Mongabay.co.id

Kontroversi Kredit Karbon Kualitas Rendah dan Klaim ‘Netral Iklim’ PBB

 

Di bawah Sekjen Ban Ki-moon pada tahun 2007, PBB menyatakan diri bahwa organisasi dunia itu akan menjadi entitas yang netral iklim pada tahun 2020. Apalagi badan dunia itu terlibat dalam pembicaraan para pemimpin dunia untuk bersepakat dalam mengurangi emisi sejauh yang bisa dicapai.

Sebagai langkah tindak lanjut pada tahun 2014, PBB mendefinisikan netralitas iklim sebagai upaya penyeimbangan emisi sehingga setara atau lebih kecil dari jumlah yang diserap secara alami oleh bumi.

Selain mengawasi berbagai perjanjian iklim, PBB juga berperan dalam membantu pemerintah negara-negara dunia untuk memenuhi komitmen iklim berdasarkan Perjanjian Paris, dengan menyelenggarakan konferensi iklim COP tahunan. Adapun COP28 tahun 2023 yang terakhir telah berlangsung pada 30 November 2023 lalu di Dubai.

PBB mengklaim hampir seluruh aktivitasnya netral iklim. Namun klaim itu dilakukan melalui pembelian jutaan kredit penggantian kerugian/penebusan karbon (carbon offset) kepada proyek-proyek di dunia sebagai kompensasi pengeluaraan karbon mereka.

Meski demikian, para ahli menyatakan ini tidak efektif membantu pengurangan emisi gas rumah kaca, seperti yang diungkap dalam penelusuran The New Humanitarian dan Mongabay yang dilakukan selama setahun.

Lebih dari 2,7 juta unit kredit karbon PBB, dikeluarkan untuk proyek pembangkit listrik tenaga air dan pembangkit listrik tenaga angin, yang menurut para ahli iklim itu tidak sesuai dengan semangat skema penebusan emisi. Karena mereka tidak memerlukan pendapatan dari kredit agar proyeknya dapat berjalan.

Alih-alih membantu iklim, proyek itu juga menuai konroversi. Seperti PLTA Teles Pires di Brasil, yang menuai protes kelompok lingkungan yang menyebut pembangunan itu menghancurkan hutan tropis dan tanah adat.

“Sepertinya hanya ada sedikit kredibilitas terhadap klaim [netralitas iklim] PBB berdasarkan kredit karbon yang telah mereka gunakan,” kata Gilles Dufrasne, dari Carbon Market Watch, sebuah lembaga watchdog iklim.  “Saya mengkualifikasikannya sebagai kredit sampah.”

Sebenarnya PBB bukanlah satu-satunya pihak yang mengklaim netralitas iklim atau emisi gas rumah kaca dalam operasi mereka.

Di luar itu, ada sekitar 100 perusahaan yang bertanggung jawab atas lebih dari 70 persen emisi gas rumah kaca di seluruh dunia. Sebuah studi terbaru mengenai klaim netralitas iklim dari 25 perusahaan multinasional menemukan bahwa sebagian besar pernyataan tersebut dilebih-lebihkan. Contohnya British Airways dan Delta Air Lines, misalnya, menghadapi kritik keras atas klaim mereka.

 

British Airways dan Delta Air Lines menghadapi kritik keras atas klaim mereka. Foto: Aero Icarus melalui Flickr (CC BY-NC-SA 2.0).

 

Emisi dan Netralitas Iklim

Pada periode 2018-2021, PBB mengatakan mereka telah mencapai netralitas iklim secara total, meskipun dilaporkan emisi hampir 7 juta metrik ton karbon dioksida atau kira-kira sama dengan emisi tahunan 1,5 juta mobil bertenaga bensin untuk semua aktivitas mereka.

Inisiatif-inisiatif lain juga telah dilakukan, seperti inisiatif PBB untuk mendorong penggunaan sumber energi terbarukan, menggelar pertemuan secara daring, dan terbang dengan kelas ekonomi dibandingkan dengan penerbangan bisnis.

Namun tidak satu pun dari langkah-langkah tersebut berhasil menghasilkan pengurangan emisi yang signifikan, kemungkinan karena peningkatan jumlah staf dalam periode lima tahun yang sama.

Pada tahun 2019, misalnya, emisi tahunan yang dilaporkan PBB kira-kira sama dengan tahun 2014: lebih dari pelepasan 2 juta metrik ton karbon dioksida.

Pada tahun 2020, emisi yang dilaporkan PBB turun hingga di bawah 1,5 juta metrik ton, namun penurunan tersebut sebagian besar disebabkan oleh pembatasan perjalanan dan kerja jarak jauh selama pandemi COVID-19.

Hal yang perlu dicatat, angka-angka ini hanya merepresentasikan emisi yang sebenarnya dimasukkan oleh PBB. Para jurnalis menemukan banyak badan PBB yang memiliki sedikit pengetahuan atau pengawasan terhadap kredit karbon yang mereka beli.

Sedangkan David Boyd, Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia dan Lingkungan mendesak PBB untuk segera mengeluarkan penyelidikan independen terhadap pembelian offset tersebut, dan mengumumkan hasilnya kepada publik.

Sebagian besar entitas PBB itu ‘menyerahkan’ pembelian kredit karbon mereka kepada Sekretariat Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Namun, UNFCCC tidak memberi tanggapan rinci, alih-alih hanya menyebut bahwa entitas PBB telah membeli kredit “tanpa membeda-bedakannya”.

 

Turbin angin didirikan di India oleh Yahoo sebagai proyek penebusan karbon. Foto: Vestas/Yahoo melalui Flickr (CC BY 2.0).

 

Investigasi yang dilakukan oleh The New Humanitarian pada tahun 2021 menemukan bahwa PBB gagal menghitung seluruh emisinya, termasuk emisi tidak langsung seperti gas rumah kaca yang dikeluarkan dalam seluruh rantai pasokannya. Ini jadi penting, karena tanpa tahu berapa total emisi yang dikeluarkannya, maka klaim netralitas iklim PBB atau bahkan pengurangan emisi, akan sulit dibuktikan.

“Klaim netralitas PBB tidak memiliki kredibilitas dan ini ironis saat disampaikan oleh lembaga yang mengawasi upaya global memerangi perubahan iklim,” kata Lindsay Otis, pakar kebijakan di Carbon Market Watch. “PBB harus berhenti membuat klaim netralitas yang menyesatkan.”

PBB sendiri mengatakan sebagian besar emisi gas rumah kaca tidak dapat dihindari dan perlu di-offset – setidaknya dalam jangka waktu pendek. Jika PBB masih mencoba untuk melakukan netralitas iklim, beberapa pihak sebenarnya telah melangkah lebih jauh, bahkan telah beralih.

Seperti lembaga humanitarian Médecins Sans Frontières telah menerbitkan peta jalan untuk mengurangi separuh emisinya pada tahun 2030 tanpa bergantung pada kredit karbon.

Oxfam UK, yang membeli kredit karbon, mengatakan mereka tidak lagi mengklaim netralitas iklim. Perusahaan seperti Gucci dan Nestlé baru-baru ini pun telah melepaskan klaim “netral karbon” pada beberapa merek mereka.

Selain itu, Uni Eropa telah mengambil langkah-langkah untuk melarang klaim perusahaan atas netralitas iklim yang didasarkan pada program penebusan karbon yang tidak berdasar atau terverifikasi.

“Saya pikir [posisi] PBB itu penting, karena PBB secara efektif mengawasi upaya dunia untuk mengatasi masalah iklim,” kata Joe Romm, peneliti senior di Center for Science, Sustainability, and the Media University of Pennsylvania.

Menanggapi ketergantungan PBB pada jenis kredit ini, Romm menyebut “Klaim netralitas iklim mereka tidak terbukti dan sama sekali tidak ada artinya.”

Para jurnalis menelusuri asal-usul lebih dari 6,6 juta unit kredit, yang mewakili lebih dari 75% seluruh portofolio penebusan PBB pada tahun 2012-2022. Investigasi ini didasarkan pada perhitungan laporan emisi tahunan PBB dan catatan pembelian yang disediakan oleh badan-badan PBB.

Kredit tersebut dikeluarkan dari sekitar 700 proyek dan dibeli oleh 33 dari 48 entitas PBB yang mengklaim netral iklim. Total telah dibayarkan USD8,5 juta untuk kredit karbon tersebut.

Hasil konfirmasi, 15 entitas PBB gagal merespon atau menolak berbagi informasi. Sebagian tidak menyebut berapa biaya kredit pembelian offset, dan 18 entitas tidak memiliki catatan pembelian sendiri, dan hanya merujuk permintaan mereka itu kepada Sekretariat UNFCCC.

 

Pembangunan jembatan Pembangkit Listrik Tenaga Air (UHE) Teles Pires, di Mato Grosso. Proyek Teles Pires dituduh merusak hutan dan lahan masyarakat adat, serta merusak keanekaragaman hayati dan perikanan. Foto: Divulgação/Programa de Aceleração do Crescimento via Flickr (CC BY-NC-SA 2.0).

 

Kemana Kredit itu Disalurkan?

Dari kredit yang dibeli PBB antara tahun 2012-2022, lebih dari 350.000 kredit ditawarkan oleh setidaknya 13 proyek yang terkait dengan laporan kerusakan lingkungan, pemindahan paksa warga lokal, atau proyek yang punya masalah dengan kesehatan masyarakat di sekitarnya.

Badan-badan PBB pun telah menghabiskan lebih dari USD400.000 untuk kredit-kredit tersebut, menurut informasi yang diberikan oleh badan-badan yang melakukan pembelian tersebut.

Misalnya, Sekretariat PBB yang dipimpin oleh Sekjen António Guterres telah membeli hampir 4.000 unit kredit pada tahun 2021 dari pabrik pengolah limbah menjadi energi di India bernama Okhla. Proyek ini telah memicu masalah lingkungan dan kesehatan.

Terletak di lingkungan Sukhdev Vihar di New Delhi, perusahaan ini mengklaim dapat mengurangi emisi dengan membakar sampah organik untuk memanaskan boiler bertekanan yang menggerakkan turbin uap dan menghasilkan listrik.

Namun, proyek ini telah ditentang warga setempat selama lebih dari satu dekade. Alasannya insinerator pabrik, alih-alih menggunakan sampah organik, malah menggunakan campuran, termasuk plastik yang bukan sampah organik, sehingga mengeluarkan polusi beracun di dekat rumah mereka.

Penelitian oleh uji polusi udara India pada tahun 2020 mengonfirmasi emisi partikel berbahaya di wilayah sekitar pabrik berada jauh di atas ambang batas yang diizinkan.

Chanchal Pal, seorang Dokter di sebuah Rumah Sakit yang berjarak 200 meter dari pabrik Okhla, mengatakan dia yakin jika kasus bronkitis, paru-paru, asma, polip hidung, dan sinus terjadi pada orang-orang yang tinggal di area tersebut karena polusi pabrik.

“Ketika plastik dibakar, ini menimbulkan efek karsinogenik pada kesehatan manusia,” kata Pal kepada The New Humanitarian dan Mongabay.

Saat dikonfirmasi, Perusahaan Pengelolaan Sampah Timarpur Okhla, yang terdaftar di PBB sebagai operator proyek, maupun manajer pabrik Sandeep Dutt, tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar.

Badan PBB lain, Program Pangan Dunia (WFP) telah menghabiskan sekitar USD100.000 pada tahun 2021 untuk hampir 29.000 unit kredit untuk PLTA Teles Pires di Brasil, sebuah proyek yang dituduh merusak hutan dan lahan masyarakat adat, serta merusak keanekaragaman hayati dan perikanan.

“Teles Pires membanjiri wilayah Sete Quedas yang merupakan tempat sakral masyarakat adat Munduruku,” kata Philip Fearnside, ahli biologi di National Institute for Research di Amazonia. Proyek ini juga dikaitkan dengan emisi gas rumah kaca yang melemahkan klaim offset-nya.

 

Seorang wanita membawa panel surya di hutan tropis dekat Yangambi, Republik Demokratik Kongo. Foto: Axel Fassio/CIFOR melalui Flickr (CC BY-NC-ND 2.0).

 

Studi di tahun 2018 yang diterbitkan Federal University of Minas Gerais di Brasil menghitung bahwa deforestasi dan dekomposisi yang disebabkan bendungan akan menambah lebih dari 60 juta metrik ton karbon dioksida ke atmosfer, atau lebih dari dua kali lipat jumlah yang diklaim dapat dikurangi melalui penjualan kredit karbon.

Baik WFP maupun perusahaan energi Brazil EQAO dan Hidrelétrica Teles Pires, yang terdaftar di PBB sebagai dua peserta proyek, tidak menanggapi permintaan pemberian komentar.

Lebih dari 1 juta kredit portofolio penebusan karbon PBB diberikan kepada proyek PLTA skala besar. Pengeluaran ini telah dikritik para ahli selama beberapa dekade karena tidak efektif dalam mengurangi gas rumah kaca di atmosfer.

Di lain sisi, sebagian besar entitas PBB tetap bergantung pada UNFCCC dalam melakukan pengadaan kredit karbon mereka.

“Sekretariat [PBB] tidak memilih proyek tersebut. Itu melalui UNFCCC dimana mereka memiliki kriteria tertentu dalam pemilihannya,” kata juru bicara Sekretariat PBB, Florencia Soto Niño. “

Pejabat PBB mengatakan kepada The New Humanitarian dan Mongabay bahwa sebagian besar badan PBB melakukan outsourcing pengadaan kredit karbon ke UNFCCC, yang kemudian membelinya dari institusi Adaptation Fund (Dana Adaptasi).

Dana Adaptasi menerima kredit dari Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM), sebuah lembaga pemberi sertifikasi offset PBB, dan menjualnya untuk mendanai proyek-proyek di negara-negara yang berupaya memitigasi dampak buruk perubahan iklim.

Moses Osani, juru bicara Program Lingkungan PBB (UNEP) mengatakan kredit tersebut “diberikan secara acak” oleh Dana Adaptasi kepada UNFCCC yang kemudian disalurkan pihak UNFCCC kepada badan-badan pembelian PBB.

Sebanyak 18 entitas PBB mengatakan kepada The New Humanitarian dan Mongabay bahwa mereka tidak mengetahui proyek mana yang menerbitkan kredit mereka.

“Kami tidak memiliki informasi mengenai proyek spesifik dan kemana dana tersebut diinvestasikan,” kata Marina Maiero, Pejabat Teknis untuk Perubahan Iklim dan Kesehatan di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Secara teori, setiap kredit karbon yang disertifikasi oleh CDM harus mewakili pengurangan satu metrik ton karbon dioksida di atmosfer. Namun dalam praktiknya, CDM telah mendaftarkan ribuan proyek yang menurut para ahli tidak mengurangi emisi seperti yang dijanjikan di awal.

Sebuah penelitian tahun 2016 yang diterbitkan oleh Öko-Institut yang berbasis di Jerman merekomendasikan agar proyek pembangkit listrik tenaga angin dan air berskala besar tidak dimasukkan dalam CDM karena masalah kualitas.

 

The Mekong School di Thailand utara. Kelompok komunitas tepi sungai dan aktivis lingkungan mengatakan bahwa mereka tidak didengarkan dalam proses pengambilan keputusan terkait proyek pembangkit listrik tenaga air. Foto: Carolyn Cowan/Mongabay.

 

Syarat Pembelian Kredit Karbon

Agar sebuah proyek dapat mengeluarkan kredit berkualitas tinggi, maka pemrakarsa proyek harus membuktikan jika proyeknya tidak akan dapat terbangun tanpa perolehan pendapatan dari penjualan kredit karbon.

Jika proyek didukung kebijakan pemerintah atau jika proyek tersebut menguntungkan tanpa mendapat kredit karbon, maka pembeli kredit karbon, seperti PBB, tidak dapat “mengambil kompensasi kredit” atas pengurangan emisi yang mungkin terjadi.

“Jika dana yang Anda keluarkan untuk offset tidak memberikan dampak pada hasil yang dikeluarkan, maka Anda tidak dapat mengklaim hasil apa pun,” kata Romm. “Saya pun tidak paham mengapa PBB masih membeli kredit karbon dari proyek seperti pembangkit listrik tenaga angin dan air.”

Meski sebagian dari 1 juta unit kredit pembangkit listrik tenaga air skala besar dalam portofolio PBB dibeli dari pasar kredit karbon lainnya, hampir 900.000 unit kredit diberikan kepada badan-badan PBB berdasarkan catatan yang disediakan UNFCCC maupun badan-badan lain. Data menunjukkan mereka menggunakan kriteria dasar yang berbeda-beda.

Kantor pers UNFCCC mengkonfirmasi bahwa “proyek PLTA skala besar tertentu” sebelumnya tidak termasuk dalam kredit Dana Adaptasi, namun mengatakan “kriteria ini tidak lagi berlaku”. Saat coba ditanya lebih jauh, mereka tidak bersedia memberikan rincian mengenai kriteria pengecualian atau kapan hal itu mulai diberlakukan.

Investigasi ini menemukan bahwa entitas PBB membeli kredit karbon untuk proyek PLTA skala besar setiap tahun dari tahun 2014 hingga 2021.

The New Humanitarian dan Mongabay meminta analisis tambahan dari lembaga pemeringkat kredit karbon BeZero Carbon yang berbasis di London.

Dari hampir 300.000 kredit yang dibeli PBB dari 23 proyek ini, BeZero mengatakan bahwa lebih dari 60% proyek-proyek tersebut memiliki kemungkinan cukup rendah, rendah, atau sangat rendah untuk mencapai pengurangan gas rumah kaca seperti yang dinyatakan.

Proyek pembangkit listrik tenaga angin dan air termasuk yang mendapat peringkat terendah, dimana hingga saat ini badan-badan PBB telah menghabiskan hampir USD750.000 untuk proyek-proyek semacam itu.

BeZero memberikan peringkat rendah terhadap Proyek PLTA Allain Duhangan, sebuah bendungan di India yang menyediakan lebih dari 39.000 unit kredit kepada Sekretariat PBB pada tahun 2021.

BeZero juga memberikan peringkat rendah terhadap tiga proyek pembangkit listrik tenaga angin Tiongkok yang memberikan lebih dari 24.000 unit kredit kepada Sekretariat PBB, WFP, dan Program Pembangunan PBB (UNDP).

Ketiga proyek pembangkit listrik tenaga angin tersebut layak secara finansial dan didukung oleh pemerintah Tiongkok, yang berarti mereka tidak bergantung pada pendapatan kredit karbon PBB.

Koordinator keberlanjutan UNDP Anne Fernqvist mengatakan kepada The New Humanitarian dan Mongabay bahwa peringkat BeZero shanyalah pernyataan opini. Dia menambahkan bahwa klaim netralitas iklim UNDP tetap valid bahkan tanpa kredit dari proyek pembangkit listrik tenaga angin Tiongkok yang berperingkat rendah.

 

Bendungan Allain Duhangan, India. BeZero memberikan rating rendah terhadap proyek pembangkit listrik tenaga air yang memberikan lebih dari 39.000 kredit kepada Sekretariat PBB pada tahun 2021. Foto: Michelle Arevalo/Proyek Akuntabilitas Internasional melalui Flickr (CC BY-NC-SA 2.0).

 

Lalu Bagaimana Seharusnya?

Beberapa ahli yang meninjau portofolio offset PBB berpendapat harusnya PBB dapat menghindari risiko dengan memilih jenis proyek yang menawarkan additionality (nilai penambahan)  dan bukan yang dikategorikan berisiko tinggi oleh Carbon Offset Guide.

Panduan yang diterbitkan pada tahun 2019 oleh Greenhouse Gas Management Institute, -sebuah LSM pemantau iklim berbasis di Washington DC, mengkategorikan jenis proyek menjadi risiko rendah, sedang, atau tinggi, dengan jenis proyek berisiko rendah menjadi proyek tambahan yang paling mungkin dilakukan.

The New Humanitarian dan Mongabay menemukan bahwa 51 persen dari kredit PBB dikeluarkan oleh proyek-proyek berisiko tinggi, sementara hanya 25 persen yang dikeluarkan oleh proyek-proyek berisiko rendah, dan 24 persen lainnya dikeluarkan oleh proyek-proyek berisiko menengah.

“Pendekatan yang bijaksana seharusnya perlu memeriksa jenis kredit apa yang seharusnya dibeli?” kata Axel Michaelowa, peneliti kebijakan iklim di University of  Zurich dan pendiri senior perusahaan konsultan Perspectives Climate Group.

Michaelowa menunjukkan fakta bahwa PBB tidak selektif dalam melakukan pembelian.

“Ini merupakan indikasi jelas bahwa terdapat rendahnya pengendalian kualitas [penyaluran kredit],” katanya kepada The New Humanitarian dan Mongabay dalam sebuah wawancara telepon.

Dufrasne dari Carbon Market Watch, mengatakan bahwa selain melakukan uji tuntas sebelum membeli kredit, maka PBB juga harus berhenti mengklaim diri sebagai sebuah badan yang netral iklim.

“Jangan lalu penebusan [offset] kemudian dikomunikasikan lewat pernyataan yang tidak benar, seperti ‘netralitas iklim’,” katanya kepada The New Humanitarian dan Mongabay.

Di sisi lain, Romm menambahkan bahwa banyak kredit karbon berbiaya rendah, -seperti yang dijual oleh CDM juga cenderung memiliki kualitas rendah. Pakar iklim lainnya mengatakan kredit berbiaya lebih tinggi sering kali dikaitkan dengan proyek yang memberikan hasil lingkungan, sosial, dan ekonomi yang lebih baik.

Kredit karbon dapat dijual dengan harga lebih dari USD100 per unit, dimana harga umum antara tahun 2021-2023 berkisar diantara USD 2-15 per unit.

PBB menghabiskan rata-rata sekitar USD1,30 untuk setiap kredit. Menurut catatan yang tersedia, WFP membeli lebih dari separuh kreditnya (sekitar 500.000 unit) hanya EUR12 sen, sementara UNFCCC membeli hampir 60.000 unit dengan harga USD12 sen.

Ketika pengawasan media dan kelompok pemerhati terhadap praktik offset semakin intensif, beberapa organisasi dunia telah berhenti membeli kredit karbon. Sekarang mereka memilih berinvestasi dalam pengurangan emisi mereka secara langsung. Hal ini terasa lebih masuk akal, seperti disebutkan Victorine Che Thoener, penasihat strategis senior di Greenpeace International.

Thoener mengatakan pembelian kredit sebagai mekanisme kompensasi penggantian, telah memberikan kesan yang salah bahwa pemerintah, organisasi, dan konsumen dapat keluar dari krisis iklim tanpa mengurangi emisi mereka sendiri. Padahal kenyataannya tidak seperti itu.

“Tanpa prosedur iklim yang benar, legitimasi UNFCCC pun bakal terancam,” sebutnya.

Tulisan asli: Revealed: Why the UN is not climate neutral. Artikel ini diterjemahkan oleh Akita Verselita.

 

Menakar Pajak Karbon

Exit mobile version