Mongabay.co.id

Mediasi Gagal, Warga Bulukumba Desak PT Lonsum Keluarkan Tanah Masyarakat dari HGU

 

Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Selatan melakukan mediasi antara PT London Sumatera (Lonsum) dengan masyarakat tani di Kabupaten Bulukumba dan aliansi organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Monopoli Tanah (GRAMT), di Aula Masjid Al-Markaz al-Islami, Makassar, Senin (19/2/24). Pertemuan ini membahas konflik lahan pasca berakhirnya hak guna usaha (HGU)  Lonsum di Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Hadir pula dalam pertemuan itu  Kejaksaan Tinggi Sulsel, Polda Sulsel, Pemkab Bulukumba, Ahli Hukum Agraria dan Sumber Daya Alam Universitas Hasanudin, Abrar Saleng dan anggota Panitia B.

Abdul Azis Dumpa, Wakil Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBH)-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, yang bertindak sebagai juru bicara warga dan GRAMT, menyampaikan tuntutan masyarakat dalam proses pembaruan HGU Lonsum.

“Dalam proses pembaruan HGU Lonsum ini, kami meminta  Lonsum untuk mengeluarkan tanah-tanah rakyat dari HGU tersebut,” katanya.

Objek yang dimaksud adalah hasil Putusan Mahkamah Agung (MA) No.2553 K/PDT/1987, sertifikat hak milik (SHM), hasil verifikasi berdasarkan SK Bupati Bulukumba No.180/IV/2012, serta tanah ulayat masyarakat hukum adat Ammatoa Kajang berdasarkan Perda No.9/2015 tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak, dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang.

Baca : Aktivis Minta ATR/BPN Sulsel Aktif Selesaikan Masalah Lonsum di Bulukumba

 

Pertemuan mediasi konflik PT Lonsum dan masyarakat tani di Bulukumba Sulawesi Selatan difasilitasi Kanwil ATR/BPN di aula Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar, belum menemukan titik terang, sehingga Panitia B diharapkan bisa lebih progresif menyelesaikan masalah ini. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Azis juga menyinggung adanya kesepakatan penyelesaian sengketa yang difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada tahun 2018 silam, yang belum dijalankan hingga saat ini. Dalam kesepakatan tersebut antara lain merekomendasikan untuk melakukan rekonstruksi batas HGU dan pengukuran ulang untuk memastikan HGU  Lonsum dan hak-hak kaum tani Bulukumba serta masyarakat adat tidak beririsan.

“Hal ini seharusnya dilakukan sebelum adanya permohonan pembaruan HGU dan sebelum HGU  Lonsum berakhir pada 31 Desember 2023, namun nyata itu tidak ditindaklanjuti hingga saat ini,” katanya.

Rusli, Humas  Lonsum, menjelaskan sejarah kehadiran Lonsum yang dimulai pada tahun 1919 melalui hak erfpacht, yang berarti telah lama hadir dibanding SHM, Putusan MA dan Perda No.9/2015. Selain itu,  Lonsum juga telah mendapatkan perpanjangan beberapa kali dan terakhir pada tahun 2021 bermohon untuk diberikan pembaruan.

“Selama dalam penguasaan, atau selama dalam aktivitas operasional kami tidak pernah mengetahui bahwa di dalam HGU kami terdapat tanah-tanah masyarakat adat dan lokal. Tanah yang kami kelola adalah tanah HGU yang diperoleh secara sah berdasarkan peta yang ada,” katanya.

Amiruddin, warga yang berkonflik dengan  Lonsum menyatakan,  berdasarkan hasil penelusuran sebuah tim verifikasi menemukan beberapa fakta bahwa beberapa lokasi yang ada dalam wilayah  Lonsum merupakan tanah garapan warga, kuburan-kuburan, sumur, yang telah ada sebelum hadirnya  Lonsum.

“Kalau dikatakan bahwa Lonsum telah masuk pada 1919 dan berada lebih dulu dari pada bukti-bukti yang kami temukan maka menurut kami itu salah besar. Karena saya saksikan sendiri, bagaimana tanaman-tanaman warga yang ditebang paksa pada tahun 1977 dan semakin meluas areal perampasannya hingga tahun 1990,” ujar Amiruddin.

Baca juga : Sengkarut Lahan Warga Kajang dan Lonsum Berlarut

 

Aksi warga dan aktivis yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Monopoli Tanah (GRAMT) di depan Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar, menolak perpanjangan HGU PT Lonsum di tanah garapan warga Bulukumba, Sulsel. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Sementara Abrar Saleng  menyampaikan,  pentingnya peran Kanwil ATR/BPN Sulsel dalam upaya penyelesaian sengketa, apalagi pasca masa berakhirnya HGU  Lonsum.

“Di dalam pembaruan HGU, secara hukum memang diatur untuk melibatkan seluruh pihak yang bersangkutan. Di sini ATR/BPN harus aktif dalam memberikan informasi terkait itu, jangan sampai pihak-pihak yang bersangkutan tidak menggunakan haknya untuk mengajukan data maupun informasi atas suatu objek yang berkonflik atau bersengketa. Supaya, jangan nanti terbit pembaruan HGU kemudian baru muncul keberatan dari pihak-pihak lain,” katanya.

Pertemuan ini sendiri belum memperoleh kesepakatan sebagaimana yang diharapkan, karena kedua pihak sama-sama menganggap mereka memiliki pegangan yang kuat.

Menghadapi kebuntuan ini, Tri Wibisono, Kepala Kanwil ATR/BPN Sulsel, kemudian meminta agar Panitia B dapat mempelajari dengan baik dan mendalam data, informasi dan dokumen yang telah dikumpulkan oleh kedua pihak agar menjadi pertimbangan dalam melakukan verifikasi lapangan.

“Jadi Panitia B silakan pelajari dokumen-dokumen yang ada sebelum melakukan pengecekan lapangan. Panitia B tidak boleh hanya duduk manis. Dokumen yang di kirim oleh  Lonsum dan warga melalui beberapa organisasi pendampingnya adalah dasar kita dalam melakukan verifikasi lapangan agar bisa clear and clean,” ungkapnya.

Baca juga : Warga Kajang Hadang Alat Berat PT. Lonsum di Bulukumba. Ada Apa?

 

Ratusan warga Kecamatan Kajang, Bulukumba, Sulsel pemilik lahan melakukan aksi pada September 2018 menuntut PT Lonsum menghentikan aktivitas di lahan mereka. Beberapa lahan bahkan telah bersertifikat dan mendapat persetujuan dari MA. Foto: Rudi Tahas/Agra Bulukumba

 

Panitia B sendiri adalah panitia adhock yang dibentuk Kanwil ATR/BPN Sulsel untuk mediasi masalah ini, yang terdiri dari Kanwil ATR/BPN Sulsel, Bupati Bulukumba dan sejumlah dinas terkait, serta sejumlah camat dan kepala desa yang wilayahnya berada dalam pusaran konflik.

Salah satu tugas dari panitia B adalah menyelesaikan konflik/sengketa yang terjadi di atas objek tanah yang akan diperbarui, sehingga penting untuk mempertimbangkan data dari dua belah pihak.

Rudy Tahas, Ketua Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Bulukumba menyatakan kekecewaannya atas kinerja Panitia B, di mana selama ini sejumlah dokumen yang mereka kirimkan ke Panitia B tidak pernah dipelajari dengan baik. Ia mengingatkan, kalau proses ini terus berjalan dengan hanya mengutamakan dokumen dari Lonsum, maka syarat pembaruan HGU yaitu clean and clear tidak terpenuhi karena panitia B hanya mempertimbangkan dokumen dari satu pihak saja.

“Momentum ini kami harapkan mampu melahirkan koordinasi yang baik dari panitia B kepada dua belah pihak ini. Artinya, marilah kita duduk bersama dan mendiskusikan serta menilai ketika peta HGU  Lonsum ditimpa dengan peta klaim warga dan kemudian ditemukan fakta bahwa betul ada irisan dari klaim warga di dalam HGU  Lonsum, artinya tanah-tanah itu harus dikeluarkan dari peta HGU  Lonsum.”

Mongabay Indonesia beberapa kali mencoba mengkonfirmasi ke humas dan manajer area PT. Lonsum melalui telepon dan pesan Whatsapp, namun tidak mendapat respons. (***)

 

Catatan redaksi : berita ini telah diperbaharui pada Selasa (12/03/2024)

 

 

RUU Pertanahan, Bagaimana Perkembangannya?

 

 

Exit mobile version