Mongabay.co.id

Seperti Manusia, Kera Besar Ternyata Bisa Konyol dan Menggoda yang Lain

Dua simpanse berinteraksi dengan ceria. Gambar oleh Herusutimbul melalui Wikimedia Commons ( CC BY-SA 4.0 ).

 

 

Bersikap konyol, menggoda, dan melakukan humor mungkin terdengar mudah, namun kemampuan kognitif ini memerlukan kerja otak agar kita mampu melakukannya. Membuat sebuah lelucon membutuhkan kesadaran akan hal-hal yang dapat diterima secara sosial, spontan, memprediksi reaksi, tidak melanggar ekspektasi sosial tertentu.

Selama ini penelitian tentang kemampuan kompleks yang mendasari humor lebih berfokus kepada manusia, dan belum banyak penelitian tentang spesies lainnya. Namun, sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Proceedings of the Royal Society B, para peneliti menyajikan bukti pertama bahwa perilaku menggoda juga dilakukan oleh kera besar.

Perilaku ini melibatkan penggoda yang melakukan tindakan seperti menyodok, memukul, menarik bagian tubuh dengan maksud main-main, bukan agresif.

Meskipun ahli primata di masa lalu, -termasuk Jane Goodall, pernah menggambarkan bahwa kera besar sebagai makhluk yang konyol dan suka mengganggu sesamanya, ini adalah studi pertama yang secara sistematis menggambarkan perilaku simpanse, gorila, bonobo, dan orangutan yang tinggal di kebun binatang.

“Ejekan yang lucu itu menarik, karena perilaku menggoda itu termotivasi individu yang mencoba menciptakan sesuatu yang mirip dengan bercanda atau bersikap konyol,” kata Ammie Kalan, seorang peneliti primata dari Universitas Victoria, Kanada, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.

“Saya bilang ini penelitian yang keren, mereka sengaja mencoba membedakan mana [godaan main-main] dan yang bukan.”

Para peneliti mempelajari video interaksi sosial antara anggota masing-masing kelompok kera untuk mengidentifikasi peristiwa yang memenuhi kriteria menggoda dan bermain yang telah ditentukan. Meski kelompoknya berbeda, tiap kelompok setidaknya memiliki satu anak, -usia 3-5 tahun, yang menjadi fokus kamera.

 

Dua gorila sedang bermain. Foto: Max Block

 

Caranya Bisa Berbeda-beda

Studi ini mengidentifikasi 18 perilaku yang dapat dikategorikan sebagai ejekan main-main; seperti menyodok, menarik bagian tubuh, memukul, dan membanting tubuh.

Video berdurasi 75 jam yang mereka analisis berisi 142 peristiwa serupa. Remaja memulai sebagian besar interaksi ini dan sering kali menunjukkan lebih dari satu perilaku hingga mereka menarik perhatian kelompok lainnya, terutama individu dewasa.

“Suatu tindakan, -katakanlah menyodok atau melompati individu lain, kemudian mereka lalu melihat ke arah wajah targetnya,” kata penulis utama Isabelle Laumer dari Max Planck Institute of Animal Behavior, Jerman.

Dia berpendapat perilaku “mencari respons”, merupakan karakteristik dari permainan menggoda, dan interaksi ini tidak meningkat menjadi perkelahian atau membuat marah individu dewasa. “Saya amat terkejut dibuatnya.”

Tidak seperti sebuah permainan, yang membutuhkan interaksi dan isyarat, seperti mengangkat tangan, menyeruduk, atau bermain muka, maka permainan menggoda hanya dilakukan satu pihak.

Dalam lebih sembilan dari 10 interaksi, interaksi tersebut dimulai dari mengusik, dan hanya seperempat dari peristiwa mengejek itu lanjut menjadi permainan. Dalam hampir seperempat interaksi, mengusik dilakukan dengan mengejutkan targetnya dengan mendekatinya dari belakang.

Anak-anak umumnya menargetkan individu dewasa untuk diejek, dan mereka memilih satu individu tertentu. “Itu perilaku yang disengaja karena mereka mendekati individu tertentu,” kata Laumer. “Itu tidak terjadi secara acak.”

Meskipun penelitian ini hanya mengamati satu kelompok dari setiap jenis spesies kera, pengamatan menunjukkan tiap kelompok melakukan cara yang sama. Namun, para peneliti menyebut, karena ukuran sampelnya kecil yaitu satu anak di tiap kelompok, mereka tidak menggeneralisasi pengamatan pada spesies dan kelompok umur.

 

Orangutan remaja sedang menjambak rambut induknya. Foto: Yayasan BOS BPI

 

Di alam liar, kelompok kera biasanya memiliki lebih dari satu anak dan remaja, dan mungkin akan terjadi banyak lelucon di antara mereka, yang turut membantu mengembangkan perilaku sosialisasi yang tepat.

Temuan ini menjelaskan sejarah evolusi humor mampu menunjukkan bahwa nenek moyang kera dan manusia, yang hidup 13 juta tahun lalu, kemungkinan besar telah memiliki kemampuan kognitif untuk menggoda.

Studi ini menambah literasi tentang karakteristik yang dimiliki manusia dan kera besar, seperti kemampuan tertawa, berduka, bermain, dan berempati, yang menurut Laumer dapat menjadi upaya untuk melestarikan mereka.

“Kera besar sangat terancam punah, jadi menarik bahwa [aspek kesamaan ini] telah menemukan adanya kemampuan lain yang dimiliki manusia dan mereka,” katanya kepada Mongabay, “Bagi saya, itu adalah aspek yang sangat penting dalam penelitian ini.”

 

Tulisan asli: No joking: Great apes can be silly and playfully tease each other, finds study. Artikel ini diterjemahkan oleh Ridzki R Sigit

 

Referensi:

Laumer, I. B., Winkler, S. L., Rossano, F., & Cartmill, E. A. (2024). Spontaneous playful teasing in four great ape species. Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences291(2016). doi:10.1098/rspb.2023.2345

Cordoni, G., & Palagi, E. (2011). Ontogenetic trajectories of chimpanzee social play: Similarities with humans. PLOS ONE6(11), e27344. doi:10.1371/journal.pone.0027344

Eckert, J., Winkler, S. L., & Cartmill, E. A. (2020). Just kidding: The evolutionary roots of playful teasing. Biology Letters16(9), 20200370. doi:10.1098/rsbl.2020.0370

 

***

Foto utama: Dua simpanse berinteraksi dengan ceria. Foto oleh Herusutimbul melalui Wikimedia Commons (CC BY-SA 4.0).

 

Misteri Punahnya Gigantopithecus blacki, Kera Terbesar di Bumi Terkuak

 

Exit mobile version