Mongabay.co.id

Bencana Terus Meningkat, Bagaimana Upaya Mitigasi dan Adaptasi?

 

 

 

 

Bencana di Indonesia terjadi signifikan awal tahun ini. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) baru dua bulan pertama, 1 Januari-27 Februari 2024 sudah ada 361 bencana terjadi di Indonesia. Kejadian bencana terus meningkat dalam beberapa tahun belakangan ini.

Sepanjang 2024, banjir mendominasi bencana sebanyak 227 kasus, lalu cuaca ekstrem 89 kejadian, tanah longsor 24 kejadian, dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 16 kejadian. Kemudian, gempa bumi tiga, erupsi gunung api, gelombang pasang dan abrasi masing-masing satu kejadian.

Dampak bencana itu menyebabkan kerusakan pada 11.920 rumah dan 243 fasilitas umum/sosial, 47 orang meninggal dunia, dua hilang, 119 luka-luka dan 1.602.927 penduduk harus mengungsi.

 

Banjir dan cuaca ekstrem

Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan pada BNPB, mengatakan,  banjir dan cuaca ektrem jadi atensi mereka. Frekuensi banjir tertinggi kurun 19-25 Februari 2024 diikuti cuaca ekstrem seperti angin puting beliung.

Bahkan, banjir yang menerjang beberapa daerah sampai saat ini belum surut, seperti di Pulau Sumatera antara lain, Aceh Tengah, Medan, Tebing Tinggi, Lampung Selatan dan Tulang Bawang.

Kemudian, di beberapa daerah di Kalimantan Barat (Kalbar) dan Kalimantan Tengah.  Kondisi ini, katanya, jadi perhatian BNPB karena hujan intensitas tinggu yang menyebabkan banjir dengan durasi lama.

“Jadi,  ada beberapa titik di Sumatera durasi banjir cukup lama mencapai satu minggu atau lebih,” katanya dalam Disaster Briefing di kanal YouTube BNPB dikutip Selasa (27/2/24).

Selain itu, katanya, Bali dan Nusa Tenggara Timur juga ada yang belum surut seoerti Kabupaten Sumbawa.

Muhari bilang, gelombang ekuatorial kelvin dan rossby akan terjadi siginifikan dalam kurun satu Minggu ke depan.  Data BNPB menunjukkan, hujan terus terjadi di beberapa wilayah Sumatera, Kalimantan, Jawa, hingga Papua.

“Kita lihat 25-26 (Februari) hujan di Kalbar, tengah dan selatan dan 27-28 [Februari] itu putusnya Maluku, 29 Februari hingga 1 Maret itu barat Sumatera dan Utara Papua. Nah daerah ini perLu waspada curah hujan tinggi,” katanya.

 

Bencana dalam dua bulan pada 2024. Foto: BNPB

 

Untuk cuaca ekstrem, Rancaekek, perbatasan Bandung-Sumedang, Jawa Barat pada Rabu (21/2/24) terjadi tornado menyebabkan satu orang luka berat, enam luka sedang dan 15 luka ringan. Sebanyak 422 keluarga atau 1.359 jiwa terdampak.

Kejadian itu, katanya,  meluluh lantahkan insfrastruktur seperti satu fasilitas pendidikan rusak ringan, dua fasilitas peribadatan rusak ringan dan 19 bangunan pabrik dan toko.

Pemukiman warga, katanya,  tak luput dari terjangan angin ini hingga sebabkan 151 rumah rusak berat, 119 rusak sedang dan 223 rusak ringan.

Kemudian, tanah longsor di Luwu, Sulawesi Selatan pada Senin (26/2/24) menyebabkan, empat orang meninggal dunia dan 10 dilarikan ke Puskesmas. Longsor diperkirakan menimbun 15 motor dan dua mobil, dengan panjang jalan tertimbun sekitar 100 meter.

Tanah longsor di Jalan Poros Desa Bonglo, Kecamatan Bastem Utara  terjadi setelah hujan intensitas tinggi pada segmen tebing dengan struktur tanah labil.

Muhari mengatakan, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga sudah mengeluarkan prakiraan cuaca dengan daerah yang berpeluang hujan dengan intensitas rendah hingga tinggi untuk satu minggu ke depan.

Dalam prakiraan cuaca itu, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur Papua Barat dan Papua berpotensi terjadi hujan deras dan ringan.

Angin puting beliung, katanya, juga terjadi signifikan awal 2024 ini membuat BNPB mengeluarkan peringatan. Menurut Muhari, ada beberapa karakteristik dampak dari angin puting beliung yang perlu diketahui.

  1. Kerusakan struktur rumah. Kerusakan struktur utama bangunan yang bisa berakibat rumah roboh, atau kerusakan struktur ringan seperti pada bagian atap atau dinding atas rumah.
  2. Dampak di luar ruang seperti pohon atau papan reklame yang tumbang bisa berdampak pada jalur transportasi (misal menghalangi jalan) atau menimpa struktur lain.

Untuk bangunan rumah, katanya, ada empat jenis kondisi akibat terdampak angin kencang atau puting beliung. Pertama,  uplift atau atap rumah terangkat. Kedua,  racking atau rumah miring akibat dinding menahan gaya tekan dari angin.

Ketiga, sliding atau posisi rumah bergeser. Keempat, overturning_atau rumah terangkat dan terbalik.

 

 

Penanganan longsor di Luwu, Sulawesi Selatan. Foto: BNPB

 

Terus meningkat

Bencana di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun dengan banjir dan cuaca ekstrem mendomiasi. Data BNPB pada 2023 sebanyak 5.400 bencana terjadi di berbagai daerah di Indonesia, meningkat dibandingkan 2022 sebanyak 3.544 kali.

Pada 2023, kebakaran hutan paling banyak terjadi yakni 1.803 kejadian. Lalu, banjir 1.170 kejadian, cuaca ekstrem 1.155 kejadian dan tanah longsor 579.  Lalu, 168 kekeringan, gempa bumi dan abrasi 31 kali pada 2023. Erupsi gunung api ada empat kali.

Tercatat, katanya, 267 orang meninggal dunia, 33 orang hilang, 5 785 luka-luka, serta 9 juta lebih orang mengungsi dan menderita.

 

Krisis iklim tingkatkan bencana

Adila Isfandiari,  Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, mengatakan,  bencana didominasi bencana hidrometeorologi.  Bencana hidrometeorologi, katanya,  merupakan bencana yang merusak atmosfer, air, dan lautan. Contoh, banjir, kekeringan, cuaca ekstrem dan karhutla.

“Itu sebenarnya disebabkan atau diperparah krisis iklim. Krisis iklim disebabkan emisi gas rumah kaca di atmosfer itu membuat atmosfer kita menghangat” katanya.

Atmosfer itu yang menyebabkan faktor hidrologi seperti kelembaban udara dan uap air terganggu. Jadi, bencana hidrometeorologi mengalami peningkatan frekuensi dan intensitas, seperti terjadi pada 2022 ke 2023.

“Jadi,  itu sebetulnya yang kita alami akibat krisis iklim ini.”

Dia bilang, peningkatan suhu juga terjadi. Suhu rata-rata global naik 1,1 derajat Celcius pada 2024. Lantaran suhu atmosfer yang makin panas, tak menutup kemungkinan bencana hidrometeorologi akan meningkat.

“Bencana hidrometeorologi akan makin intens lagi, makin parah terus, frekuensinya akan makin tinggi lagi,” katanya.

Adila bilang, penyebab krisis iklim adalah pemanasan global karena ada peningkatan gas rumah kaca pada lapisan atmosfer. Penyebab lain,  katanya, kerusakan lapisan ozon, kerusakan fungsi hutan, penggunaan cloro flour carbon (CFC) yang tidak terkontrol dan gas buang industri.

“Kalau kita lihat tren global, faktor yang mempengaruhi gas efek rumah kaca terbesar ternyata energi sebesar 75%. Emisi gas rumah kaca di atmosfer itu berasal dari sektor energi,” katanya.

Pembakaran energi ini, katanya, seperti pemanfaatan fosil salah satu batubara untuk bahan. Saat ini,  87% pasokan listrik di Indonesia dari baku fosil.

Adila bilang, krisis iklim akan makin parah apabila Pemerintah Indonesia tidak bertransisi energi segera. Berdasarkan Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia pada 2030 bakal menjadi negara penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. Saat ini,  Indonesia berada di peringkat 6 dunia sebagai negara penghasil emisi karbon yakni 1,80%.

Krisis iklim, katanya,  juga disebabkan deforestasi atau pembabatan hutan untuk pembangunan infrastruktur, penambangan, perkebunan sawit hingga tambak.

Data Global Forest Watch, dalam 2001-2022 luas hutan mengalami deforestasi 29,4 juta hektar. Riau menjadi daerah paling tinggi mengalami deforestasi 4,09 juta hektar, lalu Kalimantan Barat 3,83 juta hektar.  Kemudian, Kalimantan Timur 3,63 juta hektar, Kalimantan Tengah 3,60 juta hektar dan Sumatera Selatan 3,03 juta hektar.

Sedang data Forest Watch Indonesia (FWI) menunjukkan, pada 2000, Indonesia masih memiliki 106 juta hektar hutan alam. Jumlah ini berkurang jadi 93 juta hektar pada 2009, 88 juta hektar pada 2013, dan 82 juta hektar pada 2017.

“Jadi karena pembangunan ugal-ugalan hingga beberapa lokasi tidak punya carrying capacity (daya dukung lingkungan)  yang kuat untuk mendukung tutupan di atasnya (hutan),” kata Adila.

 

Bencana di Indonesia dalam 2023. Foto: BNPB

 

Bagaimana mengatasinya?
Pemerintah, katanya,  harus mengambil langkah kongkret mengatasi krisis iklim, antara lain, harus beradaptasi dengan mengedukasi masyarakat mengatasi dampak krisis iklim.

“Misal, bagaimana membantu komunitas kota itu agar memiliki ketahanan Iklim yang baik. Termasuk dengan early warning system (sistem peringatan dini). Membangun awareness (kesadaran) masyarakat.  Edukasi masyarakat bahwa kita sedang krisis.”

“Memperkuat pembangunan infrastruktur di daerah, karena adaptasi, kita sadar gak sadar bahwa bencana iklim itu sudah terjadi dan masyarakat kena dampaknya seperti petani, mereka Beberapa kali mengalami gagal panen.”

Kemudian, pemerintah harus mempercepat transisi energi, misal. menghentikan pembangunan dan penggunaan PLTU batubara dan berganti ke energi terbarukan yang berkeadilan.

Fachri Radjab, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), tak memungkiri krisis iklim menyebabkan frekuensi bencana mengalami peningkatan.

“Ya jadi, frekuensi kejadian ekstrem  basah atau kering itu kecederung meningkat,” katanya dihubungi Mongabay.

Mengenai prediksi cuaca, kata Fachri, Indonesia pada 2024 akan dilanda kekeringan antara Mei-Juni. Di daerah, katanya, kondisi  akan berbeda-beda karena Indonesia memiliki 699 zona musim.

Transisi musim, katanya, mulai April secara bertahap sesuai zona musim. “Tiap zona beda-beda kapan mulai musim kemarau,” katanya.

Masa transisi ini mulai dari prakiraan berakhirnya fenomena El-Nino pada Maret 2024. Di mana, saat itu El-Nino diiringi musim hujan.

 

Kejadian bencana di Indonesia dalam 2022. Foto: BNPB

******

 

Demak Banjir Parah dan Pemilu Susulan, Pesan Ekologis bagi Presiden Baru

Exit mobile version