Mongabay.co.id

Undang Investor Luar Negeri, Pemerintah Bakal Kembangkan Sentra Budidaya Tuna di Papua

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, mengatakan pemerintah akan mengembangkan budidaya tuna lepas pantai di wilayah Biak Numfor, Papua. Lokasi ini kedepannya akan dikembangkan sebagai pusat ekspor tuna utama dari Indonesia.

Trenggono menyebut pihaknya akan mengundang investor Turki yang telah sukses mengembangkan budidaya tuna sirip biru atlantik (Thunnus thynnus) untuk berinvestasi di lokasi ini. Budidaya yang dilakukan mencakup proses penggemukan tuna dari alam, yang diberi makan untuk menambah berat badannya.

Trenggono mengatakan investor Turki tertarik pada Biak Numfor, yang terletak di Teluk Cenderawasih yang kaya keanekaragaman hayati dan bagian dari Segitiga Terumbu Karang Pasifik.

“Kawasan ini paling cocok karena berbatasan dengan perairan Pasifik bagian utara,” kata Trenggono kepada Mongabay di sela-sela acara di Jakarta.

Pada bulan November 2023 desa nelayan modern pertama di Biak Numfor diresmikan KKP dengan infrastruktur utama untuk perikanan tuna, seperti pabrik es, gudang pendingin, tempat penampungan tangkapan dan dermaga telah dibangun oleh pemerintah pusat.

Fasilitas penunjang lainnya antara lain balai pelatihan, instalasi air bersih, drainase, penerangan jalan, instalasi pengelolaan air limbah dan kantor pengelola.

 

Penangkapan tuna di provinsi Papua. Foto: Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia.

 

Potensi Perikanan Tuna di Timur Indonesia

Perikanan tuna di Indonesia merupakan sumber penghidupan penting bagi masyarakat pesisir di negara-negara Asia Tenggara dan menjadi sumber makanan utama bagi konsumen di seluruh dunia. Tuna Indonesia berkontribusi sekitar 16% terhadap total produksi tuna global.

Perairan Indonesia merupakan rumah bagi berbagai spesies tuna bernilai komersial, termasuk tuna sirip panjang atau albacore (T. alalunga), tuna mata besar (T. obesus) dan tuna sirip biru selatan (T. maccoyii).

Namun, penangkapan ikan tuna dari alam yang berlebihan selama ini telah menyebabkan praktek perikanan yang tidak berkelanjutan. Sebagian besar wilayah penangkapan ikan di Samudera Pasifik dan Hindia telah dimanfaatkan sepenuhnya untuk berbagai spesies tuna.

Perikanan tuna di Biak Numfor merupakan sumber yang kaya akan tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Perhitungan pemerintah, usaha perikanan ini bakal mencapai 1 juta metrik ton tuna setiap tahunnya.

Pemerintah juga merencanakan memperluas ekspor tuna secara langsung melalui udara dari Papua ke Jepang, yang merupakan salah satu pembeli tuna terbesar asal Indonesia. Saat ini hanya ada satu penerbangan dalam seminggu yang menerbangkan rute tersebut. Dinas perikanan kabupaten, mencatat terdapat 29 ekspor pengiriman tuna antara Januari dan Agustus 2023, dengan total 140,4 metrik ton tuna dari Biak Numfor ke Jepang.

 

Pembersihan ikan tuna di pabrik PT Harta Samudera, Pulau Buru, Maluku. Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan data KKP, pada 2021 Indonesia menangkap 791.000 metrik ton tuna, termasuk cakalang, sirip kuning, dan tuna makarel (Euthynnus affinis), dengan nilai total sekitar Rp22 triliun ($1,4 miliar). Sekitar seperlima dari hasil tangkapan ini diekspor, terutama ke Amerika Serikat, Jepang, Thailand, Arab Saudi, Uni Eropa, Australia, Vietnam, Inggris, dan Filipina.

Pertumbuhan perikanan Indonesia ini merupakan bagian dari tren global dalam budidaya perikanan, yang meningkat sebesar 527% diantara tahun 1990 hingga 2018.  Pada kuartal ketiga tahun 2021, produksi perikanan budidaya Indonesia mencapai 12,25 juta metrik ton, meningkat sebesar 6% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2020.

Untuk mempertahankan tingkat produksi tuna yang berkelanjutan, pemerintah mendorong lebih banyak perikanan tuna untuk mencapai sertifikasi keberlanjutan dan pelabelan lingkungan (eco-labeling).

Pemerintah juga melakukan pengaturan yang meliputi pengendalian penangkapan ikan, pemantuan spesies tertentu di wilayah perikanan tertentu, dan pengaturan penggunaan alat penangkapan ikan.  Budidaya sendiri merupakan upaya untuk mengurangi tekanan terhadap stok ikan tuna dari alam.

 

Petugas sedang memantau tangkapan tuna sirip biru selatan di sebuah pelabuhan di Bali. Foto: Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia.

 

Pengurangan Penangkapan Tuna

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia mengeluarkan rencana pengaturan pengurangan tangkapan tuna tahunan sebesar 10 persen sebagai upaya mempertahankan masa depan perikanan. Hal ini mencermati makin berkurangnya populasi tuna cakalang (Katsuwonus pelamis) dan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang terjadi.

Di dalam Dokumen Strategi yang dikeluarkan, secara bertahap Indonesia akan mengurangi volume tangkapan tuna sebesar 10 persen dari tingkat tahun 2021 selama tiga tahun. Rencana implementasi akan dilakukan paling lambat tahun 2026, sebagai bagian kebijakan perikanan berbasis kuota dan zonasi.

Dokumen ini memperluas strategi penangkapan ikan sementara yang telah diterapkan sejak tahun 2018, mencakup, peraturan pengendalian penangkapan ikan dan pemantauan ikan cakalang, sirip kuning, dan tuna mata besar (Thunnus obesus) di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia (WPP-RI).

“Ini merupakan langkah penting dalam proses pengembangan, pengujian dan penerapan strategi pemanfaatan tuna sirip kuning, cakalang, dan tuna mata besar di perairan kepulauan Indonesia,” kata Agus Suherman, Pj Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia.

Berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang diratifikasi Indonesia pada tahun 1985, spesies yang bermigrasi jauh seperti tuna harus dikelola berdasarkan kerja sama internasional atau regional.

Namun, berdasarkan hasil studi besar-besaran penandaan tuna yang dilakukan oleh The Pacific Community pada tahun 2009-2010, terdapat indikasi bahwa sebagian besar tuna tersebut banyak ditangkap kembali di perairan Indonesia.

Peneliti perikanan kelautan BRIN, Fayakun Satria menyebut Indonesia memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk meningkatkan pengelolaan perikanan tuna. Seperti memastikan keseimbangan populasi ikan jantan dan betina dan mengatasi dampak sosial ekonomi terhadap nelayan tuna.

Hal penting lainnya sebutnya, adalah mendesak negara-negara tetangga seperti Filipina dan Vietnam untuk juga menerapkan strategi penangkapan tuna.

“Jika kita mengurangi hasil tangkapan, namun mereka tidak mengurangi hasil tangkapannya, maka hal ini akan berdampak pada keberhasilan strategi panen ini. Apalagi mengingat bahwa pengurangan tangkapan atau pengendalian tangkapan belum tentu populer di kalangan pelaku usaha,” kata Fayakun.

“Jika Indonesia melakukan hal ini sendirian, saya tidak yakin apakah hal ini akan efektif.”

Tulisan asli:  Indonesia invites Turkish investors to develop tuna farms in Papua dan Indonesia to cut tuna harvest in bid for more sustainable fishery. Artikel ini diterjemahkan oleh Akita Verselita

 

***

Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, Sakti Wahyu Trenggono, mengunjungi budidaya tuna di Teluk İzmir, Türkiye. Foto: Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia.

Exit mobile version