Mongabay.co.id

Selamat Datang Beras Berprotein Hewani

 

Dunia mungkin belum sepenuhnya siap dengan daging yang dibiakkan dalam laboratorium. Tapi ilmuwan kini sudah melakukan terobosan lagi. Mereka berhasil membiakkan sel hewan pada butiran beras. Menurut mereka ini menjadi peluang memecahkan persoalan pangan di masa depan.

Salah satu harapan pengembangan makanan baru yang melibatkan beras berpotrein hewani itu untuk menjamin kecukupan pangan yang bernutrisi. Pangan berbasis biji-bijian seperti padi masih menjadi bahan makanan pokok dunia. Bahan pangan ini juga menjadi andalan untuk bantuan ke sejumlah negara yang membutuhkan. Selain itu padi hibrida ini diharapkan bisa dimanfaatkan selama perang, dan misi luar angkasa.

Mengutip data World Resources Institute (WRI), dibanding 2010 pada 2050 dunia membutuhkan 56 persen bahan pangan lebih banyak. Sayangnya, untuk memenuhi kebutuhan pangan itu, pembukaan lahan pertanian dan peternakan akhirnya menggerus luas hutan yang ada.

Sementara menurut data World Economic Forum, hingga 2050 dunia membutuhkan produk daging 88 persen lebih banyak. Di sisi lain, jumlah jumlah penduduk yang terancam kelaparan juga makin meningkat. Inovasi pengembangan daging melalui kultur sel seperti padi hibrida ini dianggap berkontribusi mengurangi emisi yang dihasilkan dari peternakan.

Sekelompok ilmuwan Korea Selatan pada Februari 2024 melaporkan hasil percobaan mereka menumbuhkan sel daging sapi dan lemak ikan pada butiran beras yang dimuat dalam jurnal Cell Press. Temuan mereka diklaim memiliki rasa yang lebih kaya, bernutrisi, beraroma, dengan harga terjangkau, dan menghasilkan jejak karbon yang lebih sedikit.

“Bayangkan kita bisa mendapatkan semua nutrisi yang dibutuhkan dari beras berprotein yang dikembangkan secara kultur sel. Beras pada dasarnya sudah memiliki tingkat nutrisi tinggi, namun menambahkan sel dari ternak dapat meningkatkan nutrisinya lebih lanjut,” kata Sohyeon Park, dari Yonsei University, salah satu ilmuwan dikutip dari Phys.

baca : Mengenal Beras Organik dari Simancuang

 

Proses menumbuhkan sel daging sapi dan lemak ikan pada butiran beras yang dilakukan oleh ilmuwan Korea Selatan pada Februari 2024. Sumber : Sohyeon Park, dkk via cell.com

 

Mengutip laporan mereka, beras mengandung karbohidrat, lemak, protein, fosfor, kalsium, dan magnesium. Beras juga mengandung glutelin dan asam folat yang antara lain dipercaya bisa memperlambat penuaan. Selain itu, beras juga aman dan tidak menimbulkan alergi. Berbeda dengan misalnya kedelai, yang juga dipakai untuk menumbuhkan daging sintetis.

Untuk menghasilkan beras hibrida ini, para ilmuwan melapisi beras dengan gelatin ikan yang dilarutkan ke dalam cairan khusus. Setelah melewati proses khusus, beras kemudian diberi sel hewani dari sapi dan dibiakkan selama beberapa hari.

Dalam perhitungan para ilmuwan, padi hibrida ini memiliki kandungan karbohidrat 0,16 gram lebih banyak dibanding padi biasa. Kandungan proteinnya meningkat 310 mg lebih tinggi. Beras hibrida pun memiliki lemak 10 mg lebih banyak. Makan 100 gram beras hibrida ini setara dengan makan 100 gram beras biasa ditambah satu gram daging sapi sandung lamur. Ini adalah daging sapi yang berasal dari bagian dada sekitar ketiak.

Jejak karbon yang dihasilkan untuk menghasilkan beras hibrida ini juga lebih rendah dibanding beras biasa dan daging sapi. Untuk setiap 100 gram protein yang dihasilkan, beras hibrida diperkirakan melepaskan kurang dari 6,27 kgCO2, sedangkan daging sapi melepaskan 49,89 kgCO2.

Secara teoritis, menumbuhkan sel hewan mirip dengan menumbuhkan sel tanaman. Pada tanaman sayuran, sel bisa diambil dari daun. Sel ini kemudian dibiakkan pada lingkungan yang kaya nutrisi. Setelah tumbuh, daun baru bisa dipanen dan diolah seperti halnya tanaman sayuran biasa. Untuk menghasilkan daging sintetis, bagian kecil dari daging diambil. Lalu dibiakkan pada lingkungan kaya nutrisi dalam bioreaktor. Jaringan baru kemudian akan terbentuk dan siap diolah jadi makanan.

Meski bisa menjadi salah satu solusi pengurangan emisi, ide menciptakan daging sintetis tak sepenuhnya bisa diterima oleh beberapa kalangan.

baca juga : Cerita Beras Organik dari Banyuwangi

 

Hasil percobaan peneliti Universitas Yonsei Korea Selatan berupa beras yang mengandung sel otot dan lemak hewani. Foto : Yonsei University via phys.org

 

Mereka yang mendukung beranggapan memproduksi daging dengan bioreaktor lebih memperhatikan kesejahteraan hewan. Karena untuk mendapatkan daging dalam jumlah besar tidak harus menyembelih hewan dalam jumlah yang juga besar. Alasan kesehatan turut  digunakan oleh mereka yang mendukung, karena daging yang diproduksi di laboratorium dianggap lebih terjaga dari risiko terkontaminasi sumber penyakit. Terkait lingkungan, membiakkan daging dianggap membantu mengurangi emisi.

Sementara mereka yang kontra beranggapan daging sintetis tak ubahnya daging frankenstein yang tidak alami. Boleh jadi menimbulkan dampak kesehatan serius dalam jangka panjang. Beberapa agama menganggap daging buatan tidak layak untuk dikonsumsi. Daging hewan yang boleh dimakan hanya berasal dari hewan yang disembelih. Meski tidak membutuhkan lahan seluas peternakan konvensional, namun pabrik daging juga membutuhkan teknologi tinggi, fasilitas yang memadai, dan biaya investasi yang tinggi.

Di Eropa, perdebatan soal ini tengah menghangat. Bahkan di Italia yang dikenal sebagai negara konservatif, menumbuhkan daging buatan telah melewati perdebatan di parlemen. Sebuah UU yang melarang penggunaan, penjualan, impor dan ekspor makanan dari kultur sel hewan veretebrata pun disahkan akhir tahun lalu.

Mengutip New York Post, ada dua negara yang telah menyetujui produksi dan pemanfaatan daging sintetis ini. Kedua negara itu adalah Amerika dan Singapura. (***)

 

 

Buah Sukun, Cocok untuk Ketahanan Pangan Pengganti Beras

 

Exit mobile version