laporan itu. Bahwa penting bagi kita untuk tidak membiarkan sains dikekang oleh otoritas dogmatis yang berusaha membatasi kemajuannya berdasarkan garis-garis konservatif yang sempit.

“Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa kita berasal dari luar angkasa, kita terbuat dari gen virus, dan pada akhirnya warisan evolusi kita akan sepenuhnya kembali ke luar angkasa.” (***)

 

Exit mobile version