Mongabay.co.id

Riset: Manusia Harus Berbagi Ruang Hidup dengan Kera Besar di Planet Bumi

Orangutan sumatera yang berada di Stasiun Penelitian Ketambe hidup tanpa gangguan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Melestarikan dan menjaga kehidupan kera besar [bonobo, simpanse, gorilla, dan orangutan], merupakan tanggung jawab kita bersama. Kehidupan satwa-satwa luar biasa ini, ibarat butiran pasir di tabung jam pasir, mengalir deras menuju kepunahan.

Melalui riset terbaru, sejumlah peneliti global yang aktif melakukan kerja-kerja konservasi kera besar selama lebih dari 200 tahun, menyodorkan upaya strategi konservasi lebih efektif, yang berasal dari analisis sumber luas serta pengalaman pribadi mereka. Terutama, untuk menjamin kehidupan kera besar saat ini dan masa depan.

“Kera besar adalah kerabat terdekat manusia yang masih hidup. Ada alasan kuat untuk melindungi mereka,” jelas Mitani et al. [2024], dalam penelitian mereka di jurnal Nature Human Behavior, Senin [19/2/2024], berjudul “Future coexistence with great apes will require major changes to policy and practice.”

Peran kera besar sebagai spesies kunci, memastikan terlindunginya kenaekaragaman hayati serta beragam spesies terancam lain di wilayah habitat tropis. Ekosistem yang sehat, penting untuk menjamin kesejahteraan dan kelangsungan hidup manusia.

“Kesamaan antara kera besar dan manusia meningkatkan pertimbangan ilmiah, moral, etika, dan hukum yang menggarisbawahi tanggung jawab kita untuk melindunginya,” katanya.

Untuk melancarkan upaya konservasi yang lebih efektif terhadap kera besar serta spesies terancam lainnya, para peneliti mengawalinya dengan menjelaskan tiga prinsip panduan.

Pertama, manusia memiliki kontrol dan cara untuk melindungi kera besar, jadi kita harus memikirkan cara untuk hidup berdampingan saat ini dan di masa depan.

Kedua, berbagai alasan untuk melestarikannya mewajibkan kita untuk menghargai dan mengakui kesetaraan kehidupan mereka dengan kehidupan kita. Komitmen untuk menyelamatkan setiap individu di alam liar menjadi penting.

Ketiga, setiap kebijakan yang diterapkan memerlukan evaluasi empiris, laporan keberhasilan dan kegagalan, termasuk pengujian yang transparan untuk memastikan kondisi keberhasilan.

Di sisi lain, para peneliti mencatat adanya investasi besar dalam konservasi kera besar, terutama orangutan, namun dianggap belum efektif. Lebih dari US$1 miliar dihabiskan untuk melindungi orangutan antara 2000 dan 2019.

Namun, populasi ketujuh spesies kera besar yang diakui [bonobo; simpanse; gorila timur dan barat; dan orangutan kalimantan, orangutan sumatera, serta orangutan tapanuli] terus mengalami penurunan populasi, dan status mereka yang terancam punah, mencerminkan tingginya risiko kepunahan di alam liar.

“Ancaman terhadap kera besar liar sudah banyak diketahui, terutama mencakup hilangnya habitat, ditambah perburuan, dan penyakit,” katanya.

Lantas, bagaimana mengatasi tantangan tersebut?

Baca: Riset: Orangutan Sembuhkan Luka dengan Ekstrak Daun Ini

 

Orangutan sumatera liar ini hidup tenang di Stasiun Penelitian Ketambe, Aceh Tenggara, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Integrasikan pengetahuan lokal

Berbagai upaya pengawasan dan penjagaan di kawasan lindung, diakui para peneliti sebagai strategi efektif dan harus menjadi landasan upaya konservasi kera besar di masa depan. Tindakan perlindungan yang mencakup penegakan hukum, sejauh ini belum efektif, berdampak pada menurunnya populasi kera besar.

“Di beberapa wilayah, diperlukan perubahan substansi, agar undang-undang dapat ditegakkan ideal,” dikutip dari penelitian yang sama.

Perubahan ini, termasuk peningkatan upaya pendanaan, pemberantasan korupsi, analisis genetika forensik untuk mengidentifikasi hewan yang diperdagangkan secara ilegal, serta memperkuat sistem dan tingkatan hukuman. Dengan begitu, para pelaku kejahatan satwa liar merasakan efek jera, sekaligus meningkatkan pemanfaatan berbagai teknologi canggih untuk mendukung efektivitas patroli.

Namun, bila kita hanya fokus pada penegakan hukum maka tidak akan cukup untuk melindungi satwa liar, terutama jika sejumlah peraturan berbenturan dengan wilayah adat. Karenanya, mengintegrasikan berbagai pengetahuan lokal yang ada pada masyarakat adat atau lokal, serta mengajak mereka untuk terlibat dalam penjagaan kawasan lindung menjadi hal penting.

“Sejarah, logika dan pemodelan menunjukkan bahwa mengintegrasikan pendekatan berbasis bukti, sesuai dengan kondisi lokal dan saling melengkapi dapat mencapai hasil yang lebih baik dibandingkan dengan penegakan hukum saja.”

Kegiatan pariwisata dapat menjadi contoh yang baik, dan jika itu berhasil, dapat memberikan dampak positif terhadap keberhasilan kawasan lindung.

“Seperti wisata gorilla gunung di Taman Nasional Gunung Api, Rwanda, yang mendulang jutaan dolar AS setiap tahun. Ini dapat memberikan insentif kuat kepada masyarakat lokal untuk melindungi gorila beserta habitatnya.”

Di sisi lain, keterlibatan masyarakat secara moral maupun praktis dapat mengurangi biaya perlindungan kera besar yang selama ini banyak ditanggung oleh masyarakat yang justru kekurangan sumber daya.

“Oleh karena itu, keberhasilan upaya konservasi sangat bergantung pada kemitraan yang efektif dengan masyarakat lokal, serta memastikan bahwa mereka tidak menanggung beban perlindungan itu sendirian,” lanjutnya.

Baca: Misteri Punahnya Gigantopithecus blacki, Kera Terbesar di Bumi Terkuak

 

Stasiun Riset Ketambe memang identik dengan penelitian orangutan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kurang dimanfaatkan

Masih dari penelitian Mitani et al., [2024], dijelaskan bahwa sejumlah masyarakat lokal memiliki pengetahuan yang luas tentang habitat dan perilaku kera besar yang sebagian bergantung pada sistem kepercayaan budaya dan sejarah yang kaya.

“Kami berpendapat, ini merupakan peluang yang dapat mendorong konservasi kera besar,” katanya.

Penghargaan atas berbagai keahlian lokal dalam menjaga habitat dan populasi kera besar menjadi penting. Termasuk, mengangkat masyarakat lokal untuk mendapat peran, memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi, serta menciptakan penghargaan nasional dan internasional.

“Mengakui pengetahuan yang dimiliki masyarakat lokal tentang kera besar dapat membangun kebanggaan dan keterlibatan lebih dalam dengan para ahli ini. Baik sebagai peserta, maupun pemimpin dalam penelitian dan konservasi,” katanya.

Hidup berdampingan dalam jangka panjang antara manusia dan kera besar akan bergantung pada penciptaan kondisi saling memberikan manfaat bersih.

“Kita harus mengembangkan program untuk membantu masyarakat yang sebagian besar kekurangan sumber daya dan hidup berdampingan dengan kera besar,” jelasnya.

Keterlibatan masyarakat adat dalam upaya konservasi kera besar juga penting sebagai upaya mitigasi terhadap fakta bahwa sebagian besar distribusi kera besar berada di luar kawasan lindung. Hal ini akan meningkatkan potensi atau risiko konflik orangutan dengan manusia, termasuk perburuan, dan sebagainya.

Mengutip Wich et al. [2012], yang melakukan penelitian terhadap distribusi orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus], tercatat hanya 22% distribusi orangutan yang berada di kawasan lindung, sedangkan 29% di konsesi hutan alam.

Sementara, sebanyak 19% dan 6% berada di konsesi sawit dan perkebunan yang sebagian besar belum dikembangkan. Sisanya, sebesar 24% dari wilayah sebaran orangutan berada di luar kawasan lindung dan di luar konsesi.

“Diperkirakan, 49% persebaran orangutan akan hilang jika seluruh hutan di luar kawasan lindung dan konsesi hilang,” katanya.

Di sisi lain, penelitian Estrada et al. [2024], menegaskan pentingnya untuk melindungi tanah masyarakat adat guna mencegah kepunahan spesies primata global [521 spesies, sekitar 68 persen spesies saat ini berstatus terancam punah].

Mereka menemukan bahwa lahan masyarakat adat mencakup 30 persen dari total populasi primata, dan 71% spesies primata menghuni lahan tersebut. Sementara di kawasan Indo-Malaya [23 negara], Tiongkok, India, Pakistan, Myanmar, Thailand, dan Indonesia, mencakup sekitar 81 persen populasi primata di tanah masyarakat adat.

“Melindungi tanah, bahasa, dan budaya masyarakat adat merupakan peluang terbesar kita untuk mencegah kepunahan primata dunia,” jelasnya.

Baca juga: Hukuman Ringan, Perdagangan Orangutan Sumatera Tetap Terjadi

 

Hutan merupakan habitat penting bagi populasi orangutan di Kalimantan. Foto: Rhett A. Butler/Mongabay

 

Inovasi teknologi

Pemanfaatan dan inovasi tenologi terkini dapat mengurangi interaksi langsung manusia dengan spesies kera besar, yang sejauh ini cukup banyak menimbulkan dampak balik [spillback], yang berujung pada kematian kera besar akibat penyakit ataupun stres.

Pemanfaatan teknologi disarankan untuk berbagai aktivitas, seperti pariwisata dan penelitian lapangan.

Pertama, menciptakan peluang baru bagi individu di berbagai negara untuk mempelajari kera besar tanpa menimbulkan jejak karbon dan biaya penelitian banyak.

Kedua, mengumpulkan observasi perilaku tidaklah mahal, namun memakan waktu. Penerapan teknologi akan memberikan generasi peneliti lapangan berikutnya lebih banyak waktu untuk bekerja dengan anggota masyarakat lokal dan pejabat pemerintah di negara-negara yang menjadi lokasi penelitian.

“Di masa depan, kami membayangkan penggunaan teknologi lain dan alat digital tambahan yang imersif, termasuk ‘safari virtual’ sehingga wisatawan dapat melacak kera besar secara real-time di perangkat mereka sendiri dan pada akhirnya melalui metaverse. Dan ini dapat menjadi pelengkap pariwisata tradisional,” lanjut Mitani et al. [2024].

Terlepas dari potensinya, program-program tersebut harus dilaksanakan dengan hati-hati untuk melindungi kesejahteraan kera besar. Serangkaian praktik ini harus dikembangkan, diawasi, dan dipatuhi secara ketat.

Namun, pemanfaatan teknologi juga punya keterbatasan. Metode telemetri memerlukan pemasangan perangkat elektronik pada individu, sehingga memerlukan kontak dekat yang diminimalkan.

“Membiasakan hewan terhadap drone serta memelihara sambungan radio dan video ke drone di habitat hutan yang dihuni oleh kera besar merupakan tantangan besar.”

Kemajuan teknologi mungkin memberikan solusi baru terhadap beberapa permasalahan dan tantangan. Struktur insentif dapat berubah untuk mendukung penggunaan lahan yang lebih berkelanjutan. Semua perubahan ini akan menghasilkan peningkatan hasil konservasi kera besar secara nyata.

“Namun, kera besar hanya akan pulih kembali jika mereka dicegah dari kepunahan untuk sementara waktu. Jadi, setiap individu yang kita selamatkan saat ini sangatlah penting untuk menjamin bahwa generasi mendatang, akan terus berbagi planet kita dengan kera besar,” tegasnya.

 

Referensi jurnal:

Estrada, A., Garber, P. A., Gouveia, S., Fernández-Llamazares, Á., Ascensão, F., Fuentes, A., Garnett, S. T., Shaffer, C., Bicca-Marques, J., Fa, J. E., Hockings, K., Shanee, S., Johnson, S., Shepard, G. H., Shanee, N., Golden, C. D., Cárdenas-Navarrete, A., Levey, D. R., Boonratana, R., … Volampeno, S. (2024). Global importance of Indigenous Peoples, their lands, and knowledge systems for saving the world’s primates from extinction. Science Advances, 8(32), eabn2927. https://doi.org/10.1126/sciadv.abn2927

Mitani, J. C., Abwe, E., Campbell, G., Giles-Vernick, T., Goldberg, T., McLennan, M. R., Preuschoft, S., Supriatna, J., & Marshall, A. J. (2024). Future coexistence with great apes will require major changes to policy and practice. Nature Human Behaviour. https://doi.org/10.1038/s41562-024-01830-x

Wich, S. A., Gaveau, D., Abram, N., Ancrenaz, M., Baccini, A., Brend, S., Curran, L., Delgado, R. A., Erman, A., Fredriksson, G. M., Goossens, B., Husson, S. J., Lackman, I., Marshall, A. J., Naomi, A., Molidena, E., Nardiyono, Nurcahyo, A., Odom, K., … Meijaard, E. (2012). Understanding the Impacts of Land-Use Policies on a Threatened Species: Is There a Future for the Bornean Orang-utan? PLOS ONE, 7(11), e49142. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0049142

 

Mencermati Masa Depan Orangutan Sumatera

 

Exit mobile version