Mongabay.co.id

Tempe, Makanan Asli Indonesia Favorit Para Vegan yang Mendunia

 

Seiring dengan meningkatnya gaya hidup vegan dan vegetarian, tempe dicari untuk menggantikan daging sebagai sumber protein. Mereka yang menerapkan gaya hidup vegan sama sekali tidak makan produk dari hewan. Sementara vegetarian masih mengonsumsi telur, susu, atau keju.

Jumlah vegan pada 2022 di seluruh dunia diperkirakan mencapai 79 juta orang, sementara pada 2023 meningkat menjadi 88 juta orang. Nilai perdagangan tempe di dunia juga semakin besar. Jika pada 2022 nilainya mencapai 145 juta dollar, maka pada 2030 diperkirakan mencapai 500 juta dollar, atau peningkatan pertumbuhan rata-rata pertahun mencapai 16,2 persen.

Menurut sebuah laporan, Amerika Utara merupakan pasar global terbesar untuk tempe. Sementara tingkat pertumbuhan konsumsi tempe yang tinggi ada di wilayah Asia Pasifik.

Salah satu negara di Amerika Utara yang potensial menjadi pasar adalah Meksiko. Ada produk tempe di sana yang menyertakan tulisan pada kemasan dengan kalimat yang menggugah. Artesanan y hecho con amor. Un regalo de Indonesia para el mundo. Artinya, artisan dan dibuat dengan cinta. Persembahan dari Indonesia untuk dunia. Orang yang berada di belakangnya adalah Luisa Velez Martines, yang mulai menjual tempe di Meksiko 2005.

baca : Tempe, Makanan Khas Indonesia yang Mendunia

 

Luisa Velez Martines produsen tempe dari Meksiko sedang mempresentasikan tentang tempe pada acara webinar yang diselenggarakan oleh KBRI Mexico City pada 24 November 2020. Foto : Kementerian Luar Negeri RI

 

Ungkapan itu tidak berlebihan. Tempe memang makanan tradisional berbahan dasar kedelai yang tidak berasal dari China atau Jepang tapi berasal dari Indonesia. Kata tempe sendiri bukan berasal dari bahasa China. Diperkirakan berasal dari kata tumpi (Jawa), yang berarti warna putih makanan yang berasal dari tepung sagu.

Di Indonesia, tempe punya akar sejarah dan budaya yang kuat. Serat Centhini yang disusun pada 1800-an misalnya, telah menyitir masakan yang terbuat dari tempe ini. Namun diperkirakan produksi tempe secara tradisional di Indonesia sudah dimulai pada kurun 1600-an.

Sejatinya tempe tak melulu dibuat dari kedelai. Tempe benguk yang berasal dari Kulon Progo, terbuat dari kacang koro benguk (Mucuna pruriens). Lalu tempe mlanding dari Gunung Kidul, terbuat dari biji petai cina (Leucaena leucocephala). Ada juga tempe bungkil dari Malang, yang terbuat dari kacang tanah (Arachis hypogea). Ini baru beberapa dari sekurang-kurangnya 17 kacang-kacangan dan bahan lain yang bisa menjadi tempe, mengutip penelitian yang dilakukan William Shurtleff dan Akiko Aoyagi.

baca juga : Cerita Agus Bikin Tempe Bahan Organik dan Non Rekayasa Genetik

 

Tempe, makanan tradisional nabati asli Indonesia yang makin digemari para vegan dan vegetarian dunia. Foto : freeimages.com

 

Mengapa tempe secara global semakin populer?

Seperti diketahui, kelestarian lingkungan menjadi isu yang menjadi perhatian akhir-akhir ini. Tempe adalah makanan sumber protein ramah lingkungan. Dibanding sumber protein hewani, produksi tempe hanya sedikit membutuhkan sumber daya. Proses fermentasi kedelai yang memperkaya nilai gizi hingga menjadi tempe bisa mengurangi jumlah metana dan gas rumah kaca yang dihasilkan peternakan.

Bayangkan, jejak karbon yang dihasilkan oleh makanan dari daging domba seberat satu kg bisa mencapai 39,2 kg karbon dioksida. Sementara tempe hanya 0,3 kg karbon dioksida untuk setiap kilogram tempe yang kita konsumsi. Sapi mencapai 27 kg, sedangkan ayam mencapai 6,9 kg untuk setiap kilogramnya. Bisa dikatakan, mengonsumsi tempe sebagai sumber protein dapat mengurangi dampak pemanasan global.

Terkait nutrisi, jangan khawatir. Tempe diklaim lebih unggul dibanding makanan berbasis hewani. Untuk membandingkannya, kita bisa menggunakan situs milik Departemen Pertanian AS.

Di sana bisa kita dapatkan data, dalam setiap 100 gram tempe, mengandung 20,3 gram protein. Sementara daging sapi giling 17,5 gram. Kandungan kalsium tempe jauh lebih unggul, yaitu mencapai 111 mg. Daging sapi giling hanya 7 mg per 100 gramnya. Tempe sama sekali tidak mengandung kolesterol, sementara daging sapi giling mencapai 68 mg.

baca juga : Jamur, Pahlawan Iklim yang Kerap Dilupakan

 

Tempe dibuat dari biji kedelai melalui fermentasi atau ragi tempe. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dibanding telur ayam, kandungan protein tempe juga lebih unggul. Protein dalam 100 gram telur mencapai 12,4 gram. Jika satu butir telur beratnya sekitar 50 gram, maka untuk menandingi protein tempe butuh sekitar 4 butir telur. Dalam 100 gram telur, mengandung kalsium 48 mg. Artinya untuk menyamai kandungan kalsium pada tempe juga butuh sekitar 4 butir telur. Sementara kandungan kolesterol telur mencapai 411 mg, jauh mengungguli daging sapi giling dan tentu saja tempe yang tidak mengandung kolesterol.

Sebagai makanan pengganti daging berbasis tanaman, tekstur jamur lebih mirip daging dan lebih banyak disukai para vegan atau vegetarian. Selain jamur, tekstur terong dan nangka juga dianggap lebih mirip. Namun sebagai sumber protein masih kalah dibanding tempe. Jamur kancing misalnya, tiap 100 gramnya hanya mengandung 3,09 gram protein.

Menurut penelitian yang dilakukan Wellyzar Sjamsuridzal dan rekan, saat ini hanya jamur Rhizopus microsporus yang bisa ditemukan pada tempe yang diproduksi di Jawa. Padahal banyak sekali strain Rhizopus yang secara tradisional digunakan untuk membuat tempe di masa lalu. University of Indonesia Culture Collection (UICC) saat ini setidaknya telah mengoleksi 127 strain Rhizopus yang diisolasi dari pembuatan tempe dalam kurun waktu 1960-an hingga 2000-an.

Agar tempe semakin digemari, tantangannya adalah bagaimana menciptakan resep baru masakan berbasis tempe. Termasuk memperkaya rasa dengan cara mencampurnya dengan bahan lain. Langkah lainnya dengan memanfaatkan aneka ragi jamur dalam produksi tempe. Karena hilangnya keragaman genetik spesies Rhizopus pada tempe juga telah mengubah cita rasa tempe dan menyebabkan rasa tempe menjadi seragam.***

 

 

Exit mobile version