Mongabay.co.id

Cerita Nelayan Perempuan, Was-was Kalau Tambang Masuk Pulau Gelam

 

 

 

 

 

 

 

Pulau Gelam, salah satu tujuan nelayan yang tinggal di gugusan pulau di Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, sebagai tempat mencari ikan. Para nelayan perempuan was-was Pulau Gelam dan perairan sekitarnya rusak kalau ada tambang kuarsa.

Seperti Neka, bersama suaminya Salmin mencari ikan di sekitar Pulau gelam.  Mereka tinggal di Pulau Cempedak. Dengan perahu motor mereka mengarungi lautan menuju pulau-pulau di sekitar kediamannya, termasuk Gelam. Saat melaut, mereka kerap membawa anak balitanya.

Jarak Gelam, sekitar 15 mil arah selatan dari Pulau Cempedak. Perlu waktu sekitar dua jam perjalanan dengan perahu lepeh untuk bisa sampai ke pulau ini.

“Kalau ke Pulau Gelam, bawa beras dan kompor gas. Untuk lauk nanti dari hasil tangkapan, mana yang ditangkap itu yang dimakan,” kata Neka.

Pulau Gelam memang tak lagi jadi tempat tinggal tetap warga. Namun, sejumlah nelayan memilih membangun pondok-pondok kecil untuk tempat bertahan selama beberapa hari di sana sembari mencari ikan.

Mencari ikan di Pulau Gelam tak selalu mereka lakukan karena jarak cukup jauh dan tidak memungkinkan balik hari karena memakan ongkos besar. Kalau mencari ikan di sana, paling tindak perlu 4-6 hari, menetap di sana agar hasil tangkapan maksimal.

Perairan sekitar Pulau Gelam,  menjadi pilihan para nelayan di Kecamatan Kendawangan mencari ikan lantaran banyak ikan. Berbagai macam hasil tangkapan nelayan di perairan sekitar Pulau Gelam, sebut saja,  lobster, rajungan atau renjong, baronang, bawal, dan lain-lain.

Pendapatan dari mencari ikan di Pulau Gelam cukup besar bagi keluarga Neka. Biasa, mereka menginap hampir sepekan. Keuntungan kotor bisa Rp3 juta, bahkan bisa Rp5 juta bila sedang musim renjong berkembang biak.

Adapun ongkos selama melaut di sana lebih Rp1,2 juta,  meliputi bensin, rokok, es batu, dan bahan makanan.

Perempuan nelayan memiliki peran besar dalam menopang kehidupan keluarga. Mereka tak hanya memerankan sebagai anak atau istri nelayan yang membantu laki-laki bekerja, juga sebagai nelayan.

Marai, nelayan perempuan dari Pulau Cempedak, Desa Kendawangan Kiri, sudah sebulan bersama bapaknya, Hajrad, beserta ibunya,  Etek tinggal di pondok kecil di Pulau Gelam.

Hari itu, Marai tengah menyiangi renjong. “Renjong yang telah direbus dan dibersihkan, nanti ke kotak es sebelum dikirim ke pusat kota di Kendawangan,” katanya.

 

Hutan mangrove rapat di Pulau Gelam. Foto: Aseanty Pahlevi/ Mongabay Indonesia

 

Nelayan perempuan lain, Sumia juga sering mencari ikan di Pulau Gelam. Warga Pulau Cempedak, Desa Kendawangan Kiri, Kecamatan Kendawangan, ini sebulan dua kali melaut sekitar pulau itu.

“Kalau musim lobster, 2-3 malam (di Cempedak) ke laut lagi (Pulau Gelam).”

Selama 4-6 malam, Sumia bersama suaminya menginap di Pulau Gelam. Mereka jarang menginap di pondok lantaran terlalu banyak nyamuk. Mereka memilih bermalam di atas lepeh.  Dia bilang, nelayan lain juga melakukan hal serupa.

Ibu dua anak ini ketika mencari ikan juga bertugas sebagai juru kemudi lepeh. Suaminya memasang jaring. Sumia harus memiliki kemampuan kemudi yang baik agar jaring tidak sangkut di kipas mesin.

Selain di Pulau Gelam, dia juga mencari ikan ke Pulau Bawal, Tanjung Peredak, paling jauh di Pulau Penambun. Dari beberapa wilayah perairan yang pernah dia lalui, di sekitar Pulau Gelam jadi pilihan utama. Selain hasil tangkap cukup banyak, jarak relatif mudah terjangkau serta daratan bisa menjadi tempat huni nelayan.

Sumia punya kenangan di Pulau Gelam. Keluarganya pernah tinggal di sana. Dia lahir dan dibesarkan di pulau kecil ini hingga berumur 15 tahun. “Orang tua kuburannya di sana,” katanya.

Sumia cerita, warga di Pulau itu memutuskan pindah lantaran lokasi jauh ke pusat kecamatan. Terlebih,  dulu belum ada transportasi dengan perahu mesin. Untuk bisa ke pusat kota di Kendawangan, katanya, warga mengandalkan sampan tradisional dibantu angin.

“(Dulu) perjalanan (ke Kendawangan) bisa seharian, tergantung kondisi angin. Kalau ada yang sakit, susah berobat,” katanya.

 

Pedagang ikan perempuan tengah membersihkan renjong. Foto: Aseanty Pahlevi/ Mongabay Indonesia

 

Khawatir kalau ada tambang kuarsa

Kabar mengenai akan ada tambang kuarsa di Pulau Gelam, membuat nelayan khawatir.  Tak terkecuali para perempuan yang menjadikan perairan Pulau Gelam untuk mencari penghidupan.

“Kalau ada tambang, takut pulau karam. Ikan-ikan bisa hilang,” kata Yanti, warga Pulau Cempedak, Desa Kendawangan Kiri.

Yanti tak lagi mencari ikan lantaran harus menemani anaknya yang masih balita. Namun, suami dan ketiga anak laki-lakinya adalah nelayan dan melaut sampai ke Pulau Gelam.

“Seminggu sekali (ke Gelam),” kata ibu empat anak ini.

Walau tak ikut, Yanti membantu mempersiapkan segala perlengkapan untuk berangkat ke laut dari makanan sampai pukat. Ketika hasil tangkapan dibawa pulang, dia jugalah yang melepaskan tangkapan satu per satu dari jaring, sampai mengolah renjong agar siap jual ke Kendawangan.

“Kalau semua lama pergi melaut, tidak ada ikan yang saya kerjakan, biasa saya jaga warung, jualan es di depan rumah,” katanya.

Ekosistem yang masih tergolong baik di perairan sekitar Gelam membuat aneka biota laut hidup.

Tak hanya nelayan, para pedagang ikan di pesisir Kendawangan juga bergantung dengan ikan-ikan dari Pulau Gelam. Yuningsih, pedagang perempuan di Pasar Ayu Kecamatan Kendawangan salah satunya.

Menurut pedagang yang sudah berjualan selama 10 tahun ini, perairan Gelam adalah salah satu pemasok ikan di pasar ini.

“Biasanya dari Pulau Gelam, ada juga Pulau Cempedak, Kuala Jelai, sampai Air Hitam,” katanya.

Suami Yuningsih juga nelayan. Kadang-kadang suaminya bekerja di perkebunan. Ikan-ikan Yuningsih dipasok agen di desa itu. “Untungnya kadang-kadang dapat Rp100.000, kadang kalau banyak Rp200.000.”

Yuningsih tak hanya menjual ikan segar, juga mengolah menjadi ikan asap.

 

Nelayan perempuan akan menepikan kapal setelah melaut. Foto: Aseanty pahlevi/ Mongabay Indonesia

 

Perempuan multi terdampak

Perempuan pihak terdampak dari kerusakan lingkungan termasuk oleh tambang. Kerusakan tambang pasir kuarsa akan memberikan beban tambahan kepada perempuan di pesisir sekitar perairan Gelam.

Arniyanti,  pegiat sosial Lembaga Gemawan, mengatakan, nelayan perempuan punya beban ganda, yakni, waktu kerja perempuan nelayan untuk kegiatan ekonomi dan non ekonomi alias kegiatan rumah tangga (domestik). Perempuan, katanya, sosok yang mengelola pemenuhan pangan keluarga, atau yang mengatur keberlangsungan hidup dalam rumah tangga.

Jadi, katanya, merusak alam sama dengan merusak sumber penghidupan akan membuat kerusakan tatanan kehidupan termasuk di Pulau Gelam. Kalau terjadi, katanya, bakal jadi beban tambahan bagi perempuan.

Belum lagi, katanya, kalau wilayah tangkap hilang maka akan sulit lagi mencari alternatif pekerjaan lain.

“Maka saya selalu katakan, merusak alam adalah merusak tatanan kehidupan, merusak alam adalah merusak perempuan.”

Kekhawatiran inilah yang dirasakan Juni, nelayan perempuan dari Pulau Cempedak. Saat ini, dia memang belum merasakan dampak signifikan dari eksplorasi tambang di Pulau Gelam. Walau begitu, katanya, kalau sampai tambang beroperasi pulau dan perairan sekitar bakal rusak.

“Kalau dibikin gitu (tambang di Gelam) pasti ikannya lepas, nanti susah cari ikan. Karena air limbah pasti.”

Bila limbah mencemari laut,  katanya, ikan-ikan akan pindah dan ujungnya berdampak pada pendapatan nelayan.

Kekhawatiran serupa dari Lima, nelayan perempuan dari Pulau Cempedak. Sejak ada aktivitas tambang, dia yang biasa memanfaatkan lahan di Gelam untuk bercocok tanam, kini tak lagi dia lakukan.

“Sejak ada aktivitas,  tidak menanam lagi, tidak dirawat lagi,” katanya.

Dia tak tahu persis apa yang akan terjadi bila tambang beroperasi di Pulau Gelam, yang pasti dia khawatir tempat tangkap ikan terbatas, atau jumlah tangkapan berkurang. Dia berharap, ttapi bisa  bisa dapat banyak ikan untuk menghidupi keluarga.

“Inginnya (Gelam) tetap bisa menangkap ikan di sana.”

*Laporan investigasi ini merupakan hasil kolaborasi Mongabay Indonesia, Pontianak Post, Iniborneo.com, Suara.com, RRI Pontianak, Insidepontianak.com, dan Project Multatuli yang didukung oleh Jurnalis Perempuan Khatulistiwa, Yayasan Webe, Hijau Lestari Negeriku, dan Garda Animalia melalui Bela Satwa Project

 

Para nelayan banyak tinggal di Pulau Cempedak, atau pulau lain di sekitar gugusan Pulau Kendawangan, tetapi mereka banyak cari ikan di Pulau Gelam. Mereka nilai, cari ikan di Pulau Gelam, banyak peroleh tangkapan. Foto: Aseanty Pahlevi/ Mongabay Indonesia

 

******

 

Tambang Kuarsa ‘Kuasai’ Pulau Gelam Terindikasi Lewat Surat Tanah Fiktif

Exit mobile version