Mongabay.co.id

Otorita IKN Ultimatum Warga untuk Bongkar Rumah

 

 

 

 

 

Masyarakat adat kehilangan ruang hidup terus terjadi, seperti menimpa mereka yang berada di desa sekitar proyek proyek Ibukota Negara Nusantara (IKN). .  Warga desa di dekat IKN, seperti, Desa Bumi Harapan, Pemaluan, Tengin Baru, dan Suka Raja,  mendapatkan surat teguran karena rumah tempat tinggal mereka disebut berada di kawasan IKN. Mereka diberi waktu selambat lambatnya tujuh hari sejak pemberian surat teguran untuk segera membongkar rumahnya.

Sebelumnya, ratusan warga diundang Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) untuk menghadiri pertemuan dengan agenda arahan tindak lanjut  ‘pelanggaran’ pembangunan tak berizin dan tak sesuai tata ruang IKN pada 8 Maret 2024.  Pertemuan diadakan di rest area IKN di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku,  Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

M Suhardi, warga adat Kampung Sabut, Kelurahan Pemaluan yang ikut pertemuan itu bilang, saat tiba di tempat acara, warga protes keputusan OIKN yang akan membongkar rumah mereka.

“Sudah 35 tahun dibuat seminggu langsung dibongkar. Kita protes dan rapat tidak dilanjutkan,” katanya kepada Mongabay, Sabtu (9/2/24).

Menurut Suhardi,  Kampung Sabut RT 05 dan RT06, Kelurahan Pemaluan dihuni mayoritas Suku Balik, Paser dan Dayak Kenyah, antara lain yang akan tergusur OIKN.

Anehnya, OIKN minta lagi surat undangan dan surat teguran “Mereka minta surat undangan itu dikembalikan. Katanya miskomunikasi dan salah mengartikan kata-kata. Yang bilang begitu Wakil Kepala Otorita Langsung,”  katanya.

Dari penyampaian OKIN, kata Suhardi, surat itu dibikin agar warga mau hadir. “Dengan alasan, kalau ngak diancam seperti itu warga banyak yang ngak hadir,” katanya menirukan ucapan OIKN.

Kepada warga, OIKN  memberi penjelasan kalau pemukiman yang sudah lama tak ada masalah, tetap ada ganti rugi dari pemerintah.  Terpenting,  tata ruang tepat.

Pernyataan itu, kata Suhardi,  tidak jelas.  Warga tak pernah tahu tata ruang pemerintah . “Warga nga pernah diajak sama sekali. Tidak ada penetapan tertulis,” kata Ketua RT ini.

 

Pemukiman warga berada yang sudah lama ada masuk kawasan IKN. Foto: Abdallah Naem/Mongabay Indonesia

 

Suhardi tak habis pikir mereka akan tergusur lantaran masuk dalam aleniasi IKN. Padahal,  katanya, mereka sudah lama sekali mendiami kawasan itu.

“Saya belum lahir orang tua saya sudah tinggal di sini.  Saya hanya mewarisi,“ katanya, seraya bilang, sebelum ada Indonesia, mereka sudah tinggal di sana.

Saat ini, katanya,  warga merasa terusik.  “Ini membunuh saya pelan-pelan. Masa saya diusir di kampung saya sendiri. itu kan tidak masuk di logika kami,”

Bagi warga adat, kata Suhardi, selama ini menerima siapa saja yang datang ke kampung mereka dari kampung lain. “kalau diusik usik kami juga bisa marah.”

Berdasarkan surat teguran pertama dari Deputi bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN yang diterima Mongabay,  warga diberi ultimatum membongkar sendiri bangunan karena berdasarkan identifikasi tidak berizin dan tak sesuai tata ruang WP IKN.

“Diminta kepada saudara agar segera membongkar bangunan saudara yang tidak sesuai dengan ketentuan tata ruang IKN dan peraturan perundang-undangan dalam jangka waktu selambat lambatnya tujuh hari kalender terhitung sejak tanggal teguran pertama disampaikan,” tegas surat isi surat itu.

Thomas Umbu Pati, Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN, saat diminta konfirmasi Jumat malam belum membalas pesan yang dikirim kepadanya.

Mongabay mengutip respon OIKN dari Tempo. Troy Pantouw, Juru Bicara OIKN berdalih, penggusuran tak semena-mena. Seluruh tindakan OIKN, katanya, untuk kehidupan lebih baik di IKN.

Rencana penggusuran itu dibahas dalam rapat 8 Maret). “Dipimpin langsung Pelaksana Harian (Plt) Direktur Ketenteraman dan Ketertiban Umum,” kata Troy.

Masih dari Tempo, para peserta rapat antara lain dari Direktorat Sarana dan Prasarana Sosial OIKN, perwira Polda Kaltim, Kapolsek Sepaku, Danramil 0913/04 Sepaku, dan Satgas Nusantara Mahakam, Kemudian, masing-masing kepala desa di Kaltim yang terimbas lahan pembangunan IKN, seperti, Lurah Pemaluan, dan elemen masyarakat dengan bangunan terkena dampak proyek ibu kota baru ini.

Sosialisasi soal nasib bangunan warga di kawasan IKN, kata Troy, sudah sejak Mei 2023.

 

Prose spembangunan IKN sedang berlangsung. Masyarakat yang tinggal di sekitar pun terdampak. Foto: Abdallah Naem/ Mongabay Indonesia

 

Pada 10 Mei 2023, OIKN melakukan sosialisasi untuk Kecamatan Sepaku di Kantor Camat Sepaku, dan 11 Mei 2023 dilakukan sosialisasi untuk Kecamatan di Kabupaten Kukar di Kantor Camat Loa Janan.

Pada 29 Agustus-6 Oktober 2023, katanya, OIKN lakukan pendataan bangunan sekaligus sosialisasi dan edukasi pendirian bangunan langsung kepada masyarakat  atau pemilik bangunan.

Kemudian 27 Desember 2023, ada rapat koordinasi dan evaluasi untuk masyarakat Kelurahan Pemaluan. Pemantapan sosialisasi juga dilakukan di Kelurahan Pemaluan.

Mengenai surat 4 Maret 2024, dia sebut, sudah ada beberapa poin kesepakatan pada pertemuan 8 Maret lalu. Surat itu berisi teguran pertama untuk merobohkan bangunan, dan sosialisasi pertemuan warga RT05 Pemaluan 8 Maret 2024, untuk membahas tindak lanjut perobohan bangunan.

Berikut poin kesepakatan pada pertemuan 8 Maret 2024:

1.Para kepala desa, lurah, RT/RW dan pemilik bangunan tanpa izin bersepakat tidak akan melakukan pembangunan baru di sempadan jalan.

2.Para pemilik bangunan tanpa izin meminta OIKN membantu menyediakan layanan perizinan bagi Masyarakat Sepaku.

3. Otorita IKN akan verfikasi faktual ulang di lapangan dengan melibatkan RT, Kepala Dusun, tokoh masyarakat desa, Kapolsek Sepaku, Danramil 0913/04 Sepaku dan Camat Sepaku.

 

Petunjuk arah dari Istana negara sampai kementerian dan lembaga negara di IKN. Foto: Abdallah Naem/ Mongabay Indonesia

 

Dinilai sewenang-wenang dan dugaan melanggar HAM  

Usai pertemuan dengan OIKN, warga bertemu Mareta Sari, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur.

Warga adat Kampung Sabut mengatakan, undangan dari OIKN yang memberikan waktu tujuh hari kepada sekitar 200 lebih keluarga di empat desa untuk membongkar rumah mereka. Warga dianggap melanggar rencana detail tata ruang IKN.

Padahal, kata Mareta, warga adat selama ini tidak pernah dapat informasi dan diskusi soal rencana detail tata ruang IKN. “Bahkan,  penyusuna tidak pernah melibatkan warga. Mereka diundang dan langsung diminta membongkar rumah yang dianggap ilegal,” katanya.

Jatam Kaltim, mendukung sepenuhnya protes dan perjuangan Komunitas Adat Sabut menolak rencana OIKN.

Dia menilai, yang OIKN lakukan merupakan tindakan sewenang-wenang dan ada dugaan pelanggaran HAM.

Jauh sebelum ada rencana IKN, katanya,  warga Balik dan Paser sudah membangun hidup mereka di sana. “Masyarakat Adat Balik di Pemaluan tidak dianggap, tidak didengarkan.”

Mareta mendesak, Komnas HAM menghentikan rencana IKN ini. “Penyusunan rencana detail tata ruang ilegal.”

Masyarakat adat, katanya,  kembali tersingkirkan, bernasib sama dengan Kampung Sepaku Lama.

Selain itu, kata Mareta,  ada dugaan pelanggaran regulasi karena tak menggunakan Undang-undang Pengadaan Tanah.

Mareta mendesak, pemerintah segera menghentikan proses mengultimatum warga meninggalkan rumah dalam tujuh hari. Tindakan OIKN, katanya, malah memicu konflik.

Dia minta menghentikan pelabelan kepada masyarakat  bahwa mereka bukan penduduk legal. “Mereka bertani di situ. Mereka juga punya  budaya. Mereka sudah ada jauh sebelum ini ada IKN.”

Suhardi bilang,  awalnya warga ada yang sempat senang IKN pindah ke tempat mereka. Sekarang,  katanya,  sudah  terbalik,  enggan dengan kehadiran IKN.

“Sejak awal saya kurang setuju. Kalau ibu kota masuk ke sini karena kami sudah tahu bahwa mereka akan merampas hak hak kami  yang sudah turun temurun.”

Rumah-rumah yang oleh OIKN diberi ultimatum untuk dirobohkan. Foto: Abdallah Naem/ Mongabay Indonesia

 

******

 

Jerat Hukum 9 Petani Kala Tak Mau Lahan jadi Bandara IKN

Exit mobile version