Mongabay.co.id

Banjir Rob Berulang di Batam: Dampak Pemanasan Global di Tengah Nihilnya Mitigasi Bencana

 

Warga pesisir Kampung Tua Tanjung Uma, Kecamatan Lubuk Baja, Kota Batam, Kepulauan Riau, berhamburan keluar dari rumah, Senin (12/02/2024). Sekitar pukul 10.00 WIB, ombak air laut menerjang rumah panggung mereka dengan kuat.

Air pasang mulai meninggi dan masuk ke rumah-rumah panggung warga pesisir. “Ketika (air) sudah masuk ke rumah, kami keluar semua,” kata Sarifah Julaiha warga RT 01 RW 02 Kelurahan Tanjung Uma.

Saat ditemui satu jam setelah kejadian, Sarifah sedang membersihkan lumpur dan sampah yang naik ke halaman rumahnya. Nampak jelas di dinding rumahnya bekas genangan air banjir rob masih tersisa. “Air setinggi betis saya inilah,” katanya.

Hal yang sama juga dialami Dolli, tetangga Sarifah. Ia dan istrinya berhamburan keluar saat air laut masuk rumahnya. “Kita takut bukan banjir saja, tapi angin kencang datang jadi roboh rumah ini. Dulu kapal tongkang hanyut disini karena kondisi seperti ini,” katanya.

Dolli juga menunjukan sampah yang terbawa gelombang banjir rob mengendap di bawah karpet ruang tamunnya. “Sekarang sudah surut. Tadi kejadiannya dari jam 10.00 sampai jam 12.00,” katanya.

Ketua RT 03/RW 02 Kelurahan Tanjung Uma, Kecamatan Lubuk Baja, Mujianto memperkirakan banjir rob lebih kurang 1,5 meter, sedangkan air laut masuk ke darat sampai 15 meter dari bibir pantai. “Ini termasuk yang paling parah. Dulu hanya 10 meter. Sekarang sudah 15 meter masuk ke darat,” katanya.

baca : Mengapa Kota Batam jadi Langganan Banjir?

 

Warga duduk di depan rumahnya menyaksikan banjir rob naik ke kawasan kampung, di Pasir Panjang, Pulau Rempang, Kota Batam. Foto : tangkapan layar video

 

Mujianto mengatakan, banjir rob tidak hanya merendam rumah warga, tetapi juga merusak dermaga-dermaga yang menghubungan satu rumah warga ke rumah yang lainnya. Selain itu sampah dan lumpur juga terbawa ke pekarangan pemukiman warga. “Kalau diperkirakan setidaknya ada 60 rumah (yang terendam banjir rob),” katanya.

Muji menduga banjir rob ini tidak hanya disebabkan oleh cuaca ekstrem, tetapi diperparah dengan terciptanya gelombang besar akibat lalu-lalang kapal penumpang di sekitar pesisir Kampung Tua Tanjung Uma.

Mujianto menerangkan, tidak ada penanganan khusus untuk masyarakat menghadapi bencana banjir rob tersebut meskipun kejadian terus berulang. Ia bersama perangkat RT dan RW lainnya hanya memberikan himbauan kepada warga untuk tetap waspada kejadian banjir rob ini. “Termasuk kami juga menghubungi pihak kapal, agar ketika melintas di depan perairan kampung kita ini untuk pelan-pelan,” katanya.

 

Semakin Parah

Banjir rob juga melanda kawasan pemukiman rumah panggung yang berada di pulau-pulau kecil di Kota Batam. Salah satunya di pesisir kampung suku laut Air Mas, Pulau Tanjung Sauh, Kelurahan Ngenang, Kecamatan Nongsa.

Seorang warga Suku Laut Air Mas, Saikim melaporkan rumah panggung mereka juga terendam air pasang laut. Bahkan beberapa barangnya yang ada di dalam rumah terbawa air laut.

“Semua sudah terendam, itu beras dan barang-barang lain terbawa arus pasang air laut. Tidak sempat menyelamatkan barang lagi, suami sedang melaut,” kata Saikim kepada Mongabay saat ditelepon, Senin (13/02/2024).

Saikim mengatakan, dirinya bersama keluarga hanya bisa pasrah melihat rumahnya tergenang banjir rob. “Tidak hanya air laut naik, tetapi gelombang yang kuat membuat barang-barang saya sudah habis terbawa air,” katanya.

baca juga : Biang Kerok Banjir dan Longsor di Batam, Bagaimana Benahinya?

 

Seorang warga menunjukan banjir rob yang terjadi di pesisir Kampung Tua Tanjung Uma, Kota Batam, Kepulauan Riau, Senin, 12 Februari 2024. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Banjir rob juga terjadi di Kampung Pulau Panjang, Kelurahan Setokok, Kecamatan Bulang Kota Batam. Surep salah seorang warga mengatakan, setiap tahun memang air laut pasang tinggi terjadi di pesisir Pulau Setokok. “Dalam dua tahun terakhir ini banjir rob paling parah,” katanya.

Kondisi parah itu ditunjukkan dengan masuknya air laut ke atas lantai rumah-rumah warga. “Rumah saya terbenam setengah jengkal orang dewasa, biasanya tidak ada seperti ini,” ujarnya.

Menurut warga Melayu, banjir rob ini ada musimnya yang dikenal dengan istilah ‘tohor 15 dan tohor 30’. Nelayan menghitung dalam sebulan akan ada dua kali pasang tinggi, yaitu pada tanggal 15 dan 30 kalender Islam atau Hijriyah. Dan pasang tertinggi terjadi setiap tanggal 30 kalender Islam.

Sekarang ini, kata Surep, pasang tinggi bersamaan dengan musim angin utara. Sehingga air pasangnya menyebabkan banjir rob parah di rumah-rumah warga pesisir. “Kalau kita perkirakan puncak banjir robnya hari ini (Selasa,13/02/2024),” katanya.

Surep mengaku tidak mempersiapkan langkah antisipasi atas kenaikan air laut ini. Ia dan warga lain hanya memindahkan barang-barang agar tidak basah ketika air naik sampai ke rumah-rumah mereka.

 

Belum Ada BPBD

Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) Kota Batam tidak kunjung dibentuk meskipun bencana banjir rob seperti ini berulang. Saat ini tugas BPBD berada di bawah Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar).

Kepala Dinas Damkar Kota Batam, Azman, saat dihubungi mengatakan pihaknya terus memantau banjir rob di pesisir Batam melalui perangkat pemerintah di tingkat kecamatan dan kelurahan, utamanya di tiga kecamatan pesisir, yakni Kecamatan Galang, Bulang dan Belakangpadang.

Damkar Kota Batam sendiri belum memiliki data pemukiman yang terdampak bencana banjir rob yang mulai terjadi sejak tiga hari terakhir. “Kami masih menunggu laporan dari kecamatan dan kelurahan,” kata Azman.

perlu dibaca : Banjir dan Longsor di Kepulauan Riau, Pulau Kecil Rawan Kala Kelola Tak Peka Alam

 

Warga membersihkan halaman perkarangan rumah yang diterjang banjir rob, di Kampung Tua Tanjung Uma, Kota Batam, Senin, 12 Februari 2024. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Tidak adanya BPBD membuat belum ada mitigasi bencana rob di Kota Batam. Kepala BPBD Provinsi Kepri, Muhammad Hasbi mengatakan penanganan bencana di Kota Batam hanya bersifat penanganan kedaruratan saja saat bencana terjadi.

Padahal penanggulangan bencana ini sifatnya wajib dan harus menjadi perhatian semua pihak. “Prosedurnya mulai dari pra bencana, kedaruratan, dan pasca bencana. Masing-masing langkah itu punya tugasnya sendiri-sendiri,” katanya.

Semua tahapan itu menghasilkan data detail terkait kebencanaan di satu daerah. Untuk itu, perlu adanya BPBD di setiap kabupaten/kota. Dengan menjalankan fungsi pada tahap pra bencana, kedaruratan dan pasca bencana, akan terdapat kajian risiko bencana (KRB). Sehingga akan dapat dibuat peta kerawanan bencana. Baru bisa dibuat rencana penanggulangan bencana.

“Kami punya KRB di provinsi, tapi sifatnya masih global, tidak detail. Kami di provinsi kerepotan karena ketiadaan BPBD di Batam. Semoga segera dapat hadirkan BPBD di Batam,” katanya.

BPBD Provinsi Kepri berhasil menghimpun data titik banjir di enam kabupaten/kota di Kepri per hari Selasa (13/2/2024) kecuali Batam. Banjir rob terjadi pada Senin (12/02/2024) diantaranya 16 titik di Kota Tanjungpinang, lima titik di Kabupaten Bintan, dua titik di Kabupaten Karimun, dan satu titik di Kabupaten Natuna.

Dari data itu, lanjut Hasbi, Kabupaten Bintan telah bergerak melakukan langkah konkrit dalam mengatasi bencana banjir rob di wilayah mereka. Salah satunya pembangunan turap atau dinding penahan ombak di pesisir Pengujan. Pembangunan turap ini tidak lahir spontan, sebaliknya melalui kajian dan perhitungan di tahap pra bencana, kedaruratan dan pasca bencana.

“Di beberapa kabupaten/kota lain juga berproses. Mereka sudah menyusun perencanaan dengan variasi yang tidak sama di masing-masing daerah. Karena ada juga daerah yang baru terbentuk BPBD. Tapi intinya mereka sudah memulai,” tutup Hasbi.

 

Penyebab Banjir Rob di Batam

Peneliti ahli utama bidang oseanografi terapan dan manajemen pesisir, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Widodo Setiyo Pranowo saat dihubungi Rabu (13/02/2024) menganalisa penyebab banjir rob yang terjadi di pesisir Pulau Batam dan Kepri. Ia menemukan, gelombang laut dari berbagai perairan memang bertemu di Kepri, sehingga menciptakan gelombang besar yang berujung pada banjir rob.

Perairan Kepri merupakan area pertemuan aliran massa air yang dibangkitkan oleh gaya pasang surut akibat gravitasi bulan yang bersifat diurnal (konstanta M2). Ada tiga arah aliran gelombang ke perairan Kepri, dari arah Samudera Hindia timur laut yang melewati ke Selat Malaka, dari arah Samudera Hindia tenggara yang menjalar melewati Laut Jawa dan Selat Karimata dan dari arah Samudera Pasifik yang menjalar melewati Laut China Selatan dan Laut Natuna. Ketiga penjalaran tersebut bertemu di wilayah perairan Kepri.

Widodo juga menunjukkan, kondisi uap air yang ada di atas angkasa Kepri pada Selasa (12/02/2024) terjadi penumpukan. Ketika kumpulan uap air itu terjadi, maka akan menambah volume air laut yang berujung kepada banjir rob.

Kemudian ditambah, musim penghujan yang jatuh ke daratan benua Asia, diduga akan menggelontorkan massa airnya dari Teluk Benggala ke  Samudera Hindia Timur Laut lalu mengalir ke Selat Malaka menuju ke Perairan Kepri.

Ditambah lagi, massa air dari Sungai Mekong yang masuk ke Laut China Selatan, kemudian mengalir ke arah barat daya menuju ke perairan Kepri. “Jadi dari angkasa dan dari laut semua kompak ngumpul di Kepri,” katanya.

perlu dibaca : Krisis Iklim Global: Tahun 2023 Mencatat Rekor Suhu Laut Terpanas

 

Kondisi uap air dan arah gelombang angin yang ada di atas angkasa Kepulauan Riau kepri pada Selasa (12/02/2024). Tampak bahwa uap air dari Laut China Selatan dan Laut Natuna mengumpul di atas angkasa wilayah Kepri yang menyebabkan pasang tinggi dan banjir rob di wilayah Kota Batam. Sumber : Widodo Pranowo/PRIMA BRIN

 

Menurut Widodo jika masyarakat hanya waspada ketika banjir rob datang hal itu hanya berupa adaptasi, bukan mitigasi bencana. Seharusnya mitigasi bencana bisa dilakukan dengan relokasi atau meninggikan rumah panggung mereka. “Kita tidak bisa melawan alam, apalagi jika ada pengaruh pemanasan global, maka butuh partisipasi seluruh wargabumi untuk memperlambat pemanasan global itu,” katanya.

Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Hang Nadim Batam Suratman mengatakan, salah satu penyebab banjir rob ini adalah dampak dari pemanasan global. Air laut ketinggiannya semakin bertambah walaupun tidak signifikan. “Selain itu di pinggir laut, terjadi penurunan daratan, daratannya turun, air laut nambah walaupun satu sentimeter atau dua sentimeter setiap tahunnya,” kata Suratman.

Ia meminta masyarakat selalu waspada, apalagi ketika air pasang maksimum terjadi pas bulan purnama. “Masyarakat kami minta mengantisipasi terutama yang tinggal di daerah pesisir, sebisa mungkin menghindari kawasan pesisir,” pungkasnya. (***)

 

Kala Indonesia ‘Banjir’ Bencana Dampak Iklim

Exit mobile version